Di Zaman Pertengahan, jabatan-jabatan tinggi dianugerahkan oleh para Paus kepada orang-orang Yahudi, dan di Spanyol Katolik mereka bahkan dijadikan uskup dan uskup agung. Di Prancis, kaum Yahudi mencari uang untuk Perang Salib.
Lantas, siapa dan apa Yahudi, manusia luar biasa ini yang selama seratus tahun terakhir meraih posisi sedemikian tinggi di seluruh dunia beradab?
Di antara semua sejarah dunia kuno, tidak ada yang lebih meyakinkan, lebih mudah untuk disadari, daripada sejarah pengembaraan patriark Abraham. Ini adalah kisah 4.000 tahun lampau, ini adalah kisah hari kemarin, ini adalah kisah hari ini. Suku Badui Arab beserta kaum wanita mereka dan anak-anak dan kawanan ternak mereka yang berpindah-pindah di gurun dari satu padang rumput ke padang rumput lain adalah sebuah pemandangan yang masih lazim terlihat—sebagian dari kita bahkan telah merasakan keramahtamahan di kemah-kemah hitam para nomaden penggembala ini, di mana anak sapi dan anak kuda dan anak kecil berjubel bersama seperti di masa Abraham. Suku tersebutlah yang mengembara ke arah utara dari kota Ur di pinggir gurun di tepi kanan Eufrat, ke arah utara menuju Padan Aram di kaki Dataran Tinggi Armenia; 600 kilometer dalam garis lurus, 1.500 kilometer jika kita perhitungkan belokan sungai dan pencarian padang rumput. Dari Padan Aram, suku ini pergi ka arah barat menuju Kanaan, dari sana ke selatan menuju Mesir dan kembali lagi ke Kanaan. Mungkin nama-nama para patriark digunakan untuk mengindikasikan periode, tapi seberapa mungkin pun itu, perjalanan-perjalanan ini, yang panjang dan diperumit oleh beban kawanan ternak, menempati ruang yang besar dalam waktu; selain itu ada perhentian-perhentian panjang, pendiaman-pendiaman selama berabad-abad di berbagai negara yang dilintasi, yang selama itu perkawinan antar bangsa terjadi dengan bangsa-bangsa amat beradab yang berkontak dengan para pengembara.
Kisah Alkitab, etnologi, studi tengkorak dan tipe rasial, semua menunjuk pada fakta bahwa bangsa Yahudi, keturunan suku Yudah dan suku Benyamin, menyatukan dalam diri mereka lima kualifikasi besar yang Houston Stewart Chamberlain anggap penting untuk pembentukan sebuah ras kuat. Kesatu, sebagai awal, leluhur yang kuat. Ini Yahudi miliki dalam kemuasalan Arab-nya. Tentu saja, tak ada tipe yang pernah segigih tipe Badui Arab gurun itu, hari ini dia sama seperti ribuan tahun lampau. Kedua, perkawinan sebangsa. Ketiga, perkawinan sebangsa itu tidak sembarangan tapi dilakukan secara teliti, yang terbaik hanya kawin dengan yang terbaik. Keempat, perkawinan campur dengan ras atau ras-ras lain. Kelima, di sini lagi-lagi seleksi teliti adalah esensial. Ras Yahudi, yang dibangun di bawah semua kondisi ini, sekalinya terbentuk, dijaga tetap murni dan tak tercemar, sebagaimana sudah kita lihat. Apa yang terjadi ketika hukum-hukum ini tidak ditaati, para bastar republik-republik Amerika Selatan—khususnya Peru—menyediakan contoh mencolok.
Di zaman Republik Romawi, pengaruh bani Israel sudah terasa. Sungguh aneh membaca Cicero, yang mampu membentakkan celaan-celaannya tentang seorang Catiline, menurunkan suaranya di gedung-gedung pengadilan ketika dia berbicara tentang orang-orang Yahudi dengan nafas tertahan agar tidak mendatangkan ketidaksenangan mereka. Di Zaman Pertengahan, jabatan-jabatan tinggi dianugerahkan oleh para Paus kepada orang-orang Yahudi, dan di Spanyol Katolik mereka bahkan dijadikan uskup dan uskup agung. Di Prancis, kaum Yahudi mencari uang untuk Perang Salib—Rudolph dari Habsburg mengecualikan mereka dari hukum biasa. Di semua negara dan abad, Yahudi adalah orang yang ahli. Tidak tak pernah lebih kuat daripada hari ini. Chamberlain menggolongkan Yudea sebagai negara kuno ketiga yang bersama Yunani dan Romawi berpengaruh nyata dalam pengembangan peradaban kita. Tidaklah memungkinkan dalam batasan ulasan ringkas ini untuk menggambarkan perhatian luar biasa Chamberlain dalam bab khusus tentang kaum Yahudi dan masuknya mereka ke dalam sejarah Barat. Aku sudah isyaratkan bahwa aku tidak setuju dengan beberapa kesimpulannya; tapi aku menyertainya dalam apresiasinya terhadap ketunggalan tujuan yang keras kepala dan konsistensi bandel yang telah menjadikan Yahudi seperti sekarang. Yahudi kuno bukanlah prajurit—orang-orang asing menyediakan pengawal untuk rajanya. Dia bukan pelaut seperti sepupunya, bangsa Fenisia; bahkan dia ngeri dengan laut. Dia bukan seniman—dia terpaksa mengimpor para perajin untuk membangun Kuil-nya—pun dia bukan petani, atau pedagang. Lantas apa yang memberinya kepercayaan diri luar biasa, kekerasan karakter, yang bisa mengatasi setiap kesulitan, dan menang atas kebencian ras-ras lain? Yakni kepercayaannya pada kitab-kitab suci hukum, Taurat; keimanannya pada janji-janji Yehovah; kepastiannya bahwa dirinya tergolong bangsa pilihan Tuhan. Pengaruh kitab-kitab Perjanjian Lama memang luas, tapi itu tidak menjalankan pengaruh lebih banyak daripada dalam pembentukan karakter Yahudi. Jika itu begitu berarti untuk orang Kristen, apa artinya itu untuknya? Itu adalah agamanya, sejarah rasnya, dan silsilah perorangannya, semua dalam satu. Tidak! malah lebih dari itu. Itu adalah dokumen bukti perjanjiannya dengan Tuhannya.
Judul asli | : | Who and what is the Jew?<i=1ImpO6KmhQUKaNbuoT8fD9tS916YbhIBI 211KB>Who and what is the Jew? (1911) |
Pengarang | : | Algernon Bertram Mitford |
Penerbit | : | Relift Media, Oktober 2023 |
Genre | : | Sosial |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |