“Bagaimana kalau mereka ternyata bukan benar-benar pasien? Bagaimana kalau atas saranku, salah satu dari mereka membuat dirinya sendiri tertangkap sebagai penjaja obat bius dan membuat kesepakatan demi hukuman ringan?”
Ruang di mana Jeff Sawyer kini megap-megap sama sempitnya dengan sebuah kuburan dan tidak lebih tinggi dari sebuah peti. Ruang itu gelap gulita dan menyengat dengan bau busuknya sampah dan kotoran hewan. Tapi kegirangan liar berdenyut di pembuluh vena Jeff.
Dia mengintip miring ke kaki-kaki yang bergedebuk di gang gelap di belakangnya. Dia nyengir melihat cara mereka bergeser-geser tak pasti di atas jalur trotoar, satu-satunya yang bisa Jeff lihat dari tempat persembunyiannya. Dalam fajar pucat pasi, manset pantalon mengerut biru di atas kura-kura kaki sepatu-sepatu yang berujung tumpul, bersol tebal, dan ribet; saking ribetnya, bunyi yang mereka hasilkan memperingatkan Jeff untuk merunduk ke dalam gang. Mereka adalah sepatu polisi. Tapi dia tidak merunduk cukup cepat. Si polisi melihatnya dan terjun mengejarnya sambil berteriak, “Keluar dari situ. Aku sudah mengepungmu.”
Sewaktu tadi Jeff melarikan diri dengan panik, gelap gulitanya gang menyembunyikan dia seketika, tapi itu tidak menyembunyikan derap kakinya. Berderap mengejarnya, si polisi berteriak, “Berhenti atau kutembak,” tapi lorong itu berbelok tajam dan Jeff terlindungi dari pistolnya. Sebentar lagi fajar mengkelabukan mulut gang ke mana dia menderu cepat dan begitu si polisi melewati belokan itu, Jeff akan tersiluetkan, target yang tak mungkin meleset.
Dia merosot ke dasar sebuah tembok yang tak kelihatan dan mendempet ke situ, berharap pengejarnya akan melewatinya dalam gelap. Sebuah tumit yang bergedebuk hampir mengenai sikunya dengan jarak seperempat inchi dan reaksi gentar menggelincirkannya ke dalam sebuah ruang tak disangka-sangka yang cukup besar untuk menampung seluruh tubuhnya yang kurus tinggi.
Dia mendengar langkah kaki si opsir berhenti tiba-tiba persis di sebelah luar, diikuti sumpah-serapah kaget. Sorot senter menampakkan dengan tajam bebatuan bulat gang, satu kaki dari mata Jeff yang membelalak. Dia memperhatikan cahaya itu meluncur ke arah ujung lain gang, kemudian balik lagi melewati celah tersebut dan membentuk cakram terang di sekeliling kaki si polisi sebelum berkedip-kedip padam.
Sapuan singkat sinar itu menunjukkan pada Jeff apa yang telah menyelamatkan dirinya. Puluhan tahun lalu rumah ini memiliki sebuah beranda. Ketika Orange Street dipotong dan rumah-rumah petaknya dibangun, beranda itu dihilangkan untuk membuat ruang untuk trotoar dan gang berbatuan bulat. Papan-papan dipakukan pada celah menganga yang tertinggal di antara tanah dan balok horisontal yang padanya tembok rangka itu berpijak. Bertahun-tahun kemudian, kemungkinan besar, seorang anak gelandangan mencopot papan alas yang lapuk untuk api unggun sehingga mengubah celah tersebut menjadi ruang di mana kini Jeff berada.
Sangat jelas sisa beranda kuno itu menganjur di atasnya sekitar sepuluh inchi dan membentuk sebuah lis yang memutus penglihatan ke atas. Dia bisa melihat datar saja sepanjang pelataran bebatuan bulat, sepanjang jalur trotoar retak, menuju pinggirannya dan menuju aspal got di sebelah pinggiran itu. Mereka, bagaimanapun, tidak bisa melihat dirinya.
Di atas trototar, kaki-kaki si polisi bergeser-geser tak pasti, menyingkap kebingungan pemiliknya. Jeff menyadari, pasti si polisi merasa buruannya tadi sampai ke mulut gang dan lalu menghilang entah ke mana.
Kaki-kaki itu bertolak ke kiri seolah-olah terbersit dalam pikiran si polisi bahwa buronannya terjun ke dalam suatu lawang pintu dan meringkuk di situ. Kaki-kakinya berhenti, berputar ke arah sebaliknya. Boleh jadi dia ke kanan. Mencari ke arah yang salah akan memberi Jeff kesempatan untuk muncul dari tempat persembunyiannya dan melarikan diri.
Jeff Sawyer menyeringai suram, samar-samar ingat paradoksnya Profesor Turner dalam mata kuliah psikologi bertahun-tahun silam. “Tempatkan keledai di antara dua tumpukan jerami yang sama jauhnya darinya, di hari tak berangin, dan hewan itu akan tidak bisa memutuskan ke tumpukan yang mana dia harus pergi, sehingga akan mati kelaparan.”
Judul asli | : | D, My Name Is Death<i=1xtXnk8hwVdTHjwejiejwpKNZ5CrwzLSE 336KB>D, My Name Is Death (1950) |
Pengarang | : | Arthur Leo Zagat |
Penerbit | : | Relift Media, Juli 2021 |
Genre | : | Kriminal |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |