Skip to content
Amerika Sebagai Penyimpangan Budaya Eropa – Relift Media

Amerika Sebagai Penyimpangan Budaya Eropa Bacaan non-fiksi politik

author _Robert Ley_; date _1942_ genre _Politik_; category _Pamflet_; type _Nonfiksi_ Karena mereka hidup di sebuah benua kaya, mereka percaya mereka punya privilese khusus dan berhak memperoleh semua keunggulan hidup. Itu membuat mereka sulit meninggalkan sesuatu, bahkan sesuatu yang kita orang Eropa pandang sebagai barang mewah yang tanpanya kita bisa hidup.

1. Mengapa AS menjadi penghasut perang?

Franklin Delano Roosevelt mulai menjabat sebagai presiden di tengah krisis terburuk dalam sejarah AS. Walaupun dia tak bertanggungjawab atas krisis ekonomi parah yang diwarisi­nya dari para Republikan di tahun 1932, dia tidak punya kekuatan untuk memimpin bangsanya ke luar krisis eko­nomi. Sebaliknya. Begitu dia melihat bahwa rencana-ren­cananya, yang bernama “New Deal”, tidak membuahkan hasil, dia putuskan jalan keluar terbaik adalah mendorong kekuatan-kekuatan Eropa Barat ke dalam perang dengan Jerman. Itu akan, pertama, memungkinkannya mengatasi krisis ekonomi melalui laba perang, dan, kedua, memuaskan orang-orang Yahudi bursa saham dan persenjataan. Janji-janji pemilunya memaksa dia memperkenalkan ke­bijakan ekonomi baru untuk menstimulasi ekonomi. Dido­rong oleh para penasehat Yahudi-nya, dia menghamburkan tak terbilang miliaran untuk menstimulasi ekonomi, tapi tidak mengakhiri krisis. Alih-alih, krisis di AS menghebat setelah 1936. Sekali lagi didorong oleh para penasehat Yahudi-nya, satu-satunya jalan tersisa bagi Delano Roosevelt untuk menangani situasi ekonomi adalah menjadi peng­hasut perang dunia. Untuk mencegah malapetaka dalam negeri, dia mencip­takan malapetaka sedunia. Publikasi-publikasi Kementerian Luar Negeri kami mem­buktikan bahwa Delano Roosevelt tak henti-hentinya meng­hasut Inggris dan negara-negara Eropa lain untuk melawan Jerman, berharap mendorong mereka ke dalam perang dan dengan begitu menyelamatkan dirinya. Dia tampaknya sangat percaya bisa menghindari keter­libatan langsung dalam perang. Bangsa-bangsa lain akan berperang untuknya, menyedia­kan untuk Amerika kemakmuran ekonomi yang dulu dia janjikan, seperti selama dan sesudah Perang Dunia ketika pembayaran ganti rugi mengalir hampir ke Amerika saja. Dan kiriman-kiriman besar persediaan perang ke keku­atan-kekuatan Barat akan bermakna laba besar untuk para taipan persenjataan Amerika. Jelas pula dia secara tak bermoral sedang merencanakan agar AS menggantikan Inggris sebagai pemimpin komunitas Anglo-Saxon. Washington akan menggantikan London seba­gai pusat ekonomi dunia Anglo-Saxon. Washington, yang sudah menjadi ibukota AS di samping ibukota kaum Yahudi dan Freemason, akan menjadi ibukota dunia. Roosevelt me­ngidap Kompleks Mesias seperti pendahulunya, Woodrow Wilson, yang di pemerintahannya Roosevelt mengabdi se­bagai Asisten Sekretaris AL. Andai rencana-rencananya berhasil, dia betul-betul akan sudah menjadi Mesias yang memenuhi mimpi-mimpi berumur mileniuman, mimpi-mimpinya kaum Yahudi, bangsa pengembara itu. Tapi bom-bom di Pearl Harbor mengacaukan rencana cerdik presiden petaka ini di Gedung Putih. Sampai saat itu, tak ada yang percaya bahwa Jepang akan berani berperang dengan tanah segala kemungkinan. Sete­lah nota Jerman dan Italia bertanggal 11 Desember 1941, di mana dua anggota lainnya dari Pakta Tiga Negara mendek­larasikan perang terhadap AS, AS untuk pertama kalinya dihadapkan dengan perang dua front—yang selalu dikhawa­tirkan oleh publik Amerika. Roosevelt bukan lagi penguasa situasi—Pearl Harbor dan perang kapal selam Jerman men­jadikannya tahanan peristiwa.

2. Amerika bukan lagi penguasa kekuatan-kekuatan ekonominya.

Roosevelt dulu tak mampu mengurus krisis internal AS, bahkan setelah hampir sepuluh tahun di Gedung Putih. Kini krisis menghebat. Apa akibatnya kelak untuk AS, itu belum bisa diramalkan. Jelas bahwa rakyat Amerika sedang berada di pengujung era keberuntungan yang selama itu mereka bisa hidup dalam kemewahan. Masalah pertama Roosevelt adalah mengurus permasala­han yang menghampirinya dari segala sisi. Dia belum pernah bisa memandang keadaan secara luas, tapi selalu membuat rencana dari satu hari ke hari berikutnya. Itu tidak memung­kinkan dalam perang. Dia adalah amatiran terburuk. Cerdik secara politik, tapi politisi-politisi partai yang lemah seperti dia tidak langka, justru umum. Mereka semua—termasuk Roosevelt—bernasib mujur memerintah sebuah tanah dengan sumberdaya alam melimpah yang semestinya men­jamin kemakmuran untuk semua orang Amerika, jika saja sumberdaya ini digunakan untuk kebaikan bersama, bukan diberikan ke sejumlah kecil taipan keuangan Yahudi. Sebagai contoh, AS semestinya tak pernah menderita ke­kurangan pangan. Permasalahan yang berkembang sejak ia memasuki perang diakibatkan oleh kebijakan kacau Delano Roosevelt. Banyak dari masalah-masalah ini timbul hanya gara-gara kegagalan total pemerintahan Roosevelt yang tak bermoral. Orang ini sakit dalam segala hal. Kebencian jahanamnya terhadap Duce dan Führer mungkin sebagian besar diaki­batkan oleh kesakitannya. Ambisi tak terbatasnya berkaitan langsung dengan kesukaran-kesukarannya. Pers massa di Amerika biasa berkomentar sang presiden memiliki pen­dirian kukuh bahwa dia bisa menangani dunia sebagaimana dia telah mengatasi penyakitnya, melalui energi manusia super. Dia memangku jabatan di saat bersamaan dengan Hitler merebut kekuasaan. Sejak hari-hari pertama kepresidenan­nya, dia dibayangi oleh Führer. New Deal-nya memang men­coba meniru banyak kebijakan Führer. Tapi apa yang mem­bawa ke kesuksesan kita ditakdirkan gagal di Amerika, karena Roosevelt adalah manusia tanpa bakat-bakat khusus, dan dikarenakan kondisi-kondisi khusus yang berlaku dalam model demokrasi Amerika. Rencana-rencananya tidak di­rancang untuk kaum atau ras tertentu, tapi hanya untuk populasi yang terdiri dari elemen-elemen rasial paling ber­macam-macam dari seluruh dunia. Rencana-rencananya di­takdirkan untuk gagal, sebab dia tak pernah punya ke­mampuan untuk memimpin. Satu-satunya kans adalah langkah-langkah diktatorial. Kemegahdirian ganjil orang Gedung Putih ini terluka serius, itu sebabnya dia begitu membenci Führer dan Duce. Dia memiliki keinginan sakit untuk menghancurkan tokoh-tokoh pemimpin Eropa.

3. Kaum Yahudi saja yang mendorong Presiden Delano Roosevelt ke dalam perang.

Bos-bos Roosevelt saat dia mengembangkan rencana perangnya adalah kaum Yahudi. Mereka tak henti-hentinya mendorong sang Presiden lebih jauh di jalan berlikunya. Bullitt, yang tindak-tindak kriminalnya sebagai duta khusus dan orang kepercayaan Presiden dibuktikan oleh dokumen, mulai memintal jejaringnya di Warsawa dan Paris. Bernard Baruch, dulu dijuluki spekulan oleh sebuah komite Senat, memberi nasehat kebijakan luar negeri kepada Gedung Putih. Felix Frankfurter diangkat menjadi hakim Mahkamah Agung untuk memastikan tindakan-tindakan Roosevelt tidak dibatalkan oleh pengadilan tertinggi di AS. Henry Morgen­thau, teman karib para pemimpin keuangan Amerika, men­jadi Menteri Keuangan. Hakim New York Roseman menulis pidato-pidato presiden, yang isinya semakin patut dibenci. Menteri Luar Negeri Hull, bukan orang Yahudi tapi menikahi seorang perempuan Yahudi, memberi materi kepada konfe­rensi-konferensi pers untuk menggugah seluruh dunia. Ter­akhir, lingkaran Yahudi Washington-nya si Freemason Roo­sevelt melibatkan Polandia, Prancis, dan Inggris dalam ke­bijakan-kebijakan Washington yang sudah lama diren­canakan. Penghasut perang sakit di Washington ini sudah men­capai tujuannya yakni melepas lautan api sedunia. Tapi situasi mengambil arah berbeda dari yang diharap­kan Roosevelt. Di Eropa, satu demi satu bentengnya jatuh, menyisakan Inggris untuk berjuang demi eksistensinya sen­diri. Arogansi Washington terhadap Jepang menghasilkan insiden Pearl Harbor dan nota-nota 11 Desember dari Jerman dan Italia. Roosevelt tiba-tiba mendapati dirinya berada da­lam perang yang dia ingin orang lain lancarkan, yang darinya dia berharap mendapat keuntungan. Aku berkali-kali mendapat kesempatan pada minggu-minggu pasca Pearl Harbor untuk melihat Roosevelt di layar film dan mendengarnya lewat radio. Dia bukan lagi presiden arogan, tapi pria sedih bersuara datar yang tidak lagi me­nguasai situasi yang dia timbulkan. Dia tidak memahami apa yang telah terjadi. Tadinya dia tidak menginginkan perang sungguhan, tapi berharap tetap di latar belakang. Dia ingin kapal-kapal penghancur Amerika menembak kapal-kapal selam Jerman, tapi tanpa deklarasi perang terbuka. Dia ingin secara perlahan dan nyaman membangun militernya, dan baru kemudian menyerang kita ketika perlu—mungkin tiga sampai lima tahun lagi. Rencananya gagal. Dia mungkin sudah bisa bersuara kembali sementara itu. Tapi terlepas dari suara lantangnya, pabrik-pabriknya menggiling agak lambat. Jerman bisa menunggu dan melihat apa yang akan datang dari produksi perang Amerika. Salah kelola ekonominya Roosevelt di Negara Tuhan ter­lihat jelas dari permasalahan yang sedang AS hadapi saat ini. Karena kekayaan Amerika menandakan ia tak punya masa­lah dengan cadangan devisa, orang pasti bakal mengira si penghasut perang Roosevelt akan telah menyetok bahan­bahan mentah penting yang tak dimiliki Amerika, misalnya karet dan timah. Nyatanya tidak demikian. Amerika meng­impor karet mentah dari Indonesia, yang pasokannya ter­putus dalam beberapa pekan sebagai akibat penaklukan oleh Jepang. Publik Amerika terkejut mendengar cadangan devisanya hanya cukup untuk bertahan sampai akhir tahun ini. Ada diskusi antusias di pers, diikuti debat heboh di Kongres. Itu tak bisa mengubah fakta bahwa AS tidak memi­liki perkebunan karet signifikan di Dunia Baru, pun tidak memiliki upaya signifikan untuk memproduksi karet sintetis. Dan itu cuma sebagian masalah. Penenggelaman konstan tanker-tanker Amerika di sepanjang Pesisir Timur meng­hasilkan permasalahan baru. Negara-negara bagian timur dari uni Amerika, dengan pusat-pusat industrial dan komer­sial penting seperti New York, Philadelphia, Baltimore, Betle­hem, Pittsburgh, Boston, Detroit, Toledo, dan Chicago dipasok minyak oleh tanker-tanker melalui rute-rute laut dari sela­tan. Kapal-kapal selam kita memotong rute-rute ini. Tanker-tanker tenggelam secara teratur selama berbulan-bulan. Tak banyak dari kita memahami efek-efek yang ditimbulkan oleh perang kapal selam kita. Namun, di Amerika, orang-orang memahami dengan jelas apa arti penenggelaman sepanjang Pesisir Timur. Itu memotong pasokan minyak ke Timur yang bernilai ekonomi signifikan, dan menciptakan kesulitan-ke­sulitan transportasi serius. Penerjemahan atas seizin Randall L. Bytewerk.
Judul asli : America as a Perversion of European Culture
Amerika als Zerrbild europäischer Lebensordnung<i=1w_BKmhdlxTfTNzEMz7TaL6UtdbeinV5V 386KB>America as a Perversion of European Culture<br/> Amerika als Zerrbild europäischer Lebensordnung
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juli 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Amerika Sebagai Penyimpangan Budaya Eropa

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)