Kaum Arya pertama kali kelihatan dalam sejarah sekitar seribu tahun sebelum Masehi, ketika mereka menginvasi India di satu sisi dan mengancam Babilonia di sisi lain.
“Demikianlah berkata Cyrus, raja Persia: Semua kerajaan bumi telah Tuhan langit karuniakan kepadaku.” Ini adalah kata-kata pembuka, menurut Alkitab, dari titah masyhur yang memproklamirkan bahwa sebuah hari baru telah menyingsing di bumi, sebuah era yang lebih murah hati dan lebih manusiawi telah dimulai untuk umat manusia. Ketika Cyrus, dengan bangsa Persia-nya, menaklukkan Babilonia, ribuan tahun pemerintahan Semitik atas dunia terhenti, dan kekuasaan beralih ke tangan kaum Arya paling awal. Semua bangsa terkemuka hari ini adalah keturunan Arya. Maka, mari kita tandai dan kenang tahun kemenangan Cyrus dan titah agungnya (538 SM), sebab titah itu memproklamirkan perdamaian—dan kemurahan kepada mereka yang ditaklukkan.
Semangat kekuasaan Semitik di bawah Babilonia dan Asyur dulu kejam nyaris tak terbayangkan. Kaum tersebut, kata salah seorang sejarawan kita, pasti sangat “tak imajinatif”, yakni sama sekali tidak mampu menyadari di dalam diri mereka nestapa korban-korban mereka; kalau tidak, mereka tak bakal menimpakan kepedihan siksaan fisik sengeri itu kepada seluruh bangsa-bangsa. Bangsa Persia juga kejam, jika dinilai dari pandangan modern kita, tapi mereka tidak kejam secara membabi-buta. Siksaan fisik dipergunakan oleh mereka hanya sebagai hukuman untuk orang-orang yang didakwa melakukan pidana serius. Selain itu, semangat keagamaan semua orang Arya awal itu tampaknya adalah semangat toleransi umum, berlawanan dengan semangat sempit Semitik. Hampir setiap kaum Semitik memandang diri mereka sebagai kaum pilihan tuhan mereka sendiri. Mereka bahkan meyakini diperintah langsung oleh tuhan tersebut untuk menghancurkan bangsa-bangsa lain, yang sudah mendatangkan kebencian-Nya terhadap manusia dengan ketidaktahuan mereka akan wewenang-Nya.
Dewa bangsa Persia awal, di sisi lain, adalah roh kreatif murni, Ahura-Mazda, “Tuhan pengetahuan agung”. Selain itu, mereka mengakui kehidupan jiwa manusia dan eksistensi spiritual lanjutannya di dunia kebaikan atau keburukan sesudah mati. Agama mereka, setidaknya di tahap-tahap awalnya, melibatkan pandangan kehidupan yang sama mulianya dengan pandangan banyak filsuf modern. Sang pencipta Ahura Mazda, yang bangsa Persia belakangan identikkan dengan Mithra, dewa matahari, memiliki dua putera, terang dan gelap, kebaikan dan keburukan, Ormuzd dan Ahriman. Mereka berdua ini selalu bergulat memperebutkan kekuasaan atas alam semesta, dan dalam peperangan dahsyat itu mereka menyeru setiap makhluk hidup dan setiap kekuatan di bumi menuju panji-panji mereka. Manusia memegang peran utama dalam pertikaian besar ini. Setiap orang dengan kemauannya sendiri akan menempatkan diri di pihak yang satu atau lainnya; dia menolong jalan Ormuzd dengan setiap tindakan dan pemikiran murah hati, memajukan jalan Ahriman dengan setiap perbuatan tercela.
Filosofi kebebasan dan tanggungjawab moral manusia yang sungguh mulia ini mengambil bentuk pasti di bawah ajaran sang bijak, Zarathustra, atau bangsa Yunani menyebutnya Zoroaster. Nama Persia tersebut sepertinya bermakna “unta-unta kuning kecokelatan”, jadi barangkali Zoroaster adalah seorang penggembala unta atau pengendara unta, sebagaimana guru Timur lainnya yang lebih belakangan, Muhammad. Doktrin-doktrin Zoroaster, dituliskan berabad-abad sesudah kematiannya, telah dilestarikan sebagian dalam kitab-kitab suci Persia, disebut Zend-Avesta, atau “tafsir-tafsir kebijaksanaan”. Rekaman sepenggal-sepenggal ini menunjukkan sang guru hidup di bawah seorang kepala suku bernama Vishtaspa, atau “pemilik kuda”, dan membujuk kaumnya untuk meninggalkan kehidupan nomaden berkelana dan berperang, dan menetap sebagai petani cinta damai di rumah permanen.
Kita tidak bisa menelusuri ras-ras Arya sampai ke suatu tahun seperti masa purba kaum Semit. Kita hanya bisa menebak, tahun kehidupan Zoroaster, dari rekaman yang masih bertahan, adalah sekitar 1.500 SM. Kaum Arya pertama kali kelihatan dalam sejarah sekitar seribu tahun sebelum Masehi, ketika mereka menginvasi India di satu sisi dan mengancam Babilonia di sisi lain. Rekaman Asyur dan Babilonia menyebut para penginvasi ini secara samar sebagai orang Skithia, atau sebagai orang Manda atau orang Kimeri. Kita hanya benar-benar tahu bahwa gerombolan bangsa-bangsa petarung galak mulai menyerbu peradaban Semit dari utara, dari dataran luas Rusia dan Asia tengah. Barangkali tidak semua gerombolan-gerombolan ini adalah orang Arya. Mereka tidak kelihatan jelas sampai hari ketika Niniwe dihancurkan (607 SM) oleh balatentara gabungan Babilonia dan seorang ketua suku Arya yang para sejarawan lama sebut Kuaxares, raja Media.
Judul asli | : | The Coming of the Aryan Race<i=19rHH9j808CRFgge_UPvBfw42t592xY3a 586KB>The Coming of the Aryan Race (1913) |
Pengarang | : | Edward S. Ellis |
Penerbit | : | Relift Media, November 2022 |
Genre | : | Sejarah |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |