Skip to content
Aku Mati Dibunuh! – Relift Media

Aku Mati Dibunuh! Cerita fiksi detektif

author _Gilbert Keith Chesterton_; date _1911_ genre _Detektif_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ Tapi potongan itu lebarnya hampir tidak satu inchi, tak ada ruang untuk satu kata, apalagi lima. Menurutmu adakah sesuatu yang tidak lebih besar dari koma dan harus dirobek oleh pelakunya karena akan memberatkan dirinya? Beberapa jalan besar yang menuju utara London bersambung jauh sampai pedesaan, menjadi semacam momok yang menipis dan terpotong, dengan lowong-lowong lebar pada strukturnya, tapi tetap terjaga jalurnya. Di sini ada sekelompok toko, disusul ladang atau lapangan kuda berpagar, terus bar ternama, terus taman pasar atau kebun bibit, terus rumah privat besar, terus ladang lain dan losmen lain, dan seterusnya. Jika seseorang menyusuri salah satu jalan ini, dia akan melewati sebuah rumah yang mungkin menarik perhatiannya, tapi tak mampu menjelaskan daya tariknya. Sebuah rumah rendah panjang, sejajar dengan jalan, sebagian besar dicat putih dan hijau pucat, ada beranda dan keré anti matahari, dan serambi-serambi berbalut kupel aneh mirip payung kayu yang biasa dijumpai pada rumah-rumah kuno. Nyatanya, ini memang rumah kuno, sangat Inggris dan sangat suburban dalam pengertian Clapham makmur dahulu. Tapi rumah ini terkesan seperti dibangun khusus untuk cuaca panas. Memandang cat putih dan kerénya, samar-samar orang akan mengiranya sorban India dan bahkan pohon palem. Aku tak mampu mengusut akar perasaan ini; barangkali tempat tersebut dibangun oleh seorang Anglo-India. Siapapun yang melewati rumah ini, kutegaskan, akan terpesona olehnya, akan merasa tempat ini punya cerita. Dan dia memang benar, sebagaimana akan kau simak sebentar lagi. Begini ceritanya—cerita tentang hal aneh yang betul-betul terjadi di dalamnya pada Minggu Putih tahun 18....: Siapapun yang melewati rumah ini di hari Kamis sebelum Minggu Putih pada sekitar jam setengah lima sore, dia akan melihat pintu depannya terbuka, dan Romo Brown, dari gereja kecil St. Mungo, keluar sambil mengisap pipa besar diiringi teman Prancisnya yang sangat jangkung bernama Flambeau, yang mengisap cerutu sangat kecil. Orang-orang ini mungkin, mungkin pula tidak, akan menarik perhatian pembaca. Tapi sebetulnya bukan hanya mereka yang menarik perhatian ketika pintu depan rumah putih-hijau itu dibuka. Masih ada keanehan lain dari rumah ini, yang harus dilukiskan terlebih dahulu agar pembaca mengerti kisah tragis ini, juga agar pembaca tahu apa yang tersingkap dengan dibukanya pintu tersebut. Keseluruhan rumah dibangun berdasarkan denah berbentuk T, tapi T dengan lintang amat panjang dan ekor amat pendek. Lintang panjang adalah bagian depan yang membentang di muka jalan, dengan pintu depan di tengah-tengahnya; tinggi dua lantai, dan menampung hampir semua ruangan penting. Ekor pendek, yang membentang ke belakang di seberang pintu depan, setinggi satu lantai, dan terdiri dari dua ruangan panjang saja, yang satu mengarah ke yang lain. Ruang pertama dari dua ruangan ini adalah kamar kerja di mana Tn. Quinton yang masyhur menulis syair dan roman liar Orientalnya. Ruang yang lebih jauh adalah ruang kaca yang dipenuhi bunga-bunga tropis unik nan indah, dan di sore seperti ini berkilaukan cahaya mentari. Makanya ketika pintu depan terbuka, banyak pejalan kaki berhenti untuk terbelalak dan megap-megap, karena menyaksikan pemandangan ruang-ruang semarak, bagaikan adegan peralihan dalam sandiwara peri: awan-awan ungu, mentari-mentari emas, bintang-bintang merah tua yang terang menghanguskan tapi juga transparan dan jauh. Penyair Leonard Quinton sendiri yang mengatur efek ini dengan teliti, dan belum dipastikan apakah dia mengekspresi­kan kepribadiannya secara sempurna dalam syair-syairnya. Dia orang yang minum dan mandi dalam warna-warni, yang memperturutkan nafsunya akan warna tanpa mempedulikan bentuk—sekalipun bentuknya bagus. Inilah yang telah memalingkan bakatnya kepada seni dan citraan timur, kepada karpet membingungkan atau sulaman membutakan di mana semua warna tampak jatuh ke dalam kekacaubalauan mujur, tanpa perlambangan atau pengajaran. Dia sudah berupaya, mungkin bukan dengan kesuksesan artistik utuh, tapi dengan imajinasi dan rekaan yang diakui, untuk menggubah epik dan kisah cinta yang mencerminkan huru-hara warna kasar bahkan kejam; hikayat surga tropis emas membara atau tembaga merah darah; pahlawan timur yang menunggangi gajah bercat ungu atau hijau merak dengan topi mitre bersorban dua belas; perhiasan raksasa yang tak sanggup digotong oleh seratus orang negro, tapi dibakar dengan api kuno bercorak aneh.
Judul asli : The Wrong Shape<i=14mTui1Nqgh9OaySvsp6UIRFILswiDLy1 343KB>The Wrong Shape
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juni 2015
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Aku Mati Dibunuh!

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2015)