“Dia mendapat liputan suratkabar lebih banyak daripada penjahat jaya manapun. Jadi, jika dia sedang menikmati gelombang publisitas saat ini di sebuah persembunyian, apa yang terjadi kalau kita tiba-tiba menarik semua penyebutan dirinya?”
Franky Cobb adalah penjahat paling diburu dan paling dipublikasikan di seluruh pelosok negeri ini. Dan dia licin. Polisi di setiap negara bagian sudah disiagakan, dermaga dan perbatasan dibayangi, dan radio meraungkan deskripsi fisiknya. Di kota besar, Dave Levik sedang meliput cerita ini, mengumpulkan arsip-arsip suratkabar untuk mencari seluk-beluk masa lalu terkait Franky Cobb, dan melakukan pekerjaan kelas satu pada halaman-halaman muka Globe. Lalu suatu hari, Dave pergi ke Markas Besar Kepolisian. Dia mendapat sebuah ide dan pada saat itu Lt. Conway bersedia mendengarkan apapun jika ada kemungkinan untuk menciduk Franky Cobb.
“Dari apa yang kutemukan tentang Franky,” mulai Dave, “orang ini bukan hanya pembunuh berdarah dingin, dia juga pencari publisitas. Dia mendapat liputan suratkabar lebih banyak daripada penjahat jaya manapun sejak Dillinger.”
Letnan mengangguk letih. “Teruskan,” rengutnya.
Dave semakin bergairah dengan topiknya. “Jadi, jika dia sedang menikmati gelombang publisitas saat ini di sebuah persembunyian, apa yang terjadi kalau kita tiba-tiba menarik semua penyebutan dirinya?”
Lt. Conway jadi lebih bersemangat. “Kedengarannya kau dapat ide cemerlang, Dave,” katanya antusias. “Mungkin itu kecil kemungkinannya, tapi kami sudah coba setiap cara lain.”
Dave meminta Conway agar merahasiakan asal-usul ide ini dari Redaktur Globe. “Aku tak mau dikritik lantaran mengakhiri sebuah cerita bagus,” jelasnya sambil meninggalkan kantor.
Tak lama kemudian terbit perintah untuk menghentikan semua liputan tentang cerita Franky Cobb, dan Dave Levik kembali ke artikel-artikel yang lebih biasa. Pada hari liburnya dia mengajak kekasih pirangnya makan malam dan menonton pertunjukan dan pulang larut ke apartemen studionya. Dia ambruk ke tempat tidur hanya untuk bangun beberapa saat kemudian, sadar ada seseorang selain dirinya di kamar. Dinginnya rasa takut menyapu sekujur tubuhnya dalam periode terjaga pertama yang menyiksa, lalu otaknya mulai berfungsi. Itu tak mungkin seorang pencuri, tidak di lingkungan ini, dan orang itu tak bergerak sama sekali, hampir tak bernafas, taksir Dave cepat-cepat. Lalu lampu-lampu di apartemennya menyala sepanjang ruangan, cukup panjang untuk Dave melihat bentuk tubuh tamunya yang duduk di kursi dekat pintu.
“Oke, Levik,” kata sebuah suara yang mengancam, “bangun pelan-pelan dan tutup kerainya.”
David menuruti apa yang diperintahkan. Saat dia berbalik dari jendela, lampu menyala. Itu Franky Cobb, kursinya terjinjit miring ke dinding, tonjolan sarung pistol bahunya terlihat jelas.
“Maaf mengganggumu, tukang tulis,” kata Franky dengan senyum kedut, “tapi aku punya beberapa pertanyaan dan kukira kau bisa menjawabnya.”
“Y-yeah?” sahut Dave lemah, merosot ke pinggir tempat tidur. “Soal apa semua ini?”
“Aku sudah menghindari polisi bertahun-tahun, kau tahu itu,” kata Franky, “dan selama itu aku mendapat liputan halaman muka...dan berkat kau, Globe sudah bekerja sebaik-baiknya.” Lalu, terlihat bingung, dia berkata, “Bagaimana bisa aku tiba-tiba diturunkan?”
Judul asli | : | Publicity Hound<i=15rxUZ6RzbCIt7iBf9amOqmtmBHQzpgnp 331KB>Publicity Hound (1955) |
Pengarang | : | Anonim |
Penerbit | : | Relift Media, Februari 2023 |
Genre | : | Kriminal |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |