Skip to content
Ketika Jurnalis Memerintah – Relift Media

Ketika Jurnalis Memerintah Bacaan non-fiksi jurnalisme

author _William T. Stead_; date _1886_ genre _Jurnalisme_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Seorang anggota parlemen, sekalipun dia suka bicara, tidak bisa melakukan pidato dalam sidang sebanyak redaktur menulis artikel dalam sepekan. Dan redaktur mencetak setiap kata, dan menyebarkannya ke hadapan jemaat besarnya. Pemerintahan oleh raja-raja menjadi usang di negara ini ketika Charles Stuart kehilangan kepalanya. Pemerin­tahan oleh Dewan Bangsawan binasa bersama Gatton dan Old Sarum. Mungkinkah pemerintahan oleh Dewan Rakyat bakal sama-sama menjadi jadul? Tanpa memasuki wilayah nujum yang suram dan berbahaya, cukuplah dicatat bahwa tren peristiwa-peristiwa sedang ke arah itu. Pemerintahan terus cenderung menurun. Bangsa-bangsa semakin tak sabar dengan para perantara di antara mereka di tengah pelaksanaan kekuasaan. Masya­rakat sedang mengubah pemerintahan melalui perwakilan ke pemerintahan melalui delegasi. Jika seorang deputi atau seorang anggota memberikan suara yang menentang ke­mauan para konstituennya, dia dicela sebagai perampas kuasa, meskipun dia tidak dipecat sebagai pengkhianat. Ber­dampingan dengan tendensi yang terus menguat ini adalah, dapat diamati, sebuah perkembangan ilmiah yang memung­kinkan realisasi aspirasi rakyat. Dunia nampak menyusut di bawah sentuhan Stephenson dan Faraday, Hoe dan Edison. Andai kita, seperti bangsa Jerman, biasa menandai tonggak pencapaian kita dengan waktu alih-alih dengan jarak, ini akan jauh lebih mudah direalisasikan. Kita semua adalah tetangga bersebelahan. Jika seseorang meninggikan suara, itu kedengaran dari Aberdeen sampai Plymouth. Oleh karena itu, sains telah merealisasikan untuk kita di abad 19 Wita­nagemot kuno leluhur Inggris kita. Parlemen-parlemen kita berkembang secara bertahap dari Folksmote desa Jerman, di mana setiap penduduk desa bebas untuk berbicara dan bebas untuk memberikan suara. Setidaknya secara teori, di masa awalnya, setiap orang merdeka bisa menghadiri Witan nasional. Baru ketika teritori meluas—teritori di mana warga-warga persemakmuran terpencar, dan bilangan mereka membengkak jauh di luar jarak dengar—muncullah sistem delegasi, yang, sebagai perkembangan terakhirnya, menghasilkan Dewan Rakyat yang baru-baru ini dipilih. Di beberapa kanton Swiss yang lebih primitif, kebiasaan kuno masih merata, dan seluruh demokrasi dewasa dipanggil me­lalui bunyi terompet tanduk untuk memperdebatkan dan memutuskan urusan persemakmuran ndeso. Di Inggris, kita sepertinya sedang berbalik ke tipe asli institusi-institusi Inggris. Telegraf dan mesin cetak telah mengubah Britania Raya menjadi agora raksasa, atau majelis seluruh komunitas, di mana pembahasan urusan Negara dilaksanakan dari hari ke hari dalam pendengaran seluruh masyarakat. Pembahasan dilaksanakan setiap hari, tapi Witan baru ini hanya bisa memberikan suara secara otoritatif satu kali dalam enam tahun. Karena biasanya memberikan suara secara bergantian dalam lobi-lobi berlawanan, jelas Dewan Rakyat sering tidak selaras dengan bangsa yang diwakilinya. Parlemen tiga tahunan sudah usang. Majelis perwakilan yang tak lagi mewakili para konstituennya sudah kehilangan tuju­an hidupnya. Itu adalah perampasan kuasa berbasis penipu­an. Tapi itu disabari, dan tuntutan agar lebih sering pemilu yang tadinya didorong dengan energik telah menjadi layu. Mungkin alasannya karena, walaupun otoritas sebuah Dewan yang tak lagi mewakili rakyat merupakan sebuah despotis­me, itu adalah despotisme yang diperlunak oleh Pers dan Mimbar. Yakni, dengan kata lain, bahwa absolutisme majelis terpilih dikendalikan dan diperintah oleh suara langsung para pemilih sendiri. Pers dan Mimbar, tentu saja, tidak bermakna kata-kata cetak sebuah suratkabar atau papan-papan kayu sebuah mimbar. Pers dan Mimbar hanyalah eks­presi yang dipakai untuk menunjukkan organ-organ yang melalui itu rakyat mengungkapkan kehendak, dan pertum­buhan kekuasaan Pers dan Mimbar mengindikasikan sejauh mana bangsa ini sedang menguasai pengelolaan dan peng­awasan langsung urusan-urusannya sendiri. Rahasia kekuasaan Pers dan Mimbar atas Dewan Rakyat adalah rahasia yang dengannya Dewan Rakyat mengendali­kan Dewan Bangsawan, dan pada gilirannya Dewan Bangsa­wan mengendalikan Raja. Mereka lebih dekat dengan rakyat. Mereka adalah eksponen pikiran nasional yang paling dekat dan paling jelas. Persinggungan langsung dan hidup dengan rakyat adalah sumber kekuatan mereka. Dewan Rakyat, yang dipilih satu kali dalam enam tahun, dapat dengan mudah tidak lagi bersentuhan dengan rakyat. Seorang wakil dapat berubah pikiran ke satu arah, dapil­nya dapat berubah pikiran ke arah lain, dan mereka dapat berangsur-angsur kehilangan semua titik kontak dengan satu sama lain, kecuali iuran, yang mana tidak berkurang, sampai mereka tidak memiliki banyak persamaan seperti antara Tn. Parnell dan para warga London. Si anggota, se­sudah terpilih, segera meninggalkan dapilnya, dan terjun ke dunia baru beratmosfer lain, baik moral, sosial, maupun politik. Tapi seorang redaktur, di sisi lain, harus hidup di antara rakyat yang opininya dia coba ungkapkan. Benar beberapa koran di provinsi-provinsi diredaksi dari London, dan apa hasilnya? Bahwa, secara luas, suratkabar yang di­redaksi di London adalah suratkabar belaka, tanpa bobot, pengaruh, atau karakter representatif. Di antara semua tulis­an omong-kosong yang ditulis di Fleet Street adalah me­nitipkan kita kepada “pemimpin” provinsi. Redaktur harus bersentuhan dengan para pembacanya. Dia harus menarik perhatian, atau dia tidak akan lagi dibaca. Oleh karena itu dia harus, seringkali berlawanan dengan kemauannya, menulis topik-topik yang dia tak pedulikan, karena jika tidak, publik akan beralih darinya ke rivalnya di seberang jalan. Ini, yang dalam satu arti adalah sisi jurnalisme yang merendahkan, dalam satu arti lain adalah sarana penjagaan dan peng­amanan. Sebuah suratkabar harus “berdebarkan aktualitas”; itu harus menjadi cermin yang memantulkan semua fase kehidupan yang senantiasa berubah-ubah di suatu tempat dan sekitarnya. Oleh karenanya, itu mewakili sebuah distrik yang tidak bisa dilakukan oleh seorang anggota dewan, sebab suratkabar—walaupun itu, seperti kata Tn. Morley, hari ini dan besok dilempar ke dalam oven—adalah sebuah halaman dari buku kehidupan kota yang di dalamnya tampil transkrip berharga berupa perkataan, pemikiran, dan perbuatan hari kemarin, sementara anggota dewan bisa saja orang asing, yang dipilih pada saat krisis untuk menuruti Tn. Gladstone atau Lord Salisbury terkait suatu isu yang sudah lima tahun mati dan tiada.
Judul asli : Government by Journalism<i=1r2EVawAEaAhQ_0HlYG7MMWBnwDlHLbL2 391KB>Government by Journalism
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Oktober 2022
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Ketika Jurnalis Memerintah

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2022)