Berkat pers, dunia beradab menjadi “kecil” dan organik. Bangsa-bangsa merasa berada di bawah paksaan moral, dan “penghormatan pantas terhadap opini umat manusia” mencegah banyak kesalahan dan ketidakadilan, dan menimbulkan perenungan dan pertimbangan gelisah.
“Redaktur cakap” adalah raja sejati di masa dan generasi kita. Carlyle membuat tinjauan ini dalam sejarah puitis dan indahnya tentang Revolusi Prancis, dan jika itu benar saat itu, jauh lebih benar hari ini! Para sosiolog tidak lalai mengenali pengaruh dan signifikansi besar suratkabar sebagai sebuah organ opini publik, dan beberapa dari mereka beranjak lebih jauh dan menyebut pers sebagai pengarah dan pembentuk opini tersebut. Terlepas dari induksi-induksi dangkal tertentu, kekuatan pers tidak pernah sebesar, semenentukan, setidak tertahankan seperti saat ini. Suratkabar-suratkabar partisan picik dan fanatik tentu saja menderita besar selama satu dasawarsa terakhir, gara-gara pertumbuhan independensi politik dan kemerosotan kepartisan jadul, yang didasarkan pada tradisi dan kebiasaan, ketimbang pada keyakinan personal dan pemikiran kritis. Tapi majalah partai yang intoleran dan dogmatis sekalipun sama sekali tidak sekarat, sementara pers secara keseluruhan sudah pasti menambah otoritas dan pengaruh alih-alih kehilangan. Suratkabar-suratkabar menghasilkan dan mengotori peruntungan politik. Mereka “menciptakan” orang-orang besar dari nyaris nihil dan menghancurkan reputasi orang-orang yang benar-benar pantas memimpin. Mereka menentukan persoalan perang dan damai. Mereka memenangkan pemilu. Mereka mempesona dan memaksa politisi, penguasa, dan pengadilan. Ketika mereka bersuara hampir bulat, tak ada yang bisa menahan mereka.
Sebuah faktor sosiologis yang relatif baru dan berat patut dipelajari dengan seksama. Banyak masalah, etika, politik, dan sosial, ditampilkan oleh fenomena suratkabar, dan beberapa dari mereka akan disinggung dalam makalah ini. Kita perlu memulai dari beberapa hal familiar dan nyata.
Fungsi utama dan esensial sebuah suratkabar tentu saja adalah publikasi catatan lumayan lengkap tentang aktivitas, sensasi, dan kejadian dunia. Jika ada gunanya mengetahui “bagaimana belahan jiwa hidup”, jelas jauh lebih ada manfaatnya mengetahui bagaimana umat manusia di luar negara sendiri hidup dan berperilaku. Pengetahuan adalah agensi pembebasan dan pemberadaban. Prasangka, kebencian dan ketidaksukaan antarbangsa, adalah utamanya hasil dari kejahilan, kedaerahan, dan kepicikan. Apa yang perlancongan dan interaksi aktual lakukan untuk segelintir orang, suratkabar lakukan untuk banyak orang. Tertarik pada politik, ekonomi, dan bermacam-macam urusan bangsa-bangsa lain, mengikuti perjuangan mereka dan mempelajari ciri intelektual dan moral mereka yang termanifestasikan dalam kelakuan sehari-hari, sama dengan menjadi kosmopolitan, luas, manusiawi, secara bertahap dan secara tak sadar. Jika satu sentuhan alam membuat dunia sebagai sanak-saudara, maka apalagi efek dari pertukaran sentimen-sentimen setiap hari yang dimungkinkan oleh pers, keberbagian sukacita dan dukacita bangsa-bangsa satu sama lain! Berkat pers, dunia beradab menjadi “kecil” dan organik. Bangsa-bangsa merasa berada di bawah paksaan moral, dan “penghormatan pantas terhadap opini umat manusia” mencegah banyak kesalahan dan ketidakadilan, dan menimbulkan perenungan dan pertimbangan gelisah, bahkan pada para penguasa yang tampak tak bertanggungjawab. Sorotan yang menimpa singgasana, kabinet, parlemen, dan institusi lain sungguh terik di zaman publisitas ini. Persidangan Dreyfus, tanpa contoh paralel dalam sejarah menyangkut perhatian tajam peradaban terhadap proses dan hasil, adalah ilustrasi mencolok dari efek suratkabar modern dengan kemampuan ajaibnya untuk mengumpulkan dan dengan cepat menyebarkan berita.
Dari sudutpandang “berita”—artinya publisitas dan pengetahuan akan apa yang sedang berlangsung—sosiolog bakal dibenarkan dalam mengelu-elukan pers modern sebagai faktor moral luar biasa, kalau bukan karena kutukan dan wabah mengganggu itu, yaitu suratkabar-suratkabar jenis “kuning”. Salah besar jika menduga ada jurang lebar, atau sekurangnya garis hitam tebal, antara koran sensasional dan tak bertanggungjawab dan koran jeli dan terpercaya. Koran-koran jujur, adil, dan sesuai kenyataan di AS, misalnya, mudah dihitung dengan jari. Persoalan “kekuningan” adalah persoalan kadar. Sebagian koran sama sekali abai terhadap prinsip, kehormatan, dan nalar; yang lain membatasi tendensi kuning mereka pada bidang dan subjek tertentu. Sebagian berbohong terus-menerus; yang lain berbohong hanya pada waktu pemilu. Sebagian memproduksi berita; yang lain mendistorsi dan menyalahgambarkan, dan puas mencegah pembaca melihat keadaan persis apa adanya. Sebagian berbohong demi pendapatan, yang lain demi keuntungan partai dan kesuksesan perkara yang mereka yakini. Koran yang menginginkan dan mendapatkan laporan akurat, yang tidak menuliskan apapun dengan kedengkian, yang tidak menyembunyikan apapun yang tidak menguntungkan bagi pihaknya, dan secara jujur mempublikasikan segala hal yang mendatangkan pujian bagi pihak lain, adalah pengecualian yang terkenal langka. Tapi tugas suratkabar adalah untuk menyampaikan berita—secara adil, imparsial, cerdas, dan akurat—bukan untuk “menghasilkan” berita, ataupun mewarnai dan memalsukannya.
Jelas bahwa ketika kebiasaan berdusta, sensasionalisme, dan keabaian mencapai kadar tertentu, manfaat-manfaat publisitas dan penyebaran fakta dan informasi dikalahkan oleh kerusakan dan efek demoralisasi yang ditimbulkan. Ketika kita menyebutkan pengaruh pers yang memperluas dan membebaskan, kita menyiratkan bahwa kebenaran adalah semboyan dan inspirasinya. Pers berbisa dan diilhami kebencian membiakkan permusuhan internal dan internasional, gesekan, permusuhan fanatik, dan bahkan perang. Di Prancis, bagian kuat pers begitu keji, brutal, tak tahu malu, dan tak manusiawi sampai-sampai Tn. Bodley, dalam studinya yang mengagumkan tentang negara itu, menyelamati rakyat Prancis atas fakta bahwa banyak petani dan buruh tak pernah membaca suratkabar. Tn. Bodley benar, dan kita tahu betapa sebuah anugerah jika suratkabar-suratkabar Amerika tertentu, yang memiliki ratusan ribu pembaca, kehilangan konstituen mereka. Gegabah jika kita mengatakan suatu negara akan lebih baik secara moral dan intelektual tanpa suratkabar, tapi kita tentu bisa membayangkan situasi demikian.
Judul asli | : | The Press and Public Opinion<i=1Xlfgv8CTMcXOhfa4rY9mQlWGjfHikP3X 255KB>The Press and Public Opinion (1899) |
Pengarang | : | Victor S. Yarros |
Penerbit | : | Relift Media, November 2024 |
Genre | : | Jurnalisme |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |