Sebagian menduga itu penculikan, yang lain menduga bunuh diri, dan yang lain lagi bahkan mengisyaratkan pembunuhan. Segala macam teori telah dikemukakan tanpa sedikitpun mengubah nada misteri yang dominan.
“Halo, Jameson, apa Kennedy ada di dalam?”
Aku mendongak dari koran sore dan menjumpai wajah awas Jaksa Distrik Carton yang berahang persegi di ambang pintu apartemen kami.
“Apa kabarmu, Hakim?” seruku. “Tidak, tapi aku menunggunya sebentar ini. Kau tak mau duduk?”
Jaksa Distrik merosot, dengan agak letih kukira, ke sebuah kursi dan menengok arlojinya.
Aku berkenalan dengan Carton beberapa tahun lalu sebagai wartawan baru di
Star sewaktu dia menjabat hakim pengadilan rendah. Perkenalan kami tumbuh melalui beberapa kampanye politik di mana aku dapat tugas yang membawaku bersinggungan dengannya. Belakangan, penulisan isu khusus mengantarku kembali membuntutinya dalam menceritakan pembersihan yang dia lakukan terhadap sogok-menyogok di kota. Saat ini keletihannya mudah dijelaskan sebabnya. Dia sedang menjalani pertarungan hidup untuk terpilih kembali, pertarungan melawan “Sistem” yang dikepalai oleh Bos Dorgan, di mana dia telah sukses besar dalam membongkar banyak kejahatan, dari tindak asusila dan penyelundupan narkoba hingga kecurangan pemilu terang-terangan.
“Aku menunggu Ny. Blackwell di sini beberapa menit lagi,” katanya, kembali melirik arloji. Matanya menangkap tajuk berita yang sedang kubaca dan dia lekas menambahkan, “Apa pendapat anak-anak
Star soal kasus Blackwell itu?”
Itu, boleh kubilang, kasus yang diselimuti misteri tebal—raibnya seorang gadis muda jelita, Betty Blackwell, baru menginjak usia 18. Keluarga, polisi, dan kini Jaksa Distrik telah berusaha memecahkannya tapi sia-sia. Sebagian menduga itu penculikan, yang lain menduga bunuh diri, dan yang lain lagi bahkan mengisyaratkan pembunuhan. Segala macam teori telah dikemukakan tanpa sedikitpun mengubah nada misteri yang dominan. Foto-foto sang gadis telah dipublikasikan secara luas, aku tahu, tanpa mendatangkan jawaban sepatah katapun. Para pemuda yang dikenalnya dan para pemudi yang akrab dengannya sudah diinterogasi tanpa menghasilkan banyak petunjuk. Laporan-laporan bahwa dia terlihat di suatu tempat berdatangan dari seluruh pelosok negeri, seperti biasa dalam kasus semacam ini. Semua sudah diselidiki dan ternyata cuma berdasar imajinasi. Misteri tetap tak terpecahkan.
“
Well,” sahutku, “memang ada banyak pembicaraan saat ini di koran-koran tentang aphasi dan amnesia dan sebangsanya. Tapi, kau tahu, kami wartawan adalah kumpulan orang skeptis. Kami harus ditunjuki bukti. Aku tak bisa bilang kami menaruh banyak kepercayaan pada hal ITU.”
“Tapi apa penjelasanmu? Kalian selalu punya opini. Kadang aku berpikir wartawan adalah detektif terbaik kami.”
“Aku tak bisa bilang kami punya opini dalam kasus ini—belum,” balasku blak-blakan. “Ketika seorang gadis menghilang begitu saja di Fifth Avenue dan tak ada petunjuk sedikitpun ke mana dia pergi atau bagaimana caranya,
well—oh, itu Kennedy. Utarakan saja padanya.”
“Kami sedang membahas kasus raibnya Betty Blackwell,” sambung Carton, ketika salam-sapa selesai. “Apa pikiranmu soal itu?”
“Pikiranku soal itu?” ulang Kennedy buru-buru dengan lirikan tajam pada sang Jaksa Distrik, “ah, Hakim, pikiranku sama denganmu. Kalau kau tidak berpikir kasus ini terkait dengan investigasimu terhadap tindak asusila dan sogok-menyogok, kau takkan berada di sini. Dan kalau aku tidak merasa itu menjanjikan hasil mengejutkan, terlepas dari minatku pada pemecahan misteri semacam ini, aku takkan siap mengambil tawaran yang dengannya kau datang kemari.”
“Kau jagoan, Kennedy,” tawa Carton, tapi gampang terbaca bahwa dia senang sekaligus lega telah memperoleh jasa Craig semudah itu.
