Skip to content
Ketika Wanita Menjadi Mata-mata – Relift Media

Ketika Wanita Menjadi Mata-mata Bacaan non-fiksi spionase

author _Ferdinand Tuohy_; date _1920_ genre _Spionase_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Setelah beberapa minggu melakukan prostitusi spionase, dia jatuh cinta pada ketuanya, tak sanggup terus menjadi wanita simpanan pria-pria asing atas perintahnya. Lokasi paling menguntungkan bagi mata-mata adalah di dermaga dan dekat kamp, di angkatan darat, di atas panggung, di rumahtangga orang terkemuka dan khususnya di tempat-tempat seperti bar Amerika. Kaum wanita tidak bisa disamakan dengan kaum pria untuk pekerjaan riil yang sangat melelahkan. Seorang wanita tidak punya kesabaran, metode, konsentrasi tanpa hasil-hasil yang cepat. Dia juga tidak punya pikiran teknis dan tekun dan mutu bekerja jauh dari sorotan. Dia ceroboh, dan yang lebih penting hatinya bisa lebih kuat daripada akalnya dan dengan akibat yang me­nimbulkan petaka. Kita dapat mengutip beberapa kasus relevan. Barangkali dua mencukupi. Di Kopenhagen, 1916, Dinas Rahasia Inggris memutuskan mempekerjakan seorang agen wanita. Ini me­nyimpang dari kebiasaan kami, secara lokal, tapi terdapat beberapa keadaan khusus. Hotel d’Angleterre di Kongens Nytorf merupakan “Mabes Hun”—sebagaimana Hotel Astoria dulu di Brussels. Dengan kata lain, kebanyakan orang penting Jerman menginap di Anglettere saat mengunjungi ibukota Denmark. Di antara mereka, pada waktu itu, ada seorang staf perwira muda Prusia yang diketahui diikutsertakan untuk sebuah misi amat penting. Whitehall menginginkan informasi tentang orang ini; jadi, ketika cacat tertentunya ketahuan oleh ketua dinas rahasia lokal kami, ketua memutuskan “untuk me­lempar seorang wanita kepadanya” dalam jargon profesi ini. Maka, seorang gadis Denmark memukau dipekerjakan se­cara tunai dan dia lantas mengambil tempat tinggal di Ang­leterre. Dalam perjalanan waktu, Prusia muda kita ini jadi tertarik padanya dan semua tampak berjalan sesuai rencana. Sisa cerita dapat dirangkum dalam kata-kata orang yang dulu mempekerjakan Froken: “Suatu hari gadis itu datang padaku di kantor, menangis tersedu-sedu, meletakkan segepok uang kertas di atas meja, dan mengatakan tidak sanggup menunaikan tugasnya me­mompa Fritz karena dia sudah jatuh cinta padanya. Itu kali terakhir aku mempekerjakan seorang wanita.” Di sebuah negara netral kedua, percumanya mengandal­kan agen-agen wanita dipertegas dalam penyerahan diri se­orang wanita muda Austria. Fraulein resminya bukan seorang fraulein. Dia salah satu dari wanita-wanita kosmopolitan Wina mempesona yang pada hari-hari silam sering mengunjungi Aix, Lausanne, dan Monte Carlo. Dia berbicara banyak bahasa hampir tanpa aksen dan dipekerjakan oleh kami untuk membantu salah seorang agen residen kami di sebuah kota besar. Begitu tiba bertugas di sana sebagaimana seharusnya, dia melakukan pekerjaannya seperti yang lain-lain dari jenis kelaminnya sepanjang sejarah. Ini bukan subjek menyenangkan untuk dibahas panjang-lebar. Fraulein hendak diperbantukan untuk menjadi teman dekat sementara pria-pria tertentu yang menarik perhatian dinas rahasia kami. Pada satu waktu dia harus mencaritahu urusan dan pergerakan mereka; pada waktu lain instruksinya mengharuskan pekerjaan yang lebih ruwet. Fraulein bekerja dengan baik. Dia tak punya hati kecil; memiliki hati kecil akan sudah mengurangi bahkan sampai menghilangkan kebergunaannya sebagai seorang agen; dan untuk beberapa lama semua berjalan mulus. Laporan-lapor­annya berserakan di meja ketuanya. Namun, tiba-tiba, dan tanpa alasan jelas, laporannya mulai berkurang kegunaan­nya. Itu tidak lagi lengkap dan beragam. Fraulein mengaku kesulitan membuat para pengagumnya bicara, dan dia mem­berikan dalih-dalih lain. Kadang dia akan kembali dari tugas meminta informasi dalam keadaan murung dan tanpa mem­bawa apa-apa untuk dilaporkan. Seiring waktu berjalan, ke­adaan mulai terlihat tidak terlalu cerah untuknya. Dia di­peringatkan, jika pekerjaannya tidak lagi memiliