
Pada tahun-tahun ketika aku menjabat redaktur kota New York World, aku bergaul akrab secara rahasia dengan mendiang Joseph Pulitzer (sang kreator properti besar [New York] World) dan mengamati bahwa sumber kebanggaannya akan suratkabar miliknya adalah kepercayaannya bahwa kolom-kolom beritanya sama sekali tak berbias. “Berperanglah di kolom-kolom editorial,” Tn. Pulitzer suka bilang. “Jaga berita tetap tanpa corak. Biarkan kolom-kolom berita selalu memperlakukan lawan-lawan kita lebih baik lagi daripada kawan-kawan kita. Jangan pernah menolerir diskriminasi sekecil apapun terhadap orang-orang atau perkara-perkara yang kita serang secara editorial. Jangan campur kebijakan berita dengan kebijakan editorial.” Bahkan saat itu kepercayaan Tn. Pulitzer terhadap aturan praktek ini lebih besar daripada yang sebenarnya kalau bukan karena kemalangan kejam yang merampas kesenangannya membaca suratkabarnya. Sebelum dia mati, doktrin independensi berita miliknya telah menjadi hampir sebuah tradisi. Hari ini itu nyaris bukan sebuah kenangan—di kantor suratkabarnya, atau praktisnya suratkabar manapun. Ini adalah kekuatan paling dahsyat tiada banding dalam kehidupan modern, besar dan tak tertahankan sekaligus halus, dan hampir tak ada perhatian diberikan padanya atau pada revolusi-revolusi yang sedang dikerjakannya. Setiap hari sepanjang tahun, beberapa ribu suratkabar bukan (dalam frasa lama) mencetak opini publik melainkan menyelewengkan dan meracuninya. Seringkali tanpa sadar; kadang dengan sadar dan dengan enggan tapi selalu di bawah tekanan sebuah kondisi yang sangat tak bisa ditawar-tawar sehingga tidak menyisakan pilihan. Sebuah perubahan besar dan luar biasa terjadi pada bisnis suratkabar dalam 30 tahun terakhir. Redaktur dan penulis editorial telah turun takhta. Kontrol riil atas pikiran dan tindakan publik kini terletak pada pensil reporter dan penulis tajuk utama. Dengan sedikit pengecualian, kini tak seorangpun membaca atau mempedulikan editorial. Fakta bahwa itu adalah sebuah ekspresi pendapat telah mematikan semua minat pembaca rerata. Publik Amerika tak lagi peduli pada pendapat siapapun; mereka telah secara pasti membentuk kebiasaan untuk membuat pendapat mereka sendiri. Kini tak ada orang yang berkata, “Aku lihat redaktur Tribune berpikir begitu dan begitu.” Apa yang pembaca suratkabar katakan adalah, “Aku lihat Presiden Wilson telah meneken RUU tarif,” lantas dia meluncur ke dalam opini yang menurutnya jauh lebih baik daripada opini redaktur manapun di bumi. Ada sekelompok suratkabar yang besok akan memiliki, katakanlah, sepuluh juta pembaca. Ada sebuah peristiwa yang akan dilukiskan oleh semua suratkabar. Setengah lusin kata yang ditambahkan pada liputan mereka tentang itu akan menciptakan dalam benak setiap pembaca sebuah kesan tertentu yang tentu saja akan menjadi dasar untuk sepuluh juta opini. Bagaimana kalau apa yang ditambahkan itu tidak benar, jahat, atau diselewengkan dengan sengaja menuju tujuan tertentu. Tak ada pembaca yang akan tahu demikian keadaannya. Terus ada sepuluh juta opini tak benar yang dihasilkan dalam satu momen, sudah pasti akan bertahan lama, sangat mungkin akan membuahkan suatu tindakan, dan semuanya mungkin menghasilkan keburukan. Aku akan berikan satu contoh kecil dari berita mutakhir. Ketika Ny. Emmeline Pankhurst, suffragis militan dari Inggris, mendarat di New York Oktober lalu, para petugas imigrasi lokal menahannya dan memerintahkan dia dideportasi dengan alasan telah dipidana atas kejahatan “yang melibatkan kekejian moral”. Pelanggarannya, atau diduga pelanggarannya, adalah bahwa dia, menurut putusan pengadilan Inggris, telah “menghasut seseorang untuk menghancurkan properti”. Dia berbuat ini, kalaupun itu terjadi, dalam proses pergolakan untuk mereformasi undang-undang pemilu Inggris, dan satu-satunya pertanyaan yang bisa dipertimbangkan adalah apakah ini sebuah “kejahatan yang melibatkan kekejian moral” atau apakah itu sebuah pelanggaran politik, yang untuk itu undang-undang kita tak pernah menghalangi siapapun mendarat di pantai kita. Para petugas imigrasi di New York memegang, atau katanya memegang, ide “kekejian moral”. Nyatanya, mereka sudah memutuskan dari awal untuk melarang masuk Ny. Pankhurst sebelum dia berlayar dari sisi lain [Atlantik]. Sebuah banding dibawa ke pihak berwenang di Washington. Pihak ini mencabut keputusan dewan setempat dan mengizinkan Ny. Pankhurst mendarat. Sebuah suratkabar New York dalam korespondensi Washington-nya yang mewartakan pencabutan ini berhasil—dengan keterampilan dan seni yang hebat—menyampaikan kesan bahwa sebelum Presiden Wilson mengizinkan Ny. Pankhurst mendarat, dia telah menuntut janji dari Ny. Pankhurst untuk tidak mengajarkan militansi di AS. Perhatikan, si koresponden tidak menegaskan ini, sebab penegasan semacam itu akan tidak masuk akal. Presiden Wilson tidak berhak menuntut janji demikian sebagaimana dia tidak berhak menuntut janji agar Ny. Pankhurst tidak memakai rambut palsu. Tapi dengan penenunan kata-kata secara terampil, laporan berita itu begitu dimanipulasi sehingga menciptakan kesan demikian dalam benak pembaca manapun yang tidak berpengetahuan tentang hukum dan hakikat proses hukum kita.
Judul asli | : | The Keeping of the Kept Press<i=1PfIKPHeNhQ9m-__WrPsxNixK9wpVGzWz 314KB>The Keeping of the Kept Press (1914) |
Pengarang | : | Charles Edward Russell |
Penerbit | : | Relift Media, Oktober 2024 |
Genre | : | Jurnalisme |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |