
Adam bukan manusia pertama! Manusia—seluruh bangsa-bangsa manusia—manusia beradab, tidak saja hidup sebelum periode yang biasanya dinisbatkan pada Adam dan Hawa (isterinya), tapi hidup sekurangnya 35.000 lampau, dan, dengan probabilitas lebih besar lagi, 100.000 tahun lampau. Fakta ini, kendati tampak mengherankan bagi massa pembaca dangkal, begitu jelas dan gamblang sehingga dapat dibuktikan semudah seorang ahli geometri hebat mampu memecahkan soal Euclid ke-35. Ribuan tahun sebelum tahun 4.004 SM—tahun penciptaan dunia menurut sistem kronologi Kristen dan Ibrani—Dataran Asia, yang baru-baru ini kujelajahi (seraya mengumpulkan materi untuk seri buku, di mana buku ini adalah yang pertama), dipenuhi dan disesaki oleh, bukan hanya pusat-pusat kehidupan beradab padat penduduk, tapi juga oleh puing-puing puluhan kota, kenangan dari kota-kota yang namanya dan orang-orang yang dulu tinggal di dalamnya sudah dilupakan atau mungkin tak pernah diketahui oleh para penghuni itu, yang puing-puingnya kini kita gali dari pasir tandus dan gurun membara—rekaman bisu tapi fasih bahwa
“Pada suatu ketika ada sebuah kaum aneh dan kuat.”Aku ikut percaya dengan Luke Burke, yang karya-karyanya kumanfaatkan dalam bagian kedua jilid ini (dan yang kepadanya kusampaikan terimakasih tulus atas privilese luar biasa itu), bahwa “Sejarah”, khususnya Sejarah Kuno, sekurangnya dalam beberapa porsinya, sangat hampir tidak bisa diandalkan sama sekali; dan untuk menemukan, meralat, dan membuktikannya, akal-akal agung seperti akalnya Neibuhr, Baron Bunsen, dan Luke Burke telah dicurahkan melewati tahun-tahun panjang dan penuh kerja keras. Untuk Amerika kita tercinta tapi tak dihargai oleh massa, aku sudah mengerjakan tugas serupa, dalam hal jenis dan niat meski barangkali tidak dalam hal kualitas, kecermatan, atau cakupan, dengan tugas jaya yang dilaksanakan oleh dua pahlawan pertama di atas (Neibuhr dan Baron Bunsen), dua pahlawan sebuah medan tempur yang lebih besar daripada yang pernah diinjak barisan balatentara, dan dua pahlawan yang sekarang sedang, mari kita berharap dan percaya, mengumpulkan jenis dafnah baru dan lebih baik di
Negeri-negeri di luar banjir yang membengkak, kerajaan di atas lautKematian; dan pahlawan ketiga (Luke Burke), yang menjadi aib abadi bagi Literatur Inggris, kini sedang bekerja keras untuk Dunia dan memperjuangkan kebenaran, melawan rintangan dan antagonisme yang begitu hebat dan sengit sampai-sampai setiap hati yang benar dan jujur merinding oleh tontonan kontestasi dahsyat dan tak seimbang yang menyedihkan. Ciptakan mortir kejam, dan Inggris akan menjadikanmu ksatria berikat garter! Curahkan hidup untuk sastra atau sains, dan Inggris dengan seringai menyuruhmu kelaparan! Jadilah William Armstrong, dan Inggris akan mengucurkan jutaan ke pangkuanmu! Jadilah Luke Burke, dan kau tak bisa mengumpulkan uang secukupnya untuk mencetak sehelai pamflet sebulan sekali, walaupun pamflet itu memuat kebenaran-kebenaran yang sejuta kali lebih berharga untuk ras manusia daripada lima puluh ribu meriam Armstrong! Tapi inilah takdir kejeniusan; inilah jalan dunia. Mari berharap tidak akan senantiasa demikian! Burke membuat penemuan independen tentang kepurbakalaan panjang manusia, di sebuah medan yang mana bukan cuma geolog, etnograf, atau antiquarian bermimpi untuk menjelajahinya; sebab dia mendemonstrasikan usia struktur-struktur Siklopea Yunani dan Etruria (yang substansinya dimuat di sini) dan menemukan banyak hukum materi, pikiran, dan semesta yang baru. Imbalan untuknya atas demonstrasi-demonstrasi orisinil ini adalah praktisnya “kerak dan loteng”! William Armstrong menemukan sebuah meriam tua di Warwick Castle dan versi aslinya di Hall of Arms di Malta, di mana aku sendiri melihatnya pada 1862. Dia menangkap ide yang mereka kandung; dia membuat sebuah meriam mengikuti pola fusil-fusil tua ini—sebuah meriam yang jauh lebih berbahaya untuk kawan-kawan di belakang daripada untuk lawan-lawan di depan, pada jarak atau laju berapapun; dia menamainya dengan namanya sendiri, dan alhasil bergelimang kekayaan ksatria. Matahari yang terbit di atas Golgota dan beristirahat di atas Galileo, kini memancarkan sinarnya pada Burke, dan melayu, tapi syukurlah tidak bisa menghancurkan total. Mohon pembaca memaklumi penyampaian rasa terimakasih ini kepada seorang manusia hebat. Aku bermaksud menulis tentang manusia Pra-Adamit. Dalam kolom Tribune New York, musim panas 1855, kalau tak salah terbit sebuah artikel yang dibaca dan diabaikan tanpa pikir panjang oleh kira-kira jutaan orang, tapi yang, sebagai pengaruh akhirnya terhadap pikiranku, mengubah seratus persen arus hidupku—khususnya kehidupan intelektualku. Artikel tersebut dikutip sebagian di sini dari ingatanku, tapi cukup tepat: “Dalam penggalian salah satu dari 95 sumur artesis di seantero Delta Mesir oleh para insinyur Prancis atas perintah Wizurai Turki, si pengebor bersentuhan dengan apa yang ternyata patung raksasa Ramses, atau Ramses II, sang Sesostris agung, yang hidup sekitar 1.350 SM menurut sebuah narasumber Egiptologis, dan 1.400, 1.800, dan 2185 SM menurut narasumber lain. Boleh jadi semuanya salah. Dasar patung ini kira-kira 12 kaki di bawah permukaan; dan penemuannya menerangkan sebuah persoalan yang sengaja diselubungi kegelapan oleh para Rabbi agama Yahudi. Setelah mencapai dasar patung, mereka terus mengebor, dan dari kedalaman tambahan 32 kaki, si pengebor membawa banyak fragmen tembikar ke permukaan, yang beberapanya membuktikan citarasa dan seni tinggi dalam strukturnya. Nah, menurut Lepsius dan para Egiptolog lain, laju kenaikan vertikal dasar Delta, akibat luapan sungai tersebut, adalah rata-rata 3,5 inchi per abad. Oleh sebab itu, potongan tembikar ini pasti dibuat oleh tangan manusia-manusia beradab 13.500 tahun lampau!”
Judul asli | : | Pre-Adamite Man: Preface & Introductory<i=1HSmhCN--lFQLCiUcQ4IQyfnux0HH6AN_ 380KB>Pre-Adamite Man: Preface & Introductory (1863) |
Pengarang | : | Griffin Lee |
Penerbit | : | Relift Media, Februari 2024 |
Genre | : | Sejarah |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |