Sesekali aku menemukan contoh pengungkapan kebenaran dalam sebuah suratkabar kapitalis, yang tidak bisa dijelaskan oleh motif egois kompetitif apapun. Apa artinya? Jika kau bisa masuk ke dalam kantor itu, kau akan mendapati seseorang mempertaruhkan roti yang masuk ke dalam mulut anak-anaknya.
Beberapa tahun lalu Allan Benson menceritakan kesusahannya sebagai seorang jurnalis jujur; aku memintanya mengulang ceritanya untuk buku ini, dan dia menjawab:
Aku ragu apakah pengalamanku sebagai redaktur suratkabar harian akan berguna untukmu. Saat aku menjabat redaktur harian, aku meredaksi. Aku mencetak apa yang kusuka. Jika aku tidak bisa berbuat begitu, aku mengundurkan diri. Aku mengundurkan diri tanpa rekening bank yang bisa diandalkan—aku mengundurkan diri dalam keadaan bokek.Maaf aku mengesankan sahabatku Benson dalam mood yang tak komunikatif. Tesisku sama sekali tak terganggu saat aku mendengar bahwa beberapa redaktur mengundurkan diri; cukup jelas bagi akal paling tumpul sekalipun bahwa publik tidak terbantu ketika seorang manusia jujur mengundurkan diri, dan seorang bajingan atau penjilat mengambil tempatnya. Aku bukan salah satu dari radikal-radikal picik itu, yang percaya bahwa syaraf saku para pekerja adalah satu-satunya syaraf, atau bahkan syaraf utama, yang olehnya mereka akan tergerak untuk bertindak. Aku tahu hati nurani para wartawan berontak sepanjang waktu. Sesekali aku menemukan contoh pengungkapan kebenaran dalam sebuah suratkabar kapitalis, yang tidak bisa dijelaskan oleh motif egois kompetitif apapun. Apa artinya? Jika kau bisa masuk ke dalam kantor itu, kau akan mendapati seseorang mempertaruhkan roti yang masuk ke dalam mulut anak-anaknya, sepatu yang dipasang ke kaki mereka, agar kecurangan Jurnalisme Kapitalis sedikit kurang curang; kau akan mendapatinya pergi kepada bosnya dan memaksakan pendapat: “Aku tidak akan mendukung itu. Jika itu masuk, aku keluar.” Biasanya, sayang sekali, dia keluar—dan ini mengurangi keinginan yang lain untuk memperjuangkan kejujuran dalam berita. Satu tujuan buku ini adalah untuk mengadvokasi serikat pekerja suratkabar, agar mereka membuat tuntutan sebagai sebuah organisasi, dan bukan sebagai individu tak berdaya. Peristiwa-peristiwa bergerak cepat dewasa ini; selagi menulis, aku mendengar sudah ada “News-Writes’ Union” di Boston, dan satu di New Haven; ada satu sedang dibentuk di Omaha, satu di Louisville, satu di Seattle, satu di San Fransisco. Di Louisville, “Courier-Journal” dan “Times” memperingatkan staf mereka bahwa bergabung dengan serikat otomatis sama dengan pengunduran diri. Di San Fransisco, aku diberitahu oleh seorang redaktur di kota itu, gerakan tersebut “dilaksanakan secara cepat dan diam-diam di awal; koran petang diorganisir seratus persen, koran pagi sekitar lima puluh persen”. Lalu para penerbit mendengar kabar angin soal itu, dan mengadakan pertemuan rahasia di St. Francis Hotel. “Si penyokong organisasi buruh dan hak-hak kelas pekerja yang tak kenal takut, yakni William Randolph Hearst, lebih suka melaksanakan program besar perbaikannya tanpa berkonsultasi dengan para pembantu dan budaknya.” “Chronicle”, korannya “Mike” De Young, mengambil sikap yang sama; jadi—
Pada pagi sesudah pertemuan, setiap orang di kedua koran yang telah menandatangani gulungan piagam proposal asosiasi diminta untuk mengakui kesalahan dengan kaki berlutut, atau untuk maju dan mendapatkan rotinya dengan beliung dan sekop. Sebagian melakukan dan sebagian tidak—segala kehormatan untuk yang tidak... Sudah pasti para penerbit koran pagi akau bertarung mati-matian.Informanku lantas menceritakan sikapnya sendiri. Kau ingat ucapan abadi Rektor Eliot dari Harvard, bahwa “pahlawan Amerika” sejati di zaman kita adalah “penipu”. Apa yang dirasakan “pahlawan Amerika” sejati ini tentang dirinya sendiri? Simak:
Dan aku? Well, pak tua, aku agak malu mengakui bahwa saat ini aku sedang menjaga roti dan mentegaku, dan menatap masa depan dengan satu mata tertuju pada peluang bos dan peluangku sendiri, dan dalam hatiku mengutuk kondisi yang menjadikanku pembelot pasti. Aku mengambil sedikit lebih dari empat puluh masing-masingnya, aku dalam kedudukan terbaik, saat ini—dan dengan kemungkinan menjadi kepalanya sebentar lagi, dan dengan kemajuan pasti dalam bayaran maupun peringkat. Sekarang apa? Haruskah aku meminta Polly mendukung kita dan ikut-ikutan dalam permainan besar, haruskah aku makan roti pahitku sendiri?... Aku tahu ini, bahwa gerakan serikat tidak akan sukses besar saat ini, bahwa siapapun yang bergabung dengannya secara terlalu mencolok akan bertarung melawan para pemilik selama sisa hidupnya, dan bahwa serikat tidak bisa memberiku manfaat apa-apa dari sudutpandang manapun.Kau ingat, dalam ceritaku tentang “Los Angeles Times” aku menyebutkan seorang wartawan muda, Bob Harwood, yang memberitahuku soal tipu muslihat “Los Angeles Times”. Harwood kini di San Fransisco, di mana kau dapat melihatnya lagi sekilas.
Bob menyuruh mereka semua pergi ke neraka, dan kini sedang aktif berorganisir. Sebentar lagi akan datang tambahan pada keluarga Harwood. Untuk apa komentar lebih jauh?Dan kemudian, mari kita lihat apa yang terjadi di sisi lain benua. Di New Haven, “Serikat Penulis Berita” melakukan aksi mogok, dan sambil mogok mereka menerbitkan koran mereka sendiri! Di Boston, “Serikat Penulis Berita” mendeklarasikan mogok kerja, dan memenangkan semua tuntutan. Kebetulan mereka mendengar—jika mereka belum tahu itu—bahwa suratkabar-suratkabar Boston tidak mempublikasikan berita tersebut! Suratkabar-suratkabar itu tidak mempublikasikan berita tentang aksi mogok para Penulis Berita; ketika aksi mogok diselesaikan, berdasarkan pengakuan akan serikat, tak satupun suratkabar Boston mempublikasikan syarat penyelesaian!
Judul asli | : | The Press Set Free<i=160Ea3MmLV1fb5T6_4vGIcIYwsWFxAb1P 460KB>The Press Set Free (1920) |
Pengarang | : | Upton Sinclair |
Penerbit | : | Relift Media, November 2024 |
Genre | : | Jurnalisme |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |