Kota Baru Cerita fiksi satir

Mereka bilang mereka tidak bisa memberiku alasan-alasan persis kenapa mereka memilih tempat ini, tapi ada tradisi kuno yang merekomendasikan tempat ini. Bahkan leluhur mereka ingin membangun kota di sini. Beberapa orang datang kepadaku dan minta dibangun­kan sebuah kota. Aku bilang mereka terlalu sedikit, ada cukup ruang untuk mereka dalam satu rumah, aku tidak akan membangun kota untuk mereka. Tapi kata mereka akan ada orang-orang lain lagi yang ikut dan bahwa ada, biar bagaimanapun, orang-orang berkeluarga di antara mereka yang sedang menantikan anak, dan lagi kotanya tidak harus dibangun sekaligus, tapi dibuat denah lantainya saja dan selebihnya dikerjakan sedikit demi sedikit. Aku bertanya di mana mereka ingin kota itu dibangun; mereka bilang mereka akan tunjukkan tempatnya sebentar lagi. Kami menyusuri sungai sampai tiba di sebuah bukit papan yang agak tinggi, curam pada sisi di sebelah sungai tapi selain itu melandai. Mereka bilang di atas sanalah mereka ingin kota itu dibangun. Tidak ada apa-apa di sana selain rerumputan jarang, dan tak ada pepohonan, yang mana pas untuk keperluanku, tapi turunan sungai tampak terlalu curam bagiku dan aku minta perhatian mereka pada hal ini. Namun, kata mereka ini tidak berbahaya, toh kotanya akan memanjang di landaian-landai­an lain dan akan punya cukup sarana akses lain ke perairan, dan selain itu, seiring waktu mungkin akan ditemukan cara-cara mengatasi tebing curam itu. Pokoknya, itu tidak akan menjadi rintangan bagi pendirian sebuah kota di titik ini. Lagipula, kata mereka, mereka muda dan kuat dan bisa memanjat tebing itu dengan mudah, yang, mereka bilang, akan mereka peragakan padaku sekarang juga. Mereka me­lakukannya; bagai kadal, tubuh mereka melesat naik di antara celah-celah karang, dan segera saja mereka berada di puncak. Aku juga naik dan bertanya mengapa mereka ingin kotanya dibangun persis di sini.