Skip to content
Penari Golgota – Relift Media

Penari Golgota Cerita fiksi misteri

author _Manly Wade Wellman_; date _1937_ genre _Misteri_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ Mereka sedang melompat-lompat riang di sekeliling sebuah objek tengah—sebuah salib terbaring. Kepada salib ini sepasang makhluk merah muda—total jadi empat belas—berlutut dan mengayunkan palu atau godam yang terlihat seperti balok, memaku sesosok manusia. Suatu kali aku pergi ke Museum Seni untuk melihat per­tunjukan khusus cetakan-cetakan Goya, tapi galeri ter­sebut sangat ramai sampai aku hampir tak bisa masuk, apa­lagi melihat atau menikmati apapun, makanya aku keluar lagi. Aku berkeliling di sayap-sayap lain berisi baris-baris lukisan minyak, patung-patung Yunani dan Romawi, porse­len-porselen Oriental, dewa-dewa Mesir. Akhirnya, secara kebetulan dan tidak disengaja, aku sampai ke kepala sebuah tangga belakang. Para penggemar museum akan tahu tangga yang kumaksud bila kuingatkan bahwa The Isle of the Dead karya Arnold Böcklin bergantung pada dinding pendaratan­nya. Aku mulai menuruni, menikmati sejak dini kesan yang bakal dihasilkan oleh lukisan Böcklin dengan batu-batu cokelat tinggi dan poplar-poplar hitamnya, langit tengah malam dan lapisan laut suramnya, satu sosok putih tegaknya di haluan sampan yang moncong ke pantai. Tapi, selagi aku turun, ternyata The Isle of the Dead tidak ada di posisi biasa­nya pada dinding. Di tempatnya, menawan bahkan dalam penerangan buruk dan dari sudut atas tangga, bergantung sebuah lukisan berbingkai emas yang belum pernah kulihat atau kudengar selama tahun-tahunku menyambangi mu­seum. Kau bisa bayangkan, aku memandanginya jauh-jauh sampai ke pendaratan. Lalu aku meninjau dengan cermat dan tajam, dan akhirnya menilai dengan terbelalak dari bibir pendaratan di atas paruh bawah turunan tangga. Sejauh yang kutahu—dan aku tekun dalam risetku—benda itu tak dikenal bahkan oleh ahli seni paling berwawasan. Mungkin sebaiknya kudeskripsikan secara detil. Itu tampak menggambarkan aksi di atas sebuah dataran tinggi kecil atau batu meja, kusam dan gundul, dengan langit senja memasuki malam tak berbintang. Namun, setting ini, yang dikerjakan dengan tak leluasa dalam kelabu-biru dan hitam-biru, bukan benda pertama yang menarik mata. Muka lukisan dipenuhi makhluk-makhluk yang menari dengan lincah, semerah muda, semontok, dan sebugil para kerub dan sejahat meditasi-meditasi Setan dalam momen ber­malas-malasnya yang langka. Aku menghitung penari-penari itu. Mereka ada dua belas, berjejer dalam setengah lingkaran, dan mereka sedang me­lompat-lompat riang di sekeliling sebuah objek tengah—se­buah salib terbaring, yang kelihatannya terbuat dari dua kayu gelondongan kokoh yang masih ada kulitnya. Kepada salib ini sepasang makhluk merah muda—total jadi empat belas—berlutut dan mengayunkan palu atau godam yang terlihat seperti balok, memaku sesosok manusia. Aku bilang manusia saat menyebutkan sosok itu, dan aku tidak memakai kata tersebut dalam mendeskripsikan para penari dan dua rekan mereka pemegang palu. Ada satu alasan. Korban telentang di atas salib adalah tubuh pria yang digambarkan dengan indah, sama jelasnya dan sama tepat­nya secara anatomis dengan ilustrasi dalam buku teks bedah. Kepalanya bergeliat-geliat, seolah kesakitan, dan aku tak bisa melihat wajah atau ekspresi wajah; tapi dalam tegangnya otot-otot yang tersiksa, dalam kilau putih kelabu kulit dengan corengan gerigi darah kental di atasnya, hakikat penderita­annya jelas dan dua kali lipat jelas. Aku hampir bisa melihat tungkai-tungkai yang dilukis bergeliat-geliat di bawah paku yang menancap. Berdasarkan pertanda yang sama, para penari dan pe­martil dikerjakan dengan begitu dinamis hingga terlihat se­tengah bergerak di depan mataku. Sampai situ saja keteram­pilan hebat sang pelukis. Tapi, sementara si tahanan tersalib serba jernih, yang lain-lain ini serba kabur. Tak ada garis, tak ada sudut, tak ada otot—ciri-ciri mereka tidak bisa dilihat atau diindera. Aku bahkan tak yakin apakah mereka beram­but atau tidak. Seolah-olah masing-masing ditonjolkan dengan seberkas cahaya dalam senja sekitar, cahaya yang menyingkap tapi berkelip tak terang; juga cahaya yang sama sekali tidak mengandung ketenangan atau kejujuran di dalamnya.
Judul asli : The Golgotha Dancers<i=1mIWCHuMetx1AFPqP06dIy_duOYi435pN 324KB>The Golgotha Dancers
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Februari 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh