Para penyokong ortodoksi paling kaku menghalangi pengajaran moral lebih luas kepada sebanyak-banyaknya orang dengan keengganan mereka terhadap semua perubahan adat-istiadat. Mereka takut terhadap semua perubahan dan menyebutnya “baji pembuka” menuju penyimpangan berat dari kebenaran.
“Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya.” (1 Korintus 9: 22)Seluruh Kristen modern adalah berkemajuan/progresif. Disadari atau tidak, semua bentuk pemikiran dan perilaku Kristen adalah bentuk berkemajuan. Bahkan denominasi-denominasi yang paling merasa bangga dengan kekonstanan mereka merupakan penjelmaan kemajuan besar, dan bukan dan takkan pernah lagi seperti dulu dalam praktek kepercayaan mereka. Dalil ini, yang begitu umum dan begitu penting, bisa dengan mudah dibuktikan dari sejarah gereja seandainya aku bermaksud demikian saat ini. Namun, yang kuhendaki adalah menanyakan apa yang dimaksud dengan Kristen berkemajuan, dan menyelidiki nilainya dan agensi-agensi yang memberi bentuk-bentuk baru kepada agama dan menugasinya tugas-tugas baru. Yang dimaksud dengan Kristen berkemajuan dalam arti sesungguhnya pasti adalah sebuah agama yang berangsur-angsur maju dalam menemukan kebenaran dan mendatangkan kebahagiaan publik. Ada orang-orang yang, karena jahil atau keras kepala atau takut-takut, tidak membedakan antara kemajuan dan kebaruan atau keeksentrikan. Mereka menggolongkan murid-murid kemajuan Kristen dengan orang-orang yang berkuping gatal akan berita atau gosip, atau dengan orang-orang yang mencari eliksir kehidupan atau yang mendirikan koloni-koloni untuk menghasilkan kesempurnaan manusia. Mereka menyangkutpautkan kemajuan dalam Kristen dengan perdukunan dalam pengobatan, dan menganggap keduanya adalah parodi memalukan terhadap kebenaran akbar lama. Dan ada alasan mengapa orang-orang yang mengumumkan diri sebagai murid “kemajuan” mesti dipertanyakan dan ditanya silang, sebab di dalam Kristen memang ada suatu kemajuan bohongan, suatu kemajuan pura-pura, yang sama menjijikkannya dalam agama sebagaimana kemajuan pura-pura dalam pengobatan atau dalam perpolitikan. Tapi fakta reformasi palsu tersebut tidak mempengaruhi dalil besar bahwa kita semua hidup di tengah sebuah kepercayaan yang berkemajuan; dan bahwa kemajuan spiritual ini memiliki atau mungkin memiliki banyak bentuk mulia. Para tukang pura-pura dan orang-orang yang menipu diri sendiri dalam pengobatan tidak membuktikan bahwa sains dan seni besar itu tidak sedang beralih secara ajeg dari pelajaran-pelajaran pertama dan sedang maju menuju kesempurnaan. Kemajuan sejati harus dilihat pada dan melalui semua kepalsuan dan kelemahan medis yang dikobar-kobarkan dalam media cetak atau dipampangkan pada semua dinding buntu dan bahkan pada karang-karang Alam yang tak mengadu. Dalam perpolitikan, datang orang-orang keliru dan palsu yang menyebut Komunisme atau Fourierisme sebuah kemajuan, dan membela ide-ide tersebut seolah itu adalah realitas-realitas terbaik seluruh masyarakat. Dengan demikian di segala sisi orang-orang datang membawa kebaruan, dan ingin kita menyebutnya reformasi; dan membedakan secara cermat di antara banyak fase-fase kehidupan ini adalah sebuah tugas yang diakui. Tapi sebagaimana terdapat kemajuan sejati dalam perpolitikan, bukan Sosialisme ataupun Komunisme tapi reformasi yang disebut republikanisme atau kebebasan, begitu pula dalam Kristen selalu akan ada kemajuan lebih tinggi yang jauh di atas kebaruan atau keeksentrikan belaka. Dan ketika bukan sebuah kemajuan absolut, gerakan ini setidaknya merupakan adaptasi berharga dengan kebutuhan umat manusia. Khotbah kapal uap, di mana pelayan injil membuat kebenarannya jadi atraktif dengan perjalanan mengarungi teluk, tidak boleh dikira sebagai bagian—sekecil apapun—dari kemajuan Kristen, tapi dinilai sebagai gerakan eksentrik satu pemikir, sebagaimana di sana-sini ada manusia yang ingin menikah di dalam gua mamot atau di atas balon atau di karang-karang curam Mont Blanc. Sering sulit membedakan antara kemajuan manusia dan keabsurdannya, karena kita semua adalah pecinta hal baru dan aneh di samping pecinta hal baik. Mungkin saja pelayanan tabernakel agung kita yang berkeliling ke kota-kota besar dengan ongkos sedemikian mahal adalah sebuah kebaruan ketimbang kemajuan keagamaan, sebab kita semua sedemikian kanak-kanak sampai tidak bisa selalu membedakan antara kebijaksanaan dan kesenangan. Kita sering mengira diri kita sarat filosofi padahal kita sekadar bahagia makan dan minum. Tapi setelah kita memberi kelonggaran kepada reformasi palsu dan keeksentrikan individu, masih ada yang dianggap sebagai fakta, sifat, dan nilai Kristen berkemajuan. Mari kita definisikan agama semacam itu. Itu beradaptasi dengan manusia. Bukan dengan satu manusia, dengan seorang Cummings atau seorang Moody, atau seorang Spurgeon atau seorang Lorenzo Dow, dengan seorang bangsawan atau terasing, tapi dengan kebutuhan masyarakat, dan itu terbentuk sebagaimana pemerintah terbentuk sesuai masyarakat yang maju. Ketika warganya adalah budak-budak jahil, maka rajanya adalah seorang despot dan mengesahkan semua undang-undang, atau membunuh siapapun semaunya tanpa hukum atau preseden; tapi sepesat kecerdasan masyarakat naik, sepesat itu pula kekuasaan raja jatuh. Komunitas menguras tenaga orang ini. Demikianlah pemerintah menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi baru akal manusia; ia adalah satu hal kemarin, lain hal hari ini. Jadi Kristen menjadi segala hal bagi semua orang, dan tidak terlalu mempedulikan satu orang atau satu kelompok orang, menyesuaikan diri dengan status massa yang tak terhitung. Sia-sia jika seorang eksentrik berkata, “Ikuti aku di jalanku,” atau jika seorang hiper-ortodoks berkata, “Tetap bersamaku di bilikku”; sebab, kecuali kalau jalan tersebut untuk semua orang, kecuali kalau bilik itu sebesar abad ini, sapuan Kristen akan mengabaikan suarasuara ini. Itu akan menjadi segala hal bagi semua orang, dan juga menjadi lain hal bagi lain zaman. Kita semua mesti segera membaca adaptasi-adaptasi ini, dan mesti mencoba membedakan antara perubahan berharga dan tingkah pikiran belaka, dan kemudian mengulurkan tangan dan hati kita pada hal baru yang berharga. Adalah nasib susah ketika seseorang dianggap sebagai budak. Dengan begini, keindahan, gerak hati, kemungkinan, dan kesegaran individualisme dipotong dan kehidupan dijalani hanya untuk seorang tuan lama. Kesusahan yang sama ini dapat menimpa orang-orang yang sekadar budak adat-istiadat, sebab mereka dapat tertahan oleh bentuk pemikiran lama dan karenanya menolak gerak hati dan kefaedahan zaman mereka. Abad mereka mungkin menyimpan sebuah