Maka dia mengutus seseorang untuk memanggil seorang Yahudi yang hidup di zamannya dan yang menguasai kedua bahasa, dan dia memberinya perintah untuk menerjemahkan buku itu, karena dia khawatir jika seorang Arab sampai menerjemahkannya, orang itu bakal mati.
Ketika Browning mencatutkan pada Rabbi ben Ezra kata-kata “Masa Depan yang mungkin kuhadapi, kini sudah kubuktikan adalah Masa Lalu”, dia menulis lebih baik dari yang dia tahu, sebab tak ada cendekiawan abad 12 yang membuktikan Masa Lalu secara lebih tuntas dibanding dirinya, dan tak banyak yang bisa menghadapi Masa Depan dengan keyakinan lebih besar dibanding dirinya. Kemungkinan besar dilahirkan di Toledo antara 1093 dan 1096, dia jadi dikenal sebagai salah satu orang terpelajar di masanya dan merupakan pengarang banyak buku, cendekiawan yang banyak bepergian, penyair, dan orang berpengaruh. Dia wafat pada 1167, kemungkinan besar di Rouen atau di Roma.
Di antara banyak lini riset yang ditempuh oleh Rabbi ben Ezra, salah satu yang paling menarik bagi penstudi sejarah matematika adalah yang berkenaan dengan pengenalan astronomi dan perhitungan India/Hindu ke dalam peradaban Arab. Perihal aktivitas luar biasa abad ke-7 yang membuahkan penggabungan banyak sekali suku nomaden ke dalam satu kekaisaran kuat, kita punya pengetahuan berlimpah; perihal pembukaan zaman emas peradaban Muslim dan pengembangannya di bawah para khalifah Baghdad pada abad 8 dan 9, kita punya rekaman-rekaman terotentikasi; perihal aliran masuk peradaban Yunani melalui penerjemahan karya-karya klasik Alexandria dan Athena, kita punya saksi berupa sejumlah besar manuskrip dalam koleksi-koleksi besar Eropa dan Amerika; tapi perihal detil-detil pengenalan matematika India/Hindu ke kawasan Mesopotamia, kita masih butuh informasi lebih lanjut. Tentu saja, kita punya informasi anyar mengenai subjek ini melalui tulisan-tulisan Severus Sebokht, seorang cendekiawan keagamaan abad 7, tapi persoalan ini masih jauh dari terpecahkan.
Di antara sumber-sumber awal yang menerangkan situasi ini, dan yang masih belum diketahui oleh kebanyakan cendekiawan Eropa dan Amerika, adalah laporan Rabbi ben Ezra tentang asal-usul sains Arab, yang disampaikan dalam pendahuluan untuk terjemahannya ke dalam bahasa Ibrani atas sebuah buku yang ditulis oleh Muhammad bin Aḥmed al-Bîrûnî (973-1048) mengenai tabel-tabel astronominya Muhammad bin Mûsâ al-Khwarizmi. Kendati ditulis dalam bahasa Arab, karya al-Bîrûnî ini dikenal hanya melalui dua manuskrip Ibrani terjemahan ben Ezra, satu di Bodleian Library dan satu lagi, dengan pendahuluan oleh Rabbi ben Ezra, di perpustakaan di Parma. Judul Ibrani risalat itu adalah Ta’amê Lûchôth al-Khowârezmî, dan porsi yang meliputi pendahuluan dan paragraf-paragraf pembuka buku itu sendiri diterbitkan oleh Steinschneider pada 1870, beserta terjemahan Jerman untuk bagian utama teks.
Lantaran hanya sebagian dari karya penting ini terbit dalam bahasa modern apapun, dan itu dalam bahasa Jerman, perlu sekali menerjemahkan semua fragmen dari teks Ibrani, sebab ini adalah bagian yang berkenaan dengan pengenalan matematika India/Hindu di kalangan bangsa Arab. Dalam berbuat demikian, kami akan memanfaatkan terjemahan Jerman-nya Steinschneider hanya untuk maksud perbandingan dalam catatan-catatan.
Terkait akurasi historis pernyataan-pernyataan Rabbi ben Ezra dalam pendahuluan terjemahannya, sudah dikatakan bahwa diragukan dia pernah mengunjungi India, tapi ini tidak perlu sama sekali. Dia sama telitinya dengan penulis manapun di masanya, ilmuwan dengan reputasi tinggi, penstudi sejarah sains, dan orang yang kurang cenderung menerima tradisi belaka daripada umumnya. Bisa diekspektasikan dari reputasinya bahwa dia akan sudah memeriksa sumber-sumber Arab terbaik yang tersedia, kendati saat ini kita cuma tahu sedikit tentang apa saja sumber-sumber itu, dan kendati tak satupun manuskrip yang sudah diterjemahkan sampai sekarang menerangkan persoalan tersebut.
Berikut ini adalah terjemahan dari pendahuluan yang ditulis oleh Rabbi ben Ezra:
“Dengan Nama Yang Maha Suci dan Maha Mulia, yang kepada pertolongan-Nya aku bertawakal, berbicara Abraham bin Ezra si Spanyol. Di zaman kuno tidak ada hikmah dan tidak ada agama [hakiki] di kalangan bani Ishmael, para penghuni kemah, sampai sang [penulis] al-Quran datang dan memberi mereka dari hatinya sebuah agama baru.
“Sesudah dia, muncul banyak orang bijak di kalangan mereka, yang menulis banyak buku mengenai hukum-hukum mereka; tapi terakhir muncullah seorang raja agung di bani Ishmael, bernama as-Saffah, yang mendengar bahwa ada banyak sains/ilmu di India. Dan dia memberi perintah untuk mencari seorang cendekiawan yang menguasai bahasa India dan bahasa Arab, supaya menerjemahkan untuknya salah satu dari buku-buku hikmah mereka, walaupun dia khawatir malapetaka akan menimpanya, karena ilmu-ilmu profan di bani Ishmael [saat itu diizinkan] dalam kitab al-Qur’an saja, dan apapun ilmu-ilmu yang mereka terima [melalui tradisi] [diyakini] ada di dalamnya. [Dia sudah dengar bahwa] di India terdapat sebuah buku, yang amat penting di majelis-majelis kerajaan tersebut, yang disusun dalam bentuk cerita-cerita yang dicatutkan pada mulut makhluk-makhluk bisu, banyaknya gambar menjadikan buku itu sangat bernilai di mata pembaca. Dan judul buku itu adalah Kalilah wa Dimnah, yang berarti Singa dan Banteng, karena gerbang pertama dari buku tersebut merujuk pada mereka. Dan raja yang disebutkan di atas berpuasa 40 hari, berharap bertemu malaikat mimpi yang bakal mengizinkannya menerjemahkan buku itu ke dalam bahasa Arab. Lalu dia mengalami sebuah mimpi yang selaras dengan pikirannya. Maka dia mengutus seseorang untuk memanggil seorang Yahudi yang hidup di zamannya dan yang menguasai kedua bahasa, dan dia memberinya perintah untuk menerjemahkan buku itu, karena dia khawatir jika seorang Arab sampai menerjemahkannya, orang itu bakal mati. Dan ketika dia melihat betapa bagusnya buku itu, dan memang demikian, dia dikuasai oleh keinginan untuk tahu lebih banyak. Lalu dia memberi kekayaan besar kepada si Yahudi agar melakukan perjalanan ke kota Arin di khatulistiwa, di bawah tanda/rasi Domba Jantan dan Libra, di mana siang sepanjang tahun sama dengan malam, [berpikir] ‘Mudah-mudahan dia akan berhasil mendatangkan salah satu orang bijak mereka kepada raja’. Dan si Yahudi pergi [ke sana] dan menggunakan banyak dalih, sehingga kemudian, untuk sejumlah besar uang, salah satu orang bijak Arin setuju mendatangi raja, dan si Yahudi bersumpah kepadanya bahwa dia tidak akan menahannya lebih dari setahun dan bahwa dia akan memulangkannya ke kampung halaman. Lalu cendekiawan ini, yang namanya adalah KNKH, dibawa kepada raja dan mengajari orang-orang Arab basis-basis bilangan, yakni kesembilan angka.
“Dari mulut si orang terpelajar itu, melalui si Yahudi [sebagai] seorang penerjemah bani Ishmael, seorang cendekiawan bernama Jakob bin Sharah menerjemahkan buku tabel-tabel ketujuh planet dan penciptaan bumi, derajat kenaikan, pendirian rumah-rumah, dan pengetahuan bintang-bintang atas dan penggelapan cahaya-cahaya. Penjelasan tentang hal-hal ini tak dikemukakan dalam buku, hanya operasi-operasi berbentuk aturan-aturan yang harus diterima berdasarkan keyakinan. Gerak rerata planet-planet dihitung menurut metode-metode India/Hindu, siklus mereka (yang dinamakan Hazervan) sama dengan 432.000 tahun.