Skip to content
Detik-detik Serangan Bom Atom Amerika Atas Hiroshima: Kesaksian Pastor Yesuit Jerman di Jepang – Relift Media

Detik-detik Serangan Bom Atom Amerika Atas Hiroshima: Kesaksian Pastor Yesuit Jerman di Jepang Bacaan non-fiksi sejarah

author _John A. Siemes_; date _1945_ genre _Sejarah_; category _Memoir_; type _Nonfiksi_ Semakin dekat kami ke kota, semakin besar bukti kehancuran dan semakin sulit kami menempuh jalan. Rumah-rumah di pinggir kota semuanya rusak parah. Banyak yang telah ambruk dan terbakar habis. Semakin jauh ke dalam, hampir semua hunian sudah rusak oleh api. Hiroshima—6 Agustus, 1945 Hingga 6 Agustus, bom-bom yang tidak menimbulkan kerusakan besar jatuh sesekali di atas Hiroshima. Banyak kota sekeliling, satu demi satu, hancur, tapi Hiro­shima sendiri tetap terlindungi. Hampir setiap hari ada pesawat-pesawat pengawasan di atas kota tapi tak satupun dari mereka menjatuhkan bom. Para warga bertanya-tanya me­ngapa hanya mereka yang tetap tak diusik untuk waktu begitu lama. Ada desas-desus fantastis bahwa musuh me­rencanakan sesuatu yang istimewa untuk kota ini, tapi tak seorangpun bermimpi bahwa ujungnya akan datang dengan cara seperti pada pagi 6 Agustus. 6 Agustus berawal dengan pagi musim panas yang terang dan cerah. Sekitar jam 7, terdapat alarm serangan udara yang telah kami dengar hampir setiap hari dan beberapa pesawat tampak di atas kota. Tak seorangpun menggubris dan pada sekitar jam 8 sirene “semua aman” dibunyikan. Aku sedang duduk di ruanganku di Novitiate of the Society of Jesus di Nagatsuke; setengah tahun terakhir seksi filosofi dan teologi dari Misi kami telah dievakuasi ke tempat ini dari Tokyo. Novitiate terletak kira-kira 2 kilometer dari Hiroshima, separuh jalan ke atas sisi sebuah lembah lebar yang meren­tang dari kota di level permukaan laut ke daerah pedalaman bergunung-gunung ini, dan yang dilintasi sebuah sungai. Dari jendelaku, aku memiliki pemandangan luar biasa ke bawah lembah menuju pinggir kota. Tiba-tiba—waktu itu kira-kira pukul 8:14—seluruh lembah dipenuhi cahaya berkilat-kilat yang menyerupai lampu mag­nesium yang digunakan dalam fotografi, dan aku menyadari sebuah gelombang panas. Aku lompat ke jendela untuk men­caritahu penyebab fenomena luar biasa ini, tapi aku tak me­lihat apa-apa selain cahaya kuning cemerlang itu. Sewaktu aku menuju pintu, tidak terpikir olehku bahwa cahaya itu mungkin ada kaitannya dengan pesawat-pesawat musuh. Dalam perjalanan dari jendela, aku mendengar ledakan cukup keras yang sepertinya berasal dari kejauhan dan, di saat yang sama, jendela-jendela pecah ke dalam dengan dentaman keras. Ada selang waktu kira-kira sepuluh detik sejak kilatan cahaya tadi. Aku terperciki pecahan kaca. Selu­ruh bingkai jendela terdorong ke dalam ruangan. Aku kini sadar sebuah bom telah meledak dan aku mendapat kesan itu meledak tepat di atas rumah kami atau di sekitaran. Aku berdarah karena sayatan di kedua tangan dan kepala. Aku mencoba keluar pintu. Itu sudah terdorong ke arah luar oleh tekanan udara dan menjadi macet. Aku membuka paksa pintu dengan pukulan berulang-ulang dengan dua tangan dan kakiku dan mencapai sebuah lorong lebar, yang dari situ terbentang berbagai kamar. Segalanya kacau-balau. Semua jendela pecah dan semua pintu terdorong ke dalam. Rak-rak buku di lorong jatuh jungkir-balik. Aku tidak mendengar ledakan kedua dan pesawat-pesawat sepertinya sudah lanjut terbang. Kebanyakan kolegaku terluka akibat pecahan kaca. Beberapa berdarah tapi tak ada yang terluka serius. Kami semua beruntung karena sekarang jelas kelihatan bahwa dinding kamarku di seberang jendela sudah dikoyak oleh pecahan kaca yang panjang. Kami berlanjut ke muka rumah untuk melihat di mana bom mendarat. Akan tetapi tidak ada bukti kawah bom; tapi seksi tenggara rumah rusak sangat parah. Tak satupun pintu atau jendela tersisa. Letusan udara telah menembus seluruh rumah dari tenggara, tapi rumahnya masih berdiri. Itu di­konstruksi dalam gaya Jepang dengan kerangka kayu, tapi sangat diperkuat oleh kerja keras Broder Gropper kami seba­gaimana sering dilakukan di rumah-rumah Jepang. Hanya saja sepanjang muka kapel yang bersebelahan dengan rumah, tiga tiang sudah roboh (itu dibuat dalam gaya kuil Jepang, sepenuhnya dari kayu). Di lembah bawah, kira-kira satu kilometer ke arah kota dari kami, beberapa rumah tani terbakar dan hutan di sisi seberang lembah berkobar. Beberapa dari kami pergi untuk membantu mengendalikan api. Selagi kami mencoba mem­bereskan keadaan, badai datang dan hujan mulai turun. Di atas kota, awan-awan asap membumbung dan aku men­dengar beberapa ledakan kecil. Aku menyimpulkan sebuah bom pembakar dengan aksi eksplosif luar biasa kuat telah meletus di lembah di bawah. Beberapa dari kami melihat tiga pesawat pada ketinggian tinggi di atas kota sewaktu ledakan tersebut. Aku sendiri tidak melihat pesawat apapun. Kira-kira setengah jam sesudah ledakan, duyun-duyunan orang mulai mengalir menaiki lembah dari kota. Kerumunan itu terus memadat. Beberapa datang ke jalan menuju rumah kami. Kami memberi mereka pertolongan pertama dan membawa mereka ke dalam kapel, yang sementara itu sudah kami bersihkan dan kosongkan dari rongsokan, dan mem­baringkan mereka di atas matras jerami yaitu lantai rumah-rumah Jepang. Beberapa menampilkan luka-luka tungkai dan punggung yang mengerikan. Sedikit lemak yang kami punya selama masa perang ini segera digunakan habis dalam perawatan luka bakar. Romo Rektor, yang belajar kedokteran sebelum menerima perintah suci, melayani orang-orang terluka itu, tapi perban dan obat-obatan kami segera habis. Kami harus puas membersihkan luka-luka. Semakin banyak orang terluka datang kepada kami. Orang-orang yang terluka paling ringan menyeret orang-orang yang terluka lebih serius. Ada prajurit-prajurit terluka, dan ibu-ibu yang membawa anak-anak terbakar dalam pelu­kan mereka. Dari rumah para petani di lembah datang kabar: “Rumah-rumah kami dipenuhi orang terluka dan sekarat. Bisakah kau menolong, setidaknya dengan mengambil kor­ban paling parah?” Orang-orang terluka berasal dari seksi-seksi di pinggir kota. Mereka melihat cahaya terang, rumah-rumah mereka ambruk dan mengubur para penghuninya di kamar-kamar mereka. Orang-orang di udara terbuka men­derita luka bakar seketika, khususnya pada bagian tubuh yang berbaju tipis atau tak berbaju. Timbul banyak kebakaran yang segera melahap seluruh distrik. Sekarang kami me­nyimpulkan bahwa episenter ledakan adalah di pinggir kota dekat Stasiun Jokogawa, tiga kilometer dari kami. Kami mengkhawatirkan Romo Kopp yang pagi itu pergi mengada­kan Misa di Sisters of the Poor, yang memiliki panti untuk anak-anak di pinggir kota. Dia belum kembali. Menjelang tengah hari, kapel besar dan perpustakaan kami dipenuhi orang-orang terluka serius. Duyun-duyunan pengungsi dari kota berlanjut. Akhirnya, sekitar jam 1, Romo Kopp kembali, bersama para Suster. Rumah mereka dan seluruh distrik tempat tinggal mereka sudah terbakar rata dengan tanah. Romo Kopp berdarah pada kepala dan leher, dan dia mendapat luka bakar besar pada telapak tangan kanan. Dia sedang berdiri di depan biara suster, siap untuk pulang. Tiba-tiba dia menyadari cahaya itu, merasakan gelombang panas dan sebuah lepuhan besar terbentuk di tangannya. Jendela-jendela terkoyak oleh ledakan. Dia ber­pikir bom itu jatuh di sekitarannya. Biara suster, juga bangu­nan kayu yang dibuat oleh Broder Gropper kami, masih ber­sisa tapi segera disadari bahwa rumah itu praktisnya lenyap lantaran api—yang timbul di banyak titik di lingkungan itu—menyapu semakin dekat, dan air tidak tersedia. Masih ada waktu untuk menyelamatkan barang-barang tertentu dari rumah dan untuk menguburnya di titik terbuka. Lalu rumah disapu oleh lidah api, dan mereka berjalan susah-payah menuju kami menyusuri pesisir sungai dan melintasi jalan-jalan terbakar. Segera datang kabar bahwa seisi kota hancur akibat ledakan dan bahwa itu terbakar. Bagaimana nasib Romo Kepala dan tiga Romo lain yang ada di pusat kota di Central Mission dan Parish House? Sampai waktu ini kami belum memikirkan mereka karena kami tidak percaya efek bom itu mencakup seluruh kota. Selain itu, kami tidak ingin pergi ke kota kecuali jika terdesak, karena kami menduga penduduk sangat bingung dan mereka mungkin akan membalas den­dam pada orang asing manapun yang mereka anggap se­bagai penonton jahat atas kemalangan mereka, atau bahkan mata-mata.
Judul asli : Eyewitness Account<i=1rqyCTCmqR4CiBUU65AkcSPM21_B8K8ho 342KB>Eyewitness Account
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juli 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Detik-detik Serangan Bom Atom Amerika Atas Hiroshima: Kesaksian Pastor Yesuit Jerman di Jepang

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)