Mereka sudah mulai meruntuhkan kepercayaan rakyat Amerika pada kebesaran institusi-institusi bebasnya, dengan menumpuk kutukan dan celaan pada kenangan bapak-bapak Revolusi kita, karena bapak-bapak kita, dalam meletakkan fondasi kebebasan Amerika, dituntun oleh kebijaksanaan manusia alih-alih tradisi Yahudi dan Kristen.
Despotisme keagamaan sedang berbaris melawan kebebasan Amerika. Rakyat Amerika terlalu percaya diri akan kekuatan pemerintah mereka. Perasaan aman saat ini di kalangan masyarakat cenderung mensukseskan skema-skema yang diramu oleh musuh-musuh kebebasan sipil dan beragama. Jaminan yang beralih dari mulut ke mulut, bahwa tidak ada bahaya terhadap bangsa ini dari plot segelintir pendeta lemah dan tersesat, penuh dengan keburukan bagi bangsa kita. Kerja pendeta—musuh bebuyutan Amerika—direncanakan secara lihai. Jika plot mereka berhasil, kebebasan beragama di American Union akan tamat. Keadilan, ketenteraman dalam negeri, dan kesejahteraan umum akan dikorbankan untuk despotisme Kristen. Jika Kristen sampai menjadi agama mapan Amerika Serikat, lebih dari 40.000 pendeta Kristen lantas akan menjadi gemuk di lumbung nasional. Mereka akan “diberi makan dan dinafkahi” oleh Kongres yang terdiri dari orang-orang Kristen. Pendeta sedang bermaksud mencapai semua ini, sebagaimana akan kuperlihatkan. Harga kebebasan—kewaspadaan abadi—tidak terbayar. Masyarakat berkata, “Tak pernah bangsa kita lebih kuat daripada saat ini; ia telah melewati cobaan berapi-api, pemberontakan baru-baru ini, dan menjadi lebih perkasa daripada ketika memasukinya”. Itu semua benar, tapi ia tetap ada dalam bahaya. Sebelum pecahnya pemberontakan, komentar lazim adalah, “Oh! tidak akan ada perang. Rakyat Amerika terlalu tercerahkan di abad ini untuk saling menumpahkan darah.” Kita semua tahu betapa sombong ungkapan-ungkapan itu. Banyak orang yang membaca halaman-halaman ini pasti akan berseru dengan semangat terlalu percaya diri serupa, “Peperangan agama sudah tamat; tidak ada bahaya penyatuan Gereja dan Negara; mustahil memasukkan nama Tuhan ke dalam Konstitusi AS.”
Golongan yang kurang berpikir lagi berkata, “Bagaimana kalau nama Tuhan dimasukkan ke dalam Konstitusi? Akankah itu merugikan?”
Bisa dibuktikan bahwa peperangan agama belum tamat; bahwa mungkin saja untuk memasukkan nama Tuhan ke dalam Konstitusi AS; dan terakhir, jika nama Tuhan dimasukkan, kebebasan sipil dan beragama di Amerika akan tumbang.
Terlepas dari kekuatan bangsa kita, ia terancam oleh musuh-musuh yang lebih besar dan lebih busuk daripada yang pernah menggerogoti organ-organ vitalnya—pendeta. Mereka adalah musuh terburuk Amerika, lebih buruk daripada para pemilik budak, lebih berbahaya bagi kebebasan sipil dan beragama, dan lebih tak berprinsip dalam serangan mereka terhadapnya. Orang yang tidak tahu bahwa Kristiani, sebagai Kristiani, tidak bisa diamanahi kekuasaan sipil berarti dia membaca sejarah tanpa mendapat banyak manfaat.
Hari ini negara ini ada dalam kondisi serupa secara agama dengan kondisinya secara politik pada waktu pemberondongan Fort Sumpter. Kala itu terdapat sedikit atau nihil kecemasan akan sebuah perang, dan sebagian besar sarana kekuasaan, benteng, gudang senjata, dll, ada di tangan orang-orang yang berusaha menghancurkan Union. Kini sarana kekuasaan—institusi-institusi pengetahuan, termasuk sekolah umum kita, properti gereja yang dikecualikan dari pajak, dan berjuta-juta uang, selain bertumpuk dengan pesat, dimiliki oleh orang-orang Kristen. Saking totalnya bangsa ini dikontrol oleh pendeta dan satelit-satelit mereka, sampai-sampai sebuah protes di hampir distrik sekolah manapun terhadap praktek pembacaan Alkitab di sekolah disambut dengan cemoohan blak-blakan dari, atau kemuakan saleh dari, porsi Kristen di dalam komunitas. Pendeta adalah musuh alami dari sebuah bentuk pemerintahan demokratis murni, sebuah bentuk yang tidak mengakui kekuasaan lebih tinggi daripada kehendak rakyat. Pemerintahan otonom dan Kristen tidak serasi. Kristen memerangi hak alami dan paten masyarakat untuk memerintah diri mereka sendiri. Ia tidak meyakini mereka. Ia tidak percaya pada mereka. Ia mengklaim lebih unggul dari mereka. Sebuah pemerintahan yang betul-betul demokratis atau republik tidak memiliki Tuhan. Ia adalah pemerintahan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kristen berarti pemerintahan Tuhan-tuhan, raja-raja dan ratu-ratu, lord-lord dan nyonya-nyonya, melawan rakyat. Ia teokratis. Pemerintahan manusia berarti kebebasan. Pemerintahan Kristen, dalam samaran apapun ia tampil, adalah despotisme murni. Kristen sedang menyambar kekuasaan agar bisa menghancurkan Republik ini, yang ia anggap terlalu Amerika, terlalu manusia, dan berusaha mengganti pemerintahan rakyat dengan sebuah pemerintahan Tuhan—sebuah Kekaisaran Kristen! Selama beberapa tahun sudah ada rencana tersusun rapi oleh orang-orang Kristen untuk menggulingkan prinsip yang menjadi sebab eksistensi bangsa kita, yakni, “Pemerintahan dilembagakan di antara manusia, mendapatkan kekuasaan patutnya dari persetujuan orang-orang yang diperintah.” Pemerintahan ilahi ideal yang dikonsepsikan oleh pendeta bertolak belakang dengan ini. Mereka memandang rendah dan mencela prinsip pemerintahan otonom, menyatakan bahwa persetujuan rakyat perihal apakah Tuhan boleh memerintah mereka merupakan pemberontakan terhadap-Nya. Ide Jeffersonian adalah bahwa rakyat merupakan sumber kekuasaan. Ini dinyatakan oleh orang-orang Kristen sebagai anti-Kristen dan kafir, dan begitulah adanya. Mereka mengira tidak bisa memberi pelayanan lebih besar kepada Tuhan daripada menghancurkan prinsip pemerintahan otonom. Untuk maksud ini mereka memiliki asosiasi nasional umat Kristen, dan beberapa organisasi Kristen Negara Bagian, semua bekerja untuk penggulingan institusi-institusi bebas Amerika. Gerakan ini bukan, sebagaimana disangka banyak sekali orang, gerakan yang remeh. Ia memiliki proporsi raksasa, dan sedang terus-menerus bertambah populer di kalangan orang Kristen. Ia tidak terbatas pada beberapa pendeta tersesat. Para politisi direkrut, yang demi posisi dan barang jarahan bersedia meminjamkan pengaruh mereka pada skema apapun biarpun keji; sekalipun, seperti dalam kasus ini, untuk menusuk mati kebebasan beragama. Rasa aman yang dirasakan oleh rakyat Amerika dalam kelanggengan bangsa mereka adalah madat yang meninabobokan semua ketakutan terhadap konsekuensi serius dari campurtangan pendeta dalam urusan sipil. Pernyataan dan tuntutan ribuan orang Kristen yang sudah terlibat dalam kombinasi keagamaan ini merupakan jawaban terbaik yang bisa diberikan untuk pertanyaan, “Adakah bahaya?”