Para bangsawan ini biasa menyatakan yang tak ada, dan menyangkal yang ada. Mereka begitu terbiasa menggunakan fraseologi sebagai ganti berpikir, dan membaca sebagai ganti merenung, sampai-sampai otak mereka hanya memuat kata-kata, bukan ide-ide.

Para bangsawan ini biasa menyatakan yang tak ada, dan menyangkal yang ada. Mereka begitu terbiasa menggunakan fraseologi sebagai ganti berpikir, dan membaca sebagai ganti merenung, sampai-sampai otak mereka hanya memuat kata-kata, bukan ide-ide.
Muhammad mengajarkan Tuhan di atas kita; Musa mengajarkan Tuhan di atas kita dan sekaligus bersama kita; Yesus mengajarkan Tuhan di atas kita, Tuhan bersama kita, dan Tuhan di dalam kita. Menurut pandangan ini, Islam adalah sebuah relaps. Ia kembali ke level rendah.
Monoteisme mau tak mau bersifat euhemeris dalam penaksirannya terhadap agama-agama mitologis. Tak paham akan divinisasi primitif kekuatan-kekuatan alam, yang merupakan sumber semua mitologi, ia hanya punya satu cara untuk memaknai konstruksi-konstruksi besar kejeniusan kuno ini.
Jika dia memang mengatakannya, maka Monoteisme “diumumkan secara eksplisit” di masanya. Jika doktrin Monoteisme adalah sebuah perkembangan, seperti pendapat Profesor Driver, dan tidak diumumkan secara eksplisit sampai masa Yeremia, maka karakter Ulangan sebagai riwayat yang sesuai kenyataan menjadi hancur.
“Sebaliknya, beginilah yang harus kamu lakukan terhadap mereka: robohkanlah mazbah-mazbah, yaitu tempat-tempat pembakaran kurban mereka, hancurkanlah tiang-tiang berhala mereka, tebanglah patung-patung Dewi Asyera mereka, dan bakarlah habis patung-patung ukiran mereka.”
Fakta yang menurut kita terlihat sangat menentang Yudaisme adalah bahwa keturunan Ismail sudah jauh melampaui keturunan Ishak dalam menyebarkan ke seluruh dunia doktrin-doktrin dan kewajiban-kewajiban yang kini kaum Yahudi anggap paling penting.
Kaum Yahudi menganggap sebagai kewajiban besar atas mereka sebagai sebuah kaum untuk terus menentang Politeisme kaum pagan dan Trinitas umat Kristen; dan mereka berpikir bahwa di masa Mesias, doktrin keesaan tuhan mereka sendiri akan menjadi keimanan dunia. Saat itu, kata mereka, Tuhan akan esa/satu, dan nama-Nya akan satu.
Untuk mengetahui makna inderawi dari unit kata dalam kasus tertentu, pancaindera kita harus memeriksa kasusnya, dan kita akan temukan bahwa ketunggalan bayangan berbeda dari ketunggalan emas; ketunggalan emas berbeda dari ketunggalan air; dan ketunggalan air berbeda dari ketunggalan jeruk.
Jika kita perkenankan doktrin Trinitas, semua jelas, sebab bentuk jamak kata benda mengekspresikan lebih dari satu oknum dalam Ketuhanan; sementara kata kerja tunggal menunjukkan kesatuan mereka dalam tindakan; sehingga Trinitas dalam kesatuan/keesaan diisyaratkan dalam ayat pertama Alkitab.
Mereka tahu bagaimana memanfaatkan sebaik-baiknya tiga peninggalan besar yang mereka warisi: syair dan seni dari bangsa Yunani, hukum dan keterampilan bernegara dari bangsa Romawi, dan, yang terbesar, ajaran Kristus. Oleh merekalah, dengan bantuan-bantuan ini, didirikan kebudayaan abad 19.
Orang Kristen menghampiri petikan tersebut dengan prasangka trinitas, sehingga baginya “kita” ini menandakan Tuhan tritunggal. Akan tetapi, orang non-Kristen mengamati di dalam petikan tersebut semua kata kerja ditulis dalam bilangan tunggal.
Oleh sebab itulah di dalam Perjanjian Lama sering terdapat penyebutan Jehovah sang Alehim sebagai mendiami para kerub, dan oleh sebab itulah pula terdapat penerapan bayangan, sayap-sayap, bulu-bulu, dll, dari sosok-sosok simbolis itu kepada sang tuhan sendiri. Bahwa itu adalah bahasa terkini kaum beriman.
“Diketahui luas bahwa kata asli yang umumnya diterjemahkan sebagai Tuhan adalah jamak; dan bahwa ketika digunakan demikian, itu digabung dengan kata kerja tunggal. Anomali gramatis ini, di pembukaan Kitab Suci, tampaknya memberi kita suatu isyarat, yakni Kemajemukan dalam Keesaan Ketuhanan.”