Dari dasar jari keempat, tampak sebuah jari kelima yang berkembang sempurna, bergulung ke dalam menuju apa yang tadinya adalah telapak tangan, seolah-olah, semasa hidup, pemiliknya biasa menutupinya dari pengamatan.
Restoran “The Three Jolly Fishermen”—kau mungkin tahu itu terletak di tepi kiri Thames, dalam jarak tembak dari Richmond—nyaris kosong ketika Cleek, untuk menjawab surat pendek inspektur, berjalan-jalan ke sana, dan mendapati Narkom sedang menikmati tehnya sendirian di meja bundar kecil di celah menembak sebuah jendela anjur di ujung jauh ruang tamu privat kecil yang terletak persis di belakang ruang bar.
“Kawanku, maaf aku tidak menunggu,” kata inspektur, sewaktu sekutu terkenalnya masuk, nampak seperti atlet berdidikan perguruan tinggi dalam jas pelanel mendayung dan topi panama berpinggir miring, “tapi sebetulnya, kau sedikit terlambat kali ini, dan lagipula, aku betul-betul kelaparan.”
“Kau ikut bersalah atas keterlambatanku, Tn. Narkom,” kata Cleek, sambil melontarkan topi dan membuang puntung rokok yang sedang diisapnya lewat jendela terbuka. “Kau bilang dalam suratmu tak perlu tergesa-gesa, jadi aku memperindah saat-saat bersinar ini dengan satu putaran lagi menyusuri sungai. Tidak sering panggilan tugas membawaku ke Eden kecil seperti ini. Udara hari ini menenangkan seperti minyak balsem, dan sungainya—oh, sungainya benar-benar menyenangkan!”
Narkom membunyikan lonceng untuk memesan satu teko teh segar dan persediaan roti panggang mentega tambahan, dan, ketika hidangan ini tersaji, Cleek duduk bergabung dengannya.
“Aku berani bilang,” kata inspektur, langsung memberondong, “kau bertanya-tanya apa gerangan yang mempengaruhiku untuk membawamu kemari dan menemuiku, sobat, alih-alih mengikuti perjalanan seperti biasa dan mampir di Clarges Street? Well, sebetulnya, Cleek, pria yang akan kuhubungkan denganmu tinggal di sekitar sini, dan dalam posisi sedemikian rupa sehingga tak bisa meloloskan diri tanpa beresiko langkahnya ketahuan.”
“Huh! Dia dimata-matai, kalau begitu?” komentar Cleek. “Masalah timbul dari seseorang atau sesuatu di rumahtangganya sendiri?”
“Tidak, rumahtangga ayahnya. ‘Masalah’ itu, sejauh yang bisa kusimpulkan, tampak berasal dari ibu tirinya, seorang wanita muda dan amat cantik, yang lahir di pulau Jawa, di mana ayah klien kita ini bertemu dengannya dan menikahinya kira-kira dua tahun lalu. Dia ke sana untuk menyelidiki kebenaran pernyataan menakjubkan bahwa sebuah batu runik telah ditemukan dari penggalian di wilayah itu.”
“Ah, kalau begitu tak usah beritahu aku nama pria itu, Tn. Narkom,” sela Cleek. “Aku ingat betul kehebohan yang timbul akibat pernyataan konyol dan tak berdasar pada waktu itu. Terlepas dari fakta bahwa para cendekiawan dari semua negara meledek benda itu dan menguraikan bahwa istilah ‘rune’ sendiri berasal dari Teutonik, seorang pria tua antusias—Tn. Michael Bawdrey, pensiunan pembuat bir, haus akan sesuatu yang lebih tahan lama daripada ragi untuk mewariskan namanya sepanjang berabad-abad—terbakar antusiasme terhadap subjek itu, dan berangkat menuju Jawa dengan ‘berjalan kaki panas’, seperti orang bilang. Aku ingat, koran-koran mempermainkan orang itu besar-besaran; tapi kudengar, aku kira, tetap saja dia pak tua sayang dan patut dikasihi, dan sama sekali tidak seperti makhluk yang dilukiskan para kartunis.”
“Bagus sekali ingatanmu, sobatku Cleek. Ya, itu pihaknya; dan dia pak tua sayang dan patut dikasihi pada dasarnya. Dia mengoleksi tembikar kuno, senjata kuno, zirah kuno, segala macam barang aneh—banyak dari mereka palsu, sudah pasti; menarik dukun-dukun di antara para pedagang yang melewatkan kesempatan seperti itu—tidak pernah sebahagia saat memamerkan ‘koleksi’-nya kepada teman-temannya dan dikira sebagai manusia berwawasan mendalam oleh orang jahil.”
“Sifat dasar manusia, Tn. Narkom. Kita semua ingin sekali dunia memasang penilaian setinggi mungkin pada kita. Hanya ketika diremehkanlah kita keberatan. Jadi, pak tua sayang yang terpedaya ini, setelah gagal memperoleh ‘rune’ di Jawa, membawa pulang sesuatu yang sama-sama samar—seorang wanita? Apakah wanita pilihannya seorang pribumi atau cuma tinggal di pulau itu?”
Judul asli | : | The Riddle of the Ninth Finger<i=1pbgY8A_6GxhyS9uPRdK3zuzaF542q_yO 313KB>The Riddle of the Ninth Finger (1918) |
Pengarang | : | Thomas W. Hanshew |
Penerbit | : | Relift Media, Februari 2021 |
Genre | : | Detektif |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |