Skip to content
Menilai Kepurbakalaan Manusia Dengan Sains dan Alkitab – Relift Media

Menilai Kepurbakalaan Manusia Dengan Sains dan Alkitab Bacaan non-fiksi sejarah

author _Anonim_; date _1865_ genre _Sejarah_; category _Pamflet_; type _Nonfiksi_ Berani menyatakan dunia diciptakan sebelum tahun 4004 SM adalah, di mata banyak orang, tindakan mungkar sebesar-besarnya; dan Sir Charles Lyall dan para geolog sezamannya dicap tanpa ampun sebagai ateis, karena mereka cukup sial menyediakan bukti tak terbantahkan akan umur dunia yang tak bisa dihitung. Meski Sains di masa kita sedang melangkah demi­kian pesat, sampai-sampai diperlukan talenta luar biasa untuk mengimbanginya, tetap saja ia kadang harus mendobrak pagar hidup prasangka dan kepicikan mengeri­kan. Dan ini paling terasa dalam sambutan terhadap ke­saksiannya tentang kepurbakalaan panjang manusia. Berani menyatakan dunia diciptakan sebelum tahun 4004 SM ada­lah, di mata banyak orang, tindakan mungkar sebesar-besar­nya; dan Sir Charles Lyall dan para geolog sezamannya dicap tanpa ampun sebagai ateis, karena mereka cukup sial me­nyediakan bukti tak terbantahkan akan umur dunia yang tak bisa dihitung. Akan jauh lebih baik, untuk mereka sendiri maupun dunia luas, jika para pemrotes ini, alih-alih berpeluk lutut seperti “landak jengkel” dalam perisai tahun dan genea­logi mereka yang tak bisa didekati, mau membuka jilid suci dengan pikiran tanpa bias dan “mencaritahu apakah hal-hal ini benar demikian”, seperti yang dilakukan orang-orang mulia Berea tempo dulu. Aku berpendapat, sains tidak mung­kin menemukan kebenaran yang tidak akan dikuatkan seratus persen oleh kebenaran Firman Tuhan. Tidak mengklaim menyelidiki seperti apa pandangan keagamaan pribadi Sir Charles Lyall, aku cuma bisa bilang, menurutku temuan-temuannya beraksi sebagaimana mikroskop beraksi pada bunga, dan menampakkan apa yang tertulis dalam Firman Tuhan yang kita tak pernah bayangkan ada. Aku bertanya, Apa begitu aneh bahwa Dia, yang Nama-Nya Gemilang, menciptakan bumi kita dahulu sekali, sehingga akal lemah kita tak mampu menjumlahkan tahunnya? “Bisakah kita menemukan Ketakterhinggaan dengan mencari-cari?” Jika sebuah pernyataan saintifik belaka bisa melemahkan fondasi keimanan kita, maka kita adalah manusia paling me­nyedihkan, sebab kita membangun rumah kita di atas pasir, dan lihatlah banjir sedang datang, angin menerpa rumah itu, dan pasti dahsyat kerobohannya. Tapi orang yang meng­imani kebenaran Firman Tuhan sangatlah jauh dari gam­baran muram ini. Rumah kita betul-betul dibangun di atas batu, bahkan Batu Zaman; biar saja ombak datang, ya! dalam bentuk musuh-musuh keras kepala, dan mereka menyerang seperti baja terhadap batu api dan menyalakan cetus api, yang membuat semangat suci anak-anak Tuhan berhembus menjadi lidah api, yang akan menerangi gua-gua gelap abad-abad lalu, dan menampakkan kekokohan fondasi keimanan kita, dan menunjukkan betapa benar Allah Tuhan kita, dan “di dalam-Nya tidak ada kegelapan sama sekali”. Selama Petrus memandang Tuhan Yesus, dia bisa berjalan di permu­kaan laut, tapi begitu dia berpaling, dia jadi sadar bahwa dirinya sedang tenggelam. Demikian pula kita dapat berjalan (boleh dibilang) di permukaan laut sains, selama kita me­mandang Tuhan dengan setia; tapi begitu kita melihat pada sains saja, kita pasti tenggelam ke dalam skeptisisme dan keputusasaan. “Selidikilah Kitab-kitab Suci, sebab di dalam mereka kau menyangka memiliki hidup kekal, dan mereka bersaksi akan Aku.” Dengan perintah ini terngiang di telinga kita, mari kita bawa semuanya ke batu uji Firman Dia yang mengucapkannya; dan sekarang kita akan awali dengan membawa pernyataan kepurbakalaan manusia itu ke batu uji tersebut. Kata-kata pertama dari jilid wahyu berbunyi begini: “Pada mulanya, Allah menciptakan langit dan bumi.” Dalam bebe­rapa kata ini kita membaca bukan sebuah kalimat belaka, bahkan bukan sebuah pasal, tapi sebuah jilid, yang, seandai­nya dibuka (mengutip kata-kata Santo Yohanes), “aku rasa seluruh dunia ini pun tidak akan cukup untuk memuat semua kitab yang harus ditulis itu”. Kita tidak diberitahu berapa lama bumi ada setelah datang dari tangan Penciptanya, atau dalam keadaan apa (dan sains tidak bisa mengukur) hingga masa ia dideskripsikan sebagai “tidak berbentuk dan kosong, kegelapan menutupi permukaan samudra”. Diduga ada keaja­iban-keajaiban terkait kondisinya hingga periode tersebut, yang kupikir sesuai dengan periode yang dideskripsikan oleh para geolog sebagai “periode glasial”, ketika segalanya ter­kurung oleh es. Matahari yang belum dicipta belum meng­alirkan sinarnya pada permukaan bumi, dan sayuran ataupun kehidupan satwa belum menemukan tempat dalam udara bekunya; “Dan Roh Allah melayang-layang di atas permu­kaan air. Kemudian, Allah berfirman, “Jadilah terang”; maka dimulailah sejarah bumi. “Allah melihat bahwa terang itu baik.” Zaman berganti zaman, sampai kita bingung untuk menghitung jumlah mereka (dan dalam pandangan Dia yang mencipta, seribu tahun sama seperti satu hari), dan bukit dan lembah, danau dan gunung, sungai dan samudera tak berba­tas, mengisi tempat yang ditetapkan, dan Tuhan meng­umumkan dunia indah yang telah Dia ciptakan itu sangat baik. Mungkin ada keberatan terhadap rangkuman ini, karena [dalam Alkitab] disebutkan enam berturut-turut, di mana malam dan pagi adalah satu hari. Memang benar. Tapi bahwa hari-hari itu tidak seperti yang kita sebut hari, tidak seperti yang kita makhluk hitung sebagai waktu, hal ini tak diragukan sama sekali, bahkan dibuktikan secara pasti oleh progresi bertahap dari satu periode ke periode lain dalam pembentukan bumi. Kita tak berhak menanyakan apa yang Dia sebut hari dalam kebijaksanaan-Nya; “Pikiran-Nya bukan pikiran kita, dan cara-Nya bukan cara kita”; cukuplah untuk kita ketahui bahwa Dia telah memerintahkan kita untuk mengenang [hari] yang ketujuh dengan mensakralkan pela­yanan-Nya setiap hari ketujuh saat kita menghitung hari. Dalam deskripsi yang diberikan dalam pasal pertama Keja­dian, tidak ada yang membuat kita meragukan umur panjang dunia. Dan sekarang kita akan beralih ke perkara yang akan dibicarakan, yakni kepurbakalaan manusia.
Judul asli : The Antiquity of Man as Set Forth by Sir Charles Lyall and Others<i=1UacTCcohkUMy7Vg-AJ9Fgumd0zgXouAb 266KB>The Antiquity of Man as Set Forth by Sir Charles Lyall and Others
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Februari 2024
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Menilai Kepurbakalaan Manusia Dengan Sains dan Alkitab

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2024)