Skip to content
Cerita Janggal Koran 1971 – Relift Media

Cerita Janggal Koran 1971 Cerita fiksi sci-fi

author _H. G. Wells_; date _1932_ genre _Sci-Fi_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ Hanya dalam empat puluh tahun dari sekarang, permainan besar negara-negara berdaulat akan berakhir. Suatu metode baru dalam menangani urusan manusia akan diadopsi. Tak ada sepatah katapun tentang patriotisme atau nasionalisme; tak ada sepatah katapun tentang partai. Aku sebut ini Cerita Janggal karena cerita ini tak ada penjelasannya. Saat pertama kali mendengarnya se­penggal-sepenggal dari Brownlow, aku merasa itu janggal dan tak masuk akal. Tapi—itu menolak untuk tetap tak masuk akal. Setelah menampik dan kemudian memper­tanyakan dan menyelidiki dan terhentak di depan bukti-bukti, setelah menyangkal semua bukti miliknya sebagai se­buah mistifikasi dan tak mau mendengar lagi tentang itu, dan kemudian tertarik untuk mempertimbangkannya lagi karena rasa penasaran yang tak tertahankan dan karenanya memeriksa semuanya lagi, aku terpaksa sampai pada kesim­pulan bahwa Brownlow, sejauh dia bisa mengatakan yang se­benarnya, telah mengatakan yang sebenarnya. Tapi itu tetap kebenaran yang janggal, janggal dan merangsang imajinasi. Semakin masuk akal ceritanya, semakin janggal itu. Itu me­nyusahkan pikiranku. Aku dibuat demam olehnya, bukan tertular dengan kuman-kuman tapi dengan catatan-catatan interogasi dan rasa penasaran yang tak terpuaskan. Brownlow adalah, kuakui, orang yang periang. Aku sudah tahu dia suka berbohong. Tapi setahuku dia tak pernah me­lakukan sesuatu serumit dan seterus-terusan seperti urusan ini, meski itu mistifikasi. Dia tak mampu melakukan sesuatu serumit dan seterus-terusan seperti itu. Dia terlalu malas dan gampangan untuk hal semacam itu. Dan dia akan sudah tertawa. Pada suatu tahap dia akan sudah tertawa dan mem­bocorkan semuanya. Dia takkan mendapat apa-apa dengan mempertahankannya. Kehormatannya tidak terletak pada kedua keadaan itu. Tapi bagaimanapun juga ada potongan koran miliknya sebagai bukti—dan carikan sebuah pem­bungkus beralamat... Aku sadar, bagi banyak pembaca, cerita ini jadi rusak karena dibuka dengan kondisi Brownlow yang jelas-jelas lebih riang. Dia sedang tidak mood untuk melakukan peng­amatan dingin dan terkalkulasi, apalagi pencatatan akurat. Dia melihat hal-hal secara gembira. Dia cenderung melihat mereka dan menyambut mereka dengan ceria dan mem­biarkan mereka berlalu dari perhatian. Keterbatasan waktu dan ruang tidak memberatkannya. Kala itu lewat tengah malam. Dia habis makan malam dengan teman-teman. Aku sudah menanyakan teman-teman seperti apa—dan aku puas dengan satu atau dua kemungkinan kentara dari pesta makan malam itu. Mereka, kata dia, “cuma teman. Mereka tak ada kaitan dengan itu.” Aku biasanya tidak memaksa kepastian semacam ini, tapi aku membuat penge­cualian dalam kasus ini. Aku memperhatikan kawanku dan mengambil kesempatan mengulangi pertanyaan itu. Tidak ada yang tak biasa dari pesta makan malam itu, kecuali fakta bahwa itu adalah pesta makan malam yang luar biasa bagus. Tuan rumahnya adalah Redpath Baynes, solisitor, dan makan malam berlangsung di rumahnya di St. John’s Wood. Gifford, dari Evening Telegraph, yang aku kenal sedikit, ternyata hadir, dan darinya aku mendapatkan semua yang aku ingin tahu. Ada banyak obrolan ringan dan tak nyambung dan Brownlow terinspirasi untuk menirukan bibinya, Lady Clitherholme, memarahi seorang tukang ledeng ugal-ugalan semasa bebe­rapa operasi pembangunan kembali di Clitherholme. Ke­nangan masa kecil ini disambut dengan sangat sukaria—dia selalu pandai soal bibinya, Lady Clitherholme—dan Brownlow pergi dengan jelas-jelas gembira karena keberhasilan kecil gaul ini dan keramahtamahan umum acara tersebut. Apakah mereka mengobrol, tanyaku, tentang Masa Depan, atau Einstein, atau J. W. Dunne, atau topik tinggi dan serius se­macamnya di pesta? Tidak. Apakah mereka membahas surat­kabar modern? Tidak. Tidak ada siapapun yang bisa disebut pembanyol praktis di pesta ini, dan Brownlow pergi sendirian naik taksi. Itulah yang aku paling ingin ketahui. Dia sudah se­wajarnya diantarkan oleh taksinya di gerbang utama Sussex Court. Tak ada hal tak baik yang bisa dicatat dari perjalanannya dalam lift ke lantai lima Sussex Court. Petugas lift yang ber­jaga tidak melihat hal yang tak biasa. Aku menanyakan apa­kah Brownlow berkata, “Selamat malam.” Si petugas lift tidak ingat. “Biasanya dia mengatakan Malam O,” renung petugas lift—jelas berusaha semampunya, tapi tak ada hal khusus yang bisa diingat. Dan buah dari penyelidikanku tentang kondisi Brownlow di malam yang satu itu berakhir di situ. Sisa cerita datang langsung darinya. Penyelidikanku hanya sampai pada ini: dia sudah pasti tidak mabuk. Tapi dia ter­angkat sedikit dari kontak normal kita yang kasar dan kesat dengan realitas-realitas eksistensi terdekat. Kehidupan me­mancar lembut dan hangat dalam dirinya, dan hal tak ter­duga bisa terjadi dengan ringan, mudah, dan diterima. Dia menyusuri lorong panjang dan karpet merahnya, pe­nerangan jernihnya, dan pintu-pintu ék berkalanya, masing-masing dengan nomor kuningan artistik. Aku sudah menyu­suri lorong itu dengannya pada beberapa kesempatan. Dia punya kebiasaan menghidupkan koridor dengan mengang­kat topi sungguh-sungguh saat melewati setiap pintu masuk, memberi salam kepada para tetangga tak dikenal dan tak kasat mata, menyapa mereka lembut tapi jelas, dengan nama-nama jenaka tapi kadang sedikit tak sopan—nama-nama rekaannya sendiri—menyampaikan harapan baik atau memberi mereka pujian kecil. Dia akhirnya sampai ke pintunya sendiri, nomor 49, dan masuk tanpa kesulitan serius. Dia menyalakan lampu ruang depan. Bertebaran di atas lantai ék poles dan menyerbu karpet China-nya adalah sejumlah surat dan edaran, antaran pos malam. Pelayan tamu-pengurus rumahtangganya yang tidur di sebuah ruangan di bagian lain bangunan, sedang keluar malam, kalau tidak surat-surat ini akan sudah dikum­pulkan dan diletakkan di atas meja di kantornya. Nyatanya, mereka tergeletak di lantai. Dia menutup pintu atau itu ter­tutup sendiri; dia melepas jas dan syal, menaruh topinya di atas kepala penunggang kereta tempur Yunani yang patung dadanya menghiasi ruang depan, dan mulai memunguti surat-surat. Ini juga dia berhasil lakukan tanpa kecelakaan. Dia sedikit jengkel melewatkan Evening Standard. Dia biasa, katanya, berlangganan edisi malam Star untuk membaca sambil minum teh dan juga edisi penghabisan Evening Standard untuk memikirkan hal terakhir di malam hari, meskipun hanya demi kartunnya Low. Dia menghimpun semua amplop dan paket ini dan membawa mereka ke ruang duduk kecil. Di sana dia menyalakan pemanas elektrik, mencampur wiski-dan-soda encer, pergi ke kamar tidur untuk memakai sandal lembut dan mengganti jas perokoknya dengan jaket wol llama berkancing frog, kembali ke ruang duduk, menyulut rokok, dan duduk di kursi lengan dekat lampu baca untuk memeriksa surat-menyuratnya. Dia mengingat semua detil ini dengan sangat tepat. Mereka adalah rutin yang dia ulangi puluhan kali. Brownlow bukanlah orang yang khusyuk; pikirannya me­langlang buana ke banyak hal. Dia salah satu dari orang-orang ekstrovert ringan itu yang membuka dan membaca semua surat dan edaran mereka kapanpun mereka mem­perolehnya. Di siang hari, sekretarisnya memintas dan me­ngurus sebagian besarnya, tapi di malam hari dia lolos dari pengawasannya dan melakukan apa yang dia suka, dengan kata lain membuka semuanya. Dia menyobek berbagai macam amplop. Ada balasan for­mal sebuah surat bisnis yang dia diktekan sehari sebelum­nya, ada surat dari penasehat hukumnya yang meminta beberapa rincian mengenai akad yang akan dia buat, ada tawaran dari seorang pria tak dikenal bernama aristokratis untuk meminjaminya uang atas surat promesnya semata, dan ada pemberitahuan tentang proposal sayap baru klub­nya. “Itu-itu lagi,” desahnya. “Itu-itu lagi. Semuanya mem­bosankan!” Dia selalu berharap, seperti setiap orang yang sedang maju menyeberangi dataran usia paruh baya, surat-menyuratnya akan memuat kejutan-kejutan asyik—tapi itu tak pernah. Lalu, seperti yang dia katakan padaku, di antara surat-surat lain, dia memungut sebuah koran luar biasa.
Judul asli : The Queer Story of Brownlow’s Newspaper<i=1Z07H5fBWfzPubWYANyyVUhRJpudsIK7J 422KB>The Queer Story of Brownlow’s Newspaper
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Oktober 2022
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Cerita Janggal Koran 1971

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2022)