Skip to content
Aku Adalah Uang – Relift Media

Aku Adalah UangBacaan fiksi satir

author _Osamu Dazai_; date _1946_ genre _Satir_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ Kaum wanita menggunakanku dua kali lebih efektif daripada kaum pria. Tapi ketamakan seorang wanita lebih buruk dan tercela daripada pria manapun. Wanita yang membawaku ke kota kecil ini memberikan sebuah bir kepada seorang pria bertampang terhormat dan menerimaku sebagai imbalannya.
Ada bahasa-bahasa di dunia ini di mana kata bendanya maskulin atau feminin. Dan uang feminin.
Aku adalah uang kertas 100 yen, nomor seri 77851. Per­hatikan uang kertas 100 yen dalam dompetmu karena mungkin itu aku. Aku penat sekali hari-hari ini sampai tak pernah bisa tahu dalam dompet mana aku berada atau bahkan apa aku kini sudah dibuang ke keranjang sampah kertas. Ada rumor tak lama lagi uang kertas lebih modern akan keluar dan uang kertas lama seperti aku akan dibakar semuanya. Tapi aku tak peduli lagi apa aku hidup atau mati. Malah, aku lebih suka dibakar dan naik ke Surga. Tentu saja, terserah Tuhan apakah aku masuk surga atau neraka setelah dibakar. Walaupun mungkin untukku neraka. Saat lahir aku tidak selecek hari ini. Sejak masaku, banyak uang kertas lain, seperti 200 yen dan 500 yen, mengikuti, dan itu membuat orang-orang makin senang. Tapi saat aku lahir, uang kertas 100 yen adalah Ratu Uang. Manusia yang ke tangannya aku diserahkan pertama kali, di konter sebuah bank besar di Tokyo, gemetar saat menerima­ku. Itulah yang sebenarnya. Dia seorang pemuda tukang kayu. Dia menyelip­kanku ke dalam saku baju kerjanya tanpa bah­kan melipatku dan memegangi saku itu seolah nyeri perut selagi kami pulang ber­jalan kaki dan naik kereta. Sepanjang perjalanan pulang dia menekan saku dengan tangan kirinya. Dan saat dia masuk ke dalam rumah, dia segera menem­patkanku sebagai sesajen di kamidana, kuil kecil di ruang tinggal, sebelum menggandengkan kedua tangannya untuk berdoa. Ini adalah perkenalan pertamaku dengan kehidupan, keter­berkatan dan keberuntungan ini. Aku ingin tinggal di rumah tukang kayu itu selamanya. Tapi aku tinggal satu malam saja. Malam itu tukang kayu sangat riang. Dia minum berlebihan saat makan malam dan menyombong kepada isterinya yang belia dan mungil, “Aku seorang pekerja. Aku tak mudah ditipu.” Kadang-kadang dia akan melantung ke kamidana, menurunkanku, dan meng­gandeng kedua tangannya sebagai tindakan syukur. Isterinya mula-mula tertawa, tapi mereka segera berdebat. Maka aku dilipat empat dan dimasukkan ke dalam dompet kecil isteri­nya dan dibawa keesokan pagi ke pegadaian di mana dia men­dapatkan kembali sepuluh kimononya dan aku ditempatkan ke dalam brankas lembab dingin. Anehnya aku merasa dingin dan susah karena sakit perut, tapi segera dipetik keluar untuk melihat cahaya siang sekali lagi. Kali ini aku ditukar dengan sebuah mikroskop milik seorang mahasiswa kedokteran. Si mahasiswa mem­bawaku dalam perjalanan sangat panjang yang ujung-ujungnya aku dilempar ke dalam laci sebuah lemari kaca di kantor resep­sionis sebuah losmen di sebuah pulau kecil yang jauh di Pulau Pedalaman Seto. Setelah sekitar sebulan di dalam laci, aku kebetulan mendengar para pelayan wanita bergosip bagai­mana mahasiswa kedokteran itu terjun ke Laut Pedalaman sampai mati tenggelam setelah berpisah dariku dan mening­galkan losmen. Satu pelayan tegap dan begap dengan wajah jerawatan berumur 40-an berkata, “Sungguh idiot mati sendiri­an. Pemuda setampan itu—aku rela mati dengannya kapan saja.” Setiap orang tertawa. Dan alhasil aku tinggal lima tahun di Shikoku, dan kemudian berkeliling Kyushu, menjadi terlihat tua pada waktu itu. Dan aku berangsur-angsur kehilangan bobotku. Saat aku tiba kembali di Tokyo enam tahun kemudian, aku sungguh berbeda gara-gara semua yang kulalui dan dipenuhi rasa benci diri sendiri. Kini kembali di Tokyo, aku tidak lebih dari seorang wanita yang mengerjakan suruhan untuk para pe­dagang gelap. Dalam lima atau enam tahun yang kuhabiskan jauh dari Tokyo aku berubah, dan Tokyo juga. Waktu itu malam, sekitar pukul delapan, aku dibawa oleh seorang broker mabuk dari Stasiun Tokyo ke Nihombashi, melewati Kyobashi, dengan jalan-jalan lebih lanjut dari Ginza ke Shimbashi. Kini gelap gulita, dan rasanya seperti berjalan menembus hutan lebat, tak ada siapa-siapa, bahkan tak seekor kucing pun menyeberangi jalan kami. Ini adalah jalan-jalan raya menakutkan yang mempratandakan kematian seram. Dan kemudian, denting dan dentum dimulai. Setiap siang dan malam, dalam hiruk-pikuk yang sama, aku akan dipindahkan dari tangan ke tangan tanpa istirahat sekejap pun seperti tongkat estafet, berputar-putar. Itu membuatku kerut dan lecek, berbau busuk karena makhluk-makhluk yang mengelilingiku, putus asa, dan penuh cela.
Judul asli : Money
貨幣<i=1SPGD9zxOqHJvs17YAjumKQnLQik0yV0N 410KB>Money <br/>貨幣
( )
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Mei 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh