Skip to content
Bingung Karena Uang, Memahami Filosofi dan Fisika Uang – Relift Media

Bingung Karena Uang, Memahami Filosofi dan Fisika UangBacaan nonfiksi ekonomi

author _Henry George_, author _Adhemar Brady_; date _1886_, date _1897_; genre _Ekonomi_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Fakta bahwa penjualan atau konversi komoditas menjadi uang menuntaskan transaksi-transaksi yang keuntungannya biasa kita taksir, dengan mudah menuntun kita untuk memandang perolehan uang sebagai maksud dan tujuan perdagangan, dan penjualan sebagai lebih menguntungkan daripada pembelian. Tak seorangpun yang menukar produksinya sendiri de­ngan produksi orang lain bakal berpikir bahwa se­makin banyak dia memberi dan semakin sedikit dia mene­rima, maka akan semakin berkecukupan dirinya. Tapi bagi banyak orang tidak ada yang lebih tegas daripada bahwa semakin banyak pro­duksi yang dikirim oleh sebuah bangsa, dan se­makin sedikit produksi bangsa-bangsa lain yang di­terima­nya sebagai tukaran, maka semakin menguntung­kan perdagang­annya. Saking tersebar luar kepercayaan ini, hari ini hampir semua bangsa beradab berusaha meng­halangi pen­datangan produksi bangsa-bangsa lain se­raya meman­dang dengan puas pengiriman produksi mereka sen­diri. Apa alasan dari ini? Manusia tidak suka menerapkan pada transaksi antarbangsa prinsip-prinsip yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang mereka terapkan pada transaksi antar­individu. Sebaliknya, kecenderungan alami adalah memper­sonifikasi bangsa-bangsa, dan menganggap dan menyebut mereka digerakkan oleh motif-motif yang sama dan diatur oleh hukum-hukum yang sama seperti halnya manusia-manu­sia yang membentuk mereka. Kita tak usah memandang jauh untuk melihat bahwa gagasan ngawur itu (bahwa sebuah bangsa untung dengan mengekspor dan rugi dengan meng­impor) sebetulnya timbul dari penerapan pada perda­gangan antarbangsa ide-ide yang dibiasakan oleh tran­saksi antarindividu kepada manusia-manusia beradab. Apa yang orang-orang pindahtangankan kepada orang lain, kita isti­lahkan penjualan; apa yang mereka peroleh dari orang lain, kita istilahkan pembelian. Karenanya kita menjadi ter­biasa menganggap ekspor sebagai penjualan, dan impor seba­gai pembelian. Dan, sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari kita biasa berpikir bahwa semakin besar nilai penjualan seseorang dan semakin sedikit nilai pembeliannya, semakin baik bisnisnya; demikian pula, jika kita tidak me­nyempatkan diri untuk memperbaiki makna kata-kata yang kita pakai, rasanya wajar semakin banyak sebuah bangsa mengekspor dan semakin sedikit ia mengimpor, maka semakin kaya ia jadinya. Gagasan tersebut tidak dikenal di kalangan manusia bar­bar, dan hal ini menunjukkan asal-usulnya. Pun itu tidak bakal timbul di kalangan manusia beradab andai mereka ter­biasa berdagang seperti manusia barbar. Belum lama ini segolongan pedagang yang disebut “tukang lemak sabun” biasa pergi dari rumah ke rumah menukar sabun dengan sampah lemak yang dikumpulkan oleh ibu-ibu rumahtangga. Dalam perdagangan kecil ini, yang dilakukan dengan cara primitif ini, kebiasaan berpikir bahwa dalam sebuah perda­gangan yang menguntungkan nilai penjualan harus melebihi nilai pembelian tak bakal pernah muncul, karena jelas-jelas perhatian masing-masing pihak adalah bahwa nilai barang yang dia jual (atau ekspor) mesti sekecil mungkin, dan nilai barang yang dia beli (atau impor) mesti sebesar mungkin. Tapi di masyarakat beradab, ini hanyalah bentuk perdaga­ngan tak biasa. Membeli dan menjual, yang familiar bagi kita dalam kehidupan sehari-hari, bukanlah pertukaran komo­ditas dengan komoditas, tapi pertukaran uang dengan komo­ditas, atau komoditas dengan uang. Dari kekacauan pemikiran yang tumbuh dari penggunaan uang inilah kita dapat menelusuri kepercayaan bahwa se­buah bangsa untung dengan mengekspor dan rugi dengan mengimpor—sebuah kepercayaan yang deminya tak terbi­lang nyawa dan tak terhitung kekayaan telah dikorbankan dalam perang-perang berdarah, dan yang sampai hari ini membentuk kebijakan hampir semua bangsa beradab dan menempatkan hambatan artifisial bagi perdagangan dunia. Bentuk utama perdagangan adalah barter—pertukaran komoditas dengan komoditas. Tapi persis saat kita mulai memikirkan dan membicarakan panjang, berat, atau volume, kita perlu mengadopsi ukuran atau standar yang dengannya kualitas-kualitas ini bisa diekspresikan, sehingga ketika per­dagangan dimulai timbul sebuah kebutuhan akan suatu standar bersama yang dengannya nilai berbagai barang bisa dimengerti. Kesulitan yang mengiringi barter segera pula menghasilkan konsensus pengadopsian suatu komoditas se­bagai medium pertukaran, yang melaluinya orang yang hendak menukar satu barang dengan satu atau lebih barang lain tidak lagi harus menemukan seseorang yang keinginan­nya berbanding terbalik, tapi dimungkinkan untuk membagi pertukaran lengkap ke dalam tahap-tahap atau langkah-langkah, yang bisa dilakukan dengan orang-orang berbeda, sehingga sangat menghemat waktu dan kerepotan. Di masyarakat primitif, sapi, kulit, kerang, dan banyak benda lain memenuhi fungsi-fungsi ini secara mentah. Tapi logam-logam mulia diadaptasi dengan kegunaan ini secara khusus sehingga di manapun mereka dikenal, umat manusia jadi mengadopsi mereka sebagai uang. Mereka mulanya di­gunakan menurut berat, tapi sebuah langkah maju besar di­ambil ketika mereka dicetak menjadi keping-keping dengan berat dan kemurnian tertentu, sehingga siapapun yang menerima mereka tidak perlu repot-repot me­nimbang dan mengetes mereka. Seiring peradaban bergerak maju, seiring masyarakat menjadi lebih mapan dan tertib, dan pertukaran menjadi lebih banyak dan teratur, emas dan perak berangsur-angsur digantikan sebagai sarana pertuka­ran oleh beragam bentuk kredit. Melalui catatan transaksi, satu pembelian dibuat mengimbangi satu pembelian lain dan satu utang dibuat membatalkan satu utang lain. Individu-individu atau perhimpunan-perhimpunan yang diakui me­miliki solvabili­tas (kesanggupan membayar) menerbitkan surat wesel, surat kredit, nota, dan wesel aksep, yang seba­gian besar meng­gantikan koin; kredit transfer bank antarindividu, dan kredit transfer lembaga kliring antar­bank, sehingga transaksi-tran­saksi besar dilakukan dengan penggunaan uang yang sangat minim; dan terakhir, kredit denominasi ring­kas, dicetak pada kertas, dan diadaptasi untuk perpindahan dari tangan ke tangan tanpa peng­absahan atau formalitas, karena lebih murah dan lebih ringkas, sepa­ruh atau seluruhnya menggan­tikan emas atau perak di negara di mana mereka diterbitkan. Ini, singkatnya, adalah sejarah dari instrumen penghemat kerja yang bentuk-bentuknya meliputi keong kuwuk Afrika atau manik kerang Indian merah hingga uang kertas atau greenback, dan yang sangat memudahkan perdagangan se­hingga tanpanya peradaban bakal mustahil. Peran yang di­mainkannya dalam kehidupan dan interaksi sosial begitu diperlukan, penggunaannya begitu umum dalam pemikiran dan pembicaraan dan transaksi aktual, sehingga kesimpang­siuran tertentu terkait dengannya mudah tumbuh. Kita tak usah berbicara tentang delusi bahwa bunga tumbuh dari peng­gunaan uang, atau bahwa pertambahan uang adalah pertam­bahan kekayaan, atau bahwa uang kertas tidak bisa sepenuh­nya memenuhi fungsi-fungsinya kecuali jika padan­an koin terkubur di suatu tempat, tapi kita akan berbicara hanya tentang kesimpang­siuran pemikiran yang berkaitan dengan perdagangan inter­nasional. Kemarin aku hadir ketika satu petani memberikan kepada seorang petani lain seekor kuda dan empat ekor babi untuk mendapatkan seekor kuda betina. Keduanya tampak puas dengan transaksi tersebut, tapi dua-duanya tidak berkata, “Terimakasih.” Tapi ketika uang diberikan untuk mendapat­kan apapun, si penerima uang biasa berkata, “Terimakasih,” atau dengan suatu cara lain untuk menunjuk­kan bahwa dia lebih berutang budi dalam menerima uang dibanding pihak satu lagi dalam menerima barang atas pemberian uang ter­sebut. Kebiasaan ini merupakan salah satu dari indikasi-indikasi sebuah kebiasaan berpikir yang (walaupun jelas satu dolar tidak mungkin lebih berharga dari nilai satu dolar) membubuhkan ide keuntungan pada pem­berian uang untuk mendapat komoditas ketimbang pada pemberian komoditas untuk mendapat uang. Alasan utama dari ini menurutku adalah bahwa kesulitan-kesulitan pertukaran paling dirasakan pada sisi pengerucu­tan ke dalam medium pertukaran. Untuk menukar barang apapun dengan uang, kita perlu menemukan seseorang yang meng­inginkan barang tersebut, tapi, sekali pertukaran ini dijalan­kan, per­tukaran uang dengan barang-barang lain umumnya lebih mudah, sebab semua orang yang memiliki suatu barang untuk ditukar bersedia menerima uang sebagai gantinya. Ini, dan fakta bahwa nilai uang lebih pasti dan tetap daripada nilai barang-barang yang diukur olehnya, dan selanjutnya fakta bahwa penjualan atau konversi komoditas menjadi uang menuntaskan transaksi-transaksi yang keuntungannya biasa kita taksir, dengan mudah menuntun kita untuk me­mandang perolehan uang sebagai maksud dan tujuan per­dagangan, dan penjualan sebagai lebih mengun­tungkan dari­pada pembelian.
Judul asli : Confusions Arising from the Use of Money & The Philosophy and the Physics of Money<i=10g89d3o6a1kz9lHCsvrJ97iXmYg0kwt0 337KB>Confusions Arising from the Use of Money & The Philosophy and the Physics of Money (, )
Pengarang : ,
Penerbit : Relift Media, Mei 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Bingung Karena Uang, Memahami Filosofi dan Fisika Uang

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2025)