pekerjaan yang belum ditemukan oleh tangan mereka, sebuah musik yang belum dideteksi oleh telinga mereka. Dulu gereja adalah hiburan massa. Dalam krisis ini kita tidak bisa lagi membangunkan perdebatan luas yang menggoncang kekaisaran-kekaisaran ketika Protestanisme sedang dilahirkan dan Romanisme [Katolik] sedang dilengserkan; kita tidak bisa menemukan Luther-Luther atau Wesley-Wesley, atau sebutan apapun untuk mereka; kita tidak bisa menghidupkan penyelidikan tentang kaum Yahudi atau Quaker atau Baptis atau Puritan atau penyihir; kita tidak bisa dengan cara itu membuat semua orang mencari lagi gereja atau rumah temu dan, untuk menjangkaunya, berjalan kaki di bawah sinar matahari atau terpaan salju. Tampaknya gereja dengan semua namanya harus mengadaptasi ulang dirinya, menyesuaikan ulang dirinya, sebagaimana pemerintah mengubah dirinya ketika menyaksikan transformasi masyarakat. Mungkin manusia tidak sanggup menuntun massa kembali ke dalam gereja, sebab manusia tidak lebih bisa membangunkan api spiritual daripada memerintahkan gempa bumi atau angin ribut, tapi perubahan dan pergerakan selalu menunggu kemauan manusia, dan dia bisa sangat menolong dunia jikapun dia tidak bisa membuatnya tertawa. Tapi untuk melakukan ini dia harus mengakui bahwa adat-istiadat lama adalah seringkali sebuah perbudakan, dan bahwa Kristen adalah agama dengan adaptabilitas nyaris tanpa ujung, dan bahwa itu dapat melakukan segala hal untuk semua manusia. Jika, oleh karena kematian huru-hara lama, orang-orang tidak datang ke gereja, gereja harus pergi kepada orang-orang. Gereja, di pusat-pusat pendidikan dan kekayaan, harus membangun rumah keduanya di kalangan massa miskin, dan pengkhotbah yang bertahun-tahun berbicara hanya kepada satu kelompok mulai sekarang harus berbicara separuh waktunya kepada massa sederhana. Adat-istiadat lama harus berlalu dengan berlalunya kejadian-kejadian yang menghasilkannya, dan adat-istiadat baru harus datang dengan datangnya kejadian-kejadian baru. Sebuah tabernakel yang dibangun di sana-sini dan dimuati berlebihan dengan pelayanan selama beberapa pekan, atau darmawisata keagamaan pada bulan Agustus, untuk masyarakat umum, hanyalah sebuah sindiran terhadap zaman agung Kristen. Untuk menjangkau masyarakat, adat-istiadat kuat perlu diubah. Massa terlalu besar untuk diserahkan kepada metode tak teratur, atau kepada tiga atau empat orang, baik mereka besar atau hanya terasing; itu harus diserahkan kepada puluhan ribu pastor yang bisa keluar setiap Minggu sore dalam kekuatan penuh jabatan mereka. Porsi terbaik dari audiens pagi mereka mesti menyertai mereka, dan dengan begitu mereka akan cepat menghasilkan penyebaran kebenaran dan pertemanan yang kian erat. Nah, untuk melakukan ini, gereja harus mematahkan rantai adat-istiadat lama yang telah ditransformasi oleh waktu dari seorang teman menjadi seorang musuh berbahaya. Semua cara lain untuk menjangkau masyarakat akan gagal, sebab, sebagus apapun mereka, mereka sama sekali tak berarti di hadapan kebutuhan dunia yang sangat banyak.
Judul asli | : | A Progressive Christianity<i=1TlokJElMNR9K0P3KtBO9S3dSQHn5SXBQ 254KB>A Progressive Christianity (1878) |
Pengarang | : | David Swing |
Penerbit | : | Relift Media, Juni 2023 |
Genre | : | Religi |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |