Pada salah satu panel pintu, terdapat prasasti dalam huruf-huruf besi, yang menyampaikan kata-kata berikut dalam bahasa aslinya: ‘Apabila janji Tuhanku tiba, Dia akan menghancurluluhkannya; dan janji Tuhanku itu benar.’
Sallam sang Penerjemah menceritakan ini kepadaku:
Khalifah Wathiq, setelah bermimpi bahwa tembok yang didirikan oleh Dzulqarnain (Alexander Agung) di antara negeri-negeri kita dan negeri-negeri Yajuj Majuj telah diterobos, mencari seseorang yang mampu pergi ke tempat itu dan mencaritahu keadaannya. Ashnas berkata kepadanya:
“Tak ada yang cocok untuk tugas itu selain Sallam sang Penerjemah, yang berbicara tiga puluh bahasa.”
Wathiq memanggilku dan berkata:
“Aku ingin kau pergi ke tembok itu dan memeriksanya dan melaporkan padaku apa yang kau temukan.”
Dia memberiku kawalan 50 pemuda kuat, 5.000 dinar dan 10.000 dirham sebagai harga darahku. Setiap orang menerima tunjangan pribadi 1.000 dirham dan perbekalan setahun. Atas perintah khalifah, jaket-jaket lakan berlapis kulit disiapkan untuk kami, bot-bot berlapis bulu, dan sanggurdi kayu. Dua ratus keledai memikul perbekalan dan air yang dibutuhkan untuk perjalanan.
Kami berangkat dari Samarra membawa surat dari Wathiq yang dialamatkan kepada Ishaq bin Ismail, gubernur Armenia yang bertempat tinggal di Tiflis, memintanya membantu perjalanan kami. Ishaq memberi kami surat untuk ‘Pemilik Singgasana’. Pemilik Singgasana menulis perihal kami kepada raja suku Alan, dan raja ini menulis kepada Filan-shah, dan dia pada gilirannya kepada tarkhan, raja suku Khazar. Setelah sampai di tempat sang tarkhan, kami menginap sehari semalam dan kemudian berangkat lagi, diiringi oleh lima pemandu yang disediakan oleh raja ini.
Setelah bepergian selama dua puluh enam hari, rombongan kami memasuki sebuah negeri di mana tanahnya hitam dan berbau tak sedap. Untung kami sudah mengantisipasi yaitu membekali diri dengan cuka untuk memerangi udara busuk. Setelah sepuluh hari berdefile menyeberangi negeri ini, kami menghabiskan dua puluh hari berikutnya melintasi kota-kota yang tinggal puing. Kami diberitahu bahwa mereka adalah reruntuhan kota-kota yang sebelumnya diserbu dan dihancurkan oleh bangsa Yajuj dan Majuj.
Akhirnya, kami sampai ke sejumlah benteng yang dibangun dekat pegunungan, yang dalam satu rangkaiannya berdiri Tembok itu. Kami menemukan kaum yang berbahasa Arab dan Persia. Mereka Muslim dan bisa membaca al-Qur’an, dan mereka memiliki sekolah-sekolah dan masjid-masjid. Mereka bertanya dari mana kami datang. Begitu tahu kami adalah utusan Amirul Mukminin, mereka berseru terkejut:
‘Amirul Mukminin!’
‘Ya,’ jawab kami.
‘Apa dia tua atau muda?’
‘Dia muda.’
Ketakjuban mereka bertambah dan mereka menambahkan:
‘Di mana dia tinggal?’
‘Di Irak, di sebuah kota bernama Samarra.’
‘Kami belum pernah dengar itu,’ jawab mereka.
Jarak antara benteng-benteng ini bervariasi dari satu hingga dua farsakh.
Selanjutnya kami sampai di sebuah kota bernama Īkah (Hami), yang kelilingnya sepuluh farsakh dan memiliki gerbang-gerbang besar yang ditutup dengan menurunkannya. Di dalam perbatasan kota ini terdapat ladang-ladang dan kincir-kincir angin. Di kota inilah Dzulqarnain berkemah bersama tentaranya. Jarak dari sana ke Tembok adalah tiga hari berdefile. Melintasi benteng-benteng dan kota-kota kecil, pada hari ketiga kami mencapai Tembok. Rangkaian pegunungan membentuk sebuah lingkaran. Dikatakan bahwa Yajuj dan Majuj terkurung di dalamnya. Bangsa Yajuj lebih jangkung daripada bangsa Majuj; tinggi mereka bervariasi antara satu hasta sampai satu setengah hasta.
Lalu, kami mencapai sebuah gunung tinggi yang dikelilingi perkubuan. Ini adalah Tembok Yajuj Majuj. Terdapat sebuah jurang selebar 150 hasta; lewat jurang tersebut bangsa ini biasa pergi ke luar untuk menduduki bumi sampai itu disegel oleh Dzulqarnain.
Judul asli | : |
Sallām the Interpreter and Alexander’s Wall صفة سدّ ياجوج وماجوج<i=1u9jKX3ugOGJ99gn6Z6EmhXGaAwQaxlqr 341KB>Sallām the Interpreter and Alexander’s Wall<br /> صفة سدّ ياجوج وماجوج (870) |
Pengarang | : | Ibnu Khurdādzbih |
Penerbit | : | Relift Media, Desember 2022 |
Genre | : | Petualangan |
Kategori | : | Nonfiksi, Memoir |