Skip to content
Tuhan Adalah Manusia, Manusia Adalah Tuhan: Sebuah Kontroversi – Relift Media

Tuhan Adalah Manusia, Manusia Adalah Tuhan: Sebuah Kontroversi Bacaan non-fiksi religi

author _Johann Lorenz von Mosheim_; date _1753_ genre _Religi_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Noëtus tidak mengucapkan apapun yang lebih absurd daripada yang kita ucapkan ketika berkata, sejalan dengan Injil Suci, Tuhan adalah manusia, manusia adalah Tuhan; Tuhan menjadi manusia, manusia menjadi Tuhan. Dia hanya menerapkan nama Bapak dan Putera, sebagai ganti istilah Tuhan dan manusia. Di puncak orang-orang abad ini—yang menjelaskan doktrin Bapak, Putera, dan Roh kudus dalam injil me­lalui kaidah-kaidah nalar—berdiri Noëtus dari Smirna; se­orang pria kurang dikenal, yang menurut bangsa kuno diusir dari gereja oleh para presbiter (tak ada keterangan siapa mereka ini), membuka sebuah mazhab, dan membentuk se­buah sekte. Semua yang bisa dikatakan tentang Noëtus pasti diambil dari tiga penulis berikut: Hipolitus (Sermo contra hæresin Noëtus; pertama kali diterbitkan oleh Jo. Alb. Fabricius, Opp. Hippolyti, jil. ii, hal. 5 dst. Sebelumnya itu terbit dalam bahasa Latin); Epifanius (Hæres. L., vii. jil. i, hal. 479); dan Teodoretus (Hæret. Fabular. L., iii, c. 3., Opp. jil. Iv, hal. 227.) Semua yang dinyatakan oleh bapa-bapa lain (misalnya Agustinus, Philas­ter, Yohanes dari Damaskus) diambil dari ketiga orang yang disebutkan di atas, atau berasal dari orang-orang yang ber­paling pada sumber-sumber ini. Teodoretus sangat singkat; Hipolitus dan Epifanius lebih lengkap; namun keduanya hanya membahas ajaran utama Noëtus, dan itu tanpa me­tode dan kejelasan. Mereka tidak menerangkan sentimen keliru Noëtus secara akurat dan jelas; tidak pula menyatakan perilakunya ataupun tindak-tanduk orang lain terhadapnya secara masuk akal. Dan karenanya, tidak banyak yang bisa dikatakan tentang Noëtus ataupun doktrinnya. Bahwa dia hidup pada abad 3, itu pasti; tapi dalam paruh abad berapa dia mengusik kedamaian gereja, itu diragukan. Hipolitus dan Teodoretus berkata dia adalah pribumi Smirna; tapi Epifa­nius menyebutnya orang Efesos. Barangkali dia lahir di Smir­na, tapi belajar di Efesos. Apakah dia orang awam, atau me­megang suatu jabatan suci, tak ada yang memberitahu kita. Hipolitus maupun Epifanius menyebut dia memiliki seorang saudara laki-laki; dan mereka sama-sama menggambarkan­nya suka mengigau sampai-sampai menyatakan diri sebagai Musa dan saudaranya sebagai Harun. Tapi bahwa dia begitu tergila-gila, itu tidak bisa dipercaya; sebab orang-orang yang menudingnya demikian menunjukkan melalui kupasan me­reka bahwa dia bukan penalar yang rendah. Aku bisa percaya, setelah pengusirannya dari gereja dan ketika bersusah-pa­yah mendirikan sekte barunya, dia menyamakan diri dengan Musa dan saudaranya dengan Harun; dengan kata lain, klaimnya, Tuhan sedang menggunakan perantaraan dirinya dan saudaranya untuk membebaskan umat Kristen dari per­budakan terhadap prinsp-prinsip agama palsu, sebagaimana Dia dahulu mempergunakan jasa Musa dan Harun dalam menyelamatkan umat Ibrani dari perbudakan di Mesir. Dan musuh-musuhnya ini menyelewengkan bahasa menyakitkan dan tak beradab ini jadi terasa buruk, mungkin mengira dia akan memperoleh tak banyak atau nihil pengikut jika bisa dibuat terlihat tak waras atau gila. Para presbiter yang di­berkati dari gerejanya, ketika mereka mendapatinya menga­jar berbeda dari mereka menyangkut oknum Kristus, me­mintanya menjelaskan di majelis gereja. Dia menutup-nu­tupi pandangan-pandangannya, yang pada waktu itu hanya dijunjung olehnya dan saudaranya. Tapi setelah beberapa lama, sesudah memperoleh sejumlah pengikut, dia meng­ekspresikan sentimen-sentimennya secara lebih berani. Dan saat kembali dipanggil ke hadapan dewan bersama orang-orang yang sudah dia bujuk ke dalam kesalahan dan menolak mematuhi peringatan para presbiter, dia dan pengikutnya diusir dari komuni gereja. Demikianlah yang dinyatakan Hi­politus maupun Epifanius. Hanya Epifanius yang menam­bahkan bahwa Noëtus dan saudaranya mati tak lama setelah mendapat hukuman ini; dan bahwa tak ada orang Kristen yang mau mengubur jasad mereka. Dalam hal ini tidak ada yang sulit dipercaya, tak ada yang tak konsisten dengan kebi­asaan umum umat Kristen. Tapi aku penasaran, mengapa mereka tidak memberitahu kita di mana hal-hal ini terjadi; aku juga penasaran, kenapa hanya para presbiter diberkati yang disebutkan sebagai hakim, dan tak ada penyebutan seorang uskup. Sebagian mungkin menyimpulkan Noëtus sendiri adalah uskup di tempat di mana urusan berlangsung. Tapi kebiasaan gereja kuno tidak memberi presbiter wewe­nang untuk menyidang dan memberhentikan uskup mereka. Oleh karenanya aku mengusulkan mungkin tidak ada uskup pada waktu itu di tempat di mana Noëtus tinggal. Penaksiran ini tidak bebas dari kesulitan, kuakui; tapi kesulitannya lebih sedikit daripada asumsi sebelumnya. Terakhir, tidak boleh diabaikan bahwa Teodoretus, dan hanya Teodoretus, me­nyatakan Noëtus bukanlah pencipta asli doktrin yang mem­buatnya dihukum; tapi dia cuma mengajukan sebuah keke­liruan yang diperkenalkan oleh seseorang bernama Epi­gonus sebelum dirinya dan yang ditegaskan oleh seseorang bernama Cleomenes dan yang, pasca kematian Noëtus, terus disebarkan oleh seseorang bernama Callistus.
Karena tak sepenuhnya dipahami, dinyatakan bagaimana Tuhan itu, yang dalam Injil begitu sering dinyatakan esa dan tak terbagi, di saat yang sama bisa berlipatbanyak. Noëtus menyimpulkan Bapak segala hal yang tak terbagi ini me­nyatukan diri dengan manusia Kristus, lahir di dalamnya, dan menderita dan mati di dalamnya. Bangsa kuno sependapat bahwa Noëtus, meski dia paham doktrin yang diajarkan Gereja tidak bisa direkonsiliasikan dengan teks-teks Injil (yang menyangkal ada dewa-dewa apapun selain Tuhan yang esa, Bapak semua hal [Eksodus iii 6 dan xx 3, Yesaya xlv 5, Baruch iii 36, Yesaya xlv 14])—sebab Hipolitus maupun Epifanius dengan jelas memberitahu kita bahwa dia mendasarkan doktrinnya pada teks-teks ini—meski Noëtus paham demikian dan tidak ragu sama sekali bahwa Kristus disebut Tuhan dalam Injil-injil suci, dia jatuh ke dalam kepercayaan bahwa Tuhan esa tertinggi, yang di­sebut Bapak umat manusia dan khususnya Bapak Kristus, memangku sifat manusia dalam oknum Yesus dari Nazareth, dan, melalui penderitaan dan kematiannya, menebus dosa-dosa manusia. Hipolitus (Sermo dalam Noëtus 1) berkata: Ἔφη τὸν χριστὸν ἀυτὸν εἶναι τὸν πατέρα, και αυτὸν τὸν πατέρα γεγεννῆσθαι και πεπονθέναι και ἀποτεθνηκέναι. (Dixit Christum eundem esse patrem, ipsumque patrem genitum esse, passum et mortuum.) Menurut Epifanius, Noëtus menjawab teguran para presbiter dengan berkata: Quid mali feei? Unum Deum veneror, unum novi (xà‹¡ ux äddor eäär αυτοῦ, γεννηθέντα, πεπονθότα, ἀποθάνοντα), nee praeter ipsum alterum natum, passum, mortuum. Dan tak lama kemudian dia membuat para Noëtian berkata: Ου πολλοὺς Θεοὺς λέγομεν, ἀλλ ' ἕνα Θεὸν ἀπαθῆ, ἀυτὸν πατέρα τοῦ ὑιοῦ, ἀυτὸν υἱὸν, και πε Tovita. (Non plures Deos affirmamus, sed unum duntaxat Deum, qui et pati nihil possit, et idem filii pater sit, ac filius, qui passus est.) Tapi Teodoretus secara paling eksplisit di antara semuanya mengekspresikan dogma mereka (yang kata-katanya kutampilkan hanya dalam ba­hasa Latin, supaya singkat) begini: Unum dicunt Deum et patrem esse – non apparentem illum, quando vult, et appa­rentem, cum voluerit — genitum et in genitum, ingenitum quidem ab initio, genitum vero, quando ex virgine nasci voluit; impassibilem et immortalem, rursusque patibilem et mortalem. Impas sibilis enim cum esset, crucis passionem sua sponte sustinuit. (Dia menambahkan:) Hunc et filium appellant et patrem, prout usus exegerit, hoc et illud nomen sortien tem. Apa yang Epifanius katakan kepada kita, yakni bahwa para Noëtian menjadikan Kristus sebagai Bapak maupun Putera; atau sebagaimana Teodoretus sampaikan, Mereka menyebut Kristus Putera sekaligus Bapak, tergantung kesempatan; bangsa kuno maupun bangsa modern mema­hami ini dalam pengertian lebih buruk dari yang diperlukan. Sebab mereka bilang bahwa Noëtus meyakini Bapak dan Putera adalah oknum yang satu dan itu-itu juga; bahwa oknum ini menyandang nama Bapak, sebelum menghu­bungkan diri dengan manusia Kristus, tapi mengambil gelar Putera setelah penyatuannya dengan manusia Kristus, se­hingga Dia bisa dipanggil Bapak maupun Putera; sebagai Bapak jika dipandang dalam diri-Nya sendiri dan terpisah dari Kristus, tapi sebagai Putera jika dipandang terangkai dengan manusia Kristus. Dari pemaparan pandangan-pan­dangannya ini, sering ditarik konsekuensi-konsekuensi yang mendiskreditkan reputasi dan bakat-bakat Noëtus. Padahal itu semua bukan pandangan Noëtus; pembaca yang awas dapat mengetahui ini dari penyangkalan terhadap semua itu. Dia membedakan oknum Bapak dari oknum Putera: Bapak adalah Tuhan tertinggi yang menciptakan semua hal; Putera Bapak adalah manusia Kristus, yang tentu saja dia sebut Putera Tuhan secara tegas, lantaran mukjizat prokreasinya dari perawan Maria. Bapak, ketika bergabung dengan Putera ini, tidak kehilangan nama atau martabat Bapak; tidak pula dia dijadikan Putera; justru dia tetap, dan akan senantiasa tetap, Bapak; tidak pula dia bisa mengubah nama atau sifat-Nya. Tapi, lantaran Bapak bergabung seintim-intimnya dengan Putera, dan menjadi satu oknum dengannya, maka Bapak, walaupun sifatnya berbeda dari sifat Putera, bisa di­panggil Putera dalam arti tertentu. Dan dengan demikian Noëtus tidak mengucapkan apapun yang lebih absurd dari­pada yang kita ucapkan ketika berkata, sejalan dengan Injil Suci, Tuhan adalah manusia, manusia adalah Tuhan; Tuhan menjadi manusia, manusia menjadi Tuhan. Dia hanya me­nerapkan nama Bapak dan Putera, sebagai ganti istilah Tuhan dan manusia. Dan dalil-dalilnya, Bapak adalah Putera dan Bapak menjadi Putera, sepadan dengan dalil-dalil kita, Tuhan adalah manusia, Tuhan menjadi manusia; dan mereka harus dijelaskan dengan cara sebagaimana dalil-dalil kita dijelaskan, yakni sebagai hasil dari apa yang kita namakan persatuan hipostatik. Satu-satunya perbedaan antara dia dan kita adalah bahwa dia memahami Bapak sebagai sifat ilahi utuh, yang dia anggap tak bisa dibagi-bagi; sedangkan kita memaksudkan Tuhan sebagai oknum ilahi yang berbeda dari oknum Bapak. Ide yang dia gabungkan ke kata Putera sama dengan yang kita gabungkan ke kata manusia. Sudah pasti keliru bahwa Noëtus dan semua Patripassian meyakini (yang menurut banyak buku tidak bisa disangkal) bahwa Bapak, Putera dan Roh Kudus hanyalah tiga penamaan untuk oknum yang satu dan itu-itu juga. Menurut pemahaman sekte ini, Bapak adalah nama oknum ilahi atau Tuhan, Putera adalah nama oknum manusiawi atau manusia. Adapun Roh Kudus, bangsa kuno tidak memberitahu kita apa pandangan Noëtus. Tapi dari sangkalannya bahwa Tuhan terbagi ke dalam tiga oknum, tentu jelas dia memandang istilah Roh Kudus bukan sebagai oknum ilahi, tapi sebagai penamaan energi ilahi atau suatu sifat yang berbeda dari Tuhan.
Judul asli : The Noëtian Controversy<i=1a2OtYf-UZcfuuhAgeDBRiobe5Kn2OCSC 450KB>The Noëtian Controversy
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Mei 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Tuhan Adalah Manusia, Manusia Adalah Tuhan: Sebuah Kontroversi

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)