“Kebiasaannya adalah mengepak dolar-dolar dalam kantong-kantong kecil berisi seratus dolar masing-masingnya. Entah berapa banyak kantong yang akan ditampung setiap peti. Banyak sekali. Jumlah yang lumayan pasti diangkut di atas kapal waktu itu.”
Selagi kami nongkrong dekat tepi air, sebagaimana biasa dilakukan para kelasi yang malas-malasan di darat (tempatnya di ruang terbuka di depan Kantor Pelabuhan sebuah pelabuhan besar Timur), seseorang datang ke arah kami dari “muka” gedung-gedung bisnis, menuju tangga pendaratan secara tak lurus. Dia menarik perhatianku karena dalam pergerakan sosok-sosok bersetelan dril putih di trotoar, dari mana dia melangkah, kostumnya—tunik dan celana panjang biasa, terbuat dari planel kelabu terang—membuat dirinya mencolok.
Aku sempat mengamatinya. Dia begap, tapi tidak ganjil. Wajahnya bulat dan halus, corak kulitnya sangat terang. Begitu dia bertambah dekat aku melihat kumis kecil yang dibuat semakin terang oleh banyak sekali uban. Dan dia, untuk seorang yang begap, berdagu bagus. Saat melewati kami dia saling mengangguk dengan teman yang bersamaku dan tersenyum.
Temanku adalah Hollis, orang yang melewati begitu banyak petualangan dan mengenal begitu banyak orang aneh di wilayah itu, bagian dari Timur yang (kurang-lebih) permai, di masa mudanya. Dia berkata: “Dia orang baik. Maksudku bukan baik dalam arti pandai atau terampil dalam pekerjaannya. Maksudku orang yang benar-benar BAIK.”
Aku berputar satu kali untuk melihat fenomena itu. Si “orang yang benar-benar BAIK” berpunggung sangat lebar. Aku melihatnya memanggil sebuah sampan dengan isyarat, lalu naik, dan berangkat ke arah gugusan kapal uap lokal yang dijangkar dekat pantai.
Aku bilang: “Dia pelaut, bukan?”
“Ya. Memimpin kapal uap hijau gelap agak besar itu: ‘
Sissie—Glasgow’. Dia tak pernah memimpin selain ‘
Sissie—Glasgow’, hanya saja itu bukan
Sissie yang dulu. Yang pertama dia pegang panjangnya sekitar setengah dari yang ini, dan kami dulu bilang pada Davidson malang itu kapalnya terlalu kecil untuknya. Waktu itu pun Davidson berbadan besar. Kami peringatkan dia bahu dan sikunya akan mengalami kalositas gara-gara seragam ketat komandonya. Dan Davidson boleh jadi tersenyum pada kita untuk memperolok. Dia menghasilkan banyak uang di kapal itu. Itu milik seorang China gemuk mirip jeruk mandarin dalam buku gambar, dengan kacamata lindung dan kumis tipis layu, dan bermartabat dengan cara yang hanya diketahui oleh orang Kekaisaran Langit.
“Hal terbaik dari orang-orang China terbaik sebagai majikan adalah bahwa mereka punya naluri pria gentel. Sekali mereka yakin kau orang lurus, mereka memberimu kepercayaan tak terbatas. Kau hanya tak boleh berbuat salah, kemudian. Dan mereka juga penilai karakter yang sangat cepat. Si China-nya Davidson adalah yang pertama menemukan kualitasnya, berdasarkan suatu prinsip teoritis. Suatu hari di kantor pembukuannya, di depan beberapa orang kulit putih, dia terdengar menyatakan: ‘Kapten Davidson adalah orang baik.’ Dan itu menentukan. Setelah itu kau tak bisa pastikan apakah Davidson dimiliki si China atau si China dimiliki Davidson. Dialah yang, sesaat sebelum mati, memesan
Sissie baru itu di Glasgow untuk Davidson pimpin.”
Kami berjalan ke bawah naungan Kantor Pelabuhan dan menyandarkan siku pada tembok parapet dermaga.
“Kapal itu betul-betul dimaksudkan untuk menghibur Davidson malang,” sambung Hollis. “Bisakah kau bayangkan sesuatu yang lebih naif mengharukan daripada mandarin renta ini belanja beberapa ribu pound untuk melipur anak buah kulit putihnya?
Well, itu dia kapalnya. Putera-putera mandarin renta itu mewarisinya, dan Davidson sekalian; dia memimpinnya; dan berkat gaji dan hak dagangnya dia meraup banyak uang; dan segalanya seperti sebelumnya; dan Davidson bahkan tersenyum—kau lihat tadi?
Well, senyum itu satu-satunya yang tidak sama seperti sebelumnya.”
“Katakan, Hollis,” tanyaku, “apa yang kau maksud dengan baik terkait ini?”
“
Well, ada orang-orang yang terlahir baik sebagaimana yang lain terlahir jenaka. Yang kumaksud adalah sifatnya. Tak ada jiwa lebih sederhana, dengan suara hati lebih peka, pernah hidup dalam sampul se—senyaman itu. Kami biasa menertawakan suara hati Davidson yang halus. Singkatnya, dia bukan main manusiawi, dan aku kira tak ada banyak jenis kebaikan lain yang berarti di bumi ini. Dan karena dia orang dengan corak kehalusan budi tertentu, aku tentu menyebutnya ‘orang yang BENAR-BENAR baik’.”
Aku tahu sejak lama, Hollis adalah orang yang kukuh percaya pada nilai akhir corak-corak. Dan aku berkata: “Aku mengerti”—karena aku memang melihat Davidson-nya Hollis dalam pria begap simpatik yang barusan melewati kami. Tapi aku ingat, saat dia tersenyum wajah tenangnya tampak terselubungi melankoli—sejenis bayangan spiritual. Aku melanjutkan.
“Siapa gerangan yang sudah membayarnya karena bersikap sekian halus dengan merusak senyumnya?”
“Itu ada ceritanya, dan akan kuceritakan padamu kalau kau mau. Buset! Itu juga cerita yang cukup mengejutkan. Mengejutkan dalam segala hal, tapi terutama dalam bagaimana itu menjatuhkan Davidson malang—dan rupanya hanya karena dia orang sedemikian baik. Dia cerita semuanya padaku baru beberapa hari lalu. Dia bilang, saat melihat keempat orang ini dengan kepala mereka berimpitan di atas meja, dia langsung tidak suka. Dia tidak suka sama sekali. Kau jangan mengira Davidson orang bego yang empuk. Pria-pria ini—
“Tapi sebaiknya aku mulai dari awal. Kita harus kembali ke saat pertama dolar-dolar lama ditarik oleh Pemerintah kita untuk ditukar dengan terbitan baru. Sekitar waktu itu aku meninggalkan wilayah ini untuk pulang dan menetap lama. Pada waktunya setiap pedagang di kepulauan terpikir untuk mengirim dolar-dolar lamanya ke sini, dan permintaan peti-peti kosong
wine Prancis—kau tahu selusin seukuran
vermouth atau
claret—tak pernah terjadi sebelumnya. Kebiasaannya adalah mengepak dolar-dolar dalam kantong-kantong kecil berisi seratus dolar masing-masingnya. Entah berapa banyak kantong yang akan ditampung setiap peti. Banyak sekali. Jumlah yang lumayan pasti diangkut di atas kapal waktu itu. Tapi ayo kita pindah dari sini. Tidak baik tetap di bawah sinar matahari. Di mana kita bisa—? Aku tahu! Mari kita ke ruang makan siang di sebelah sana itu.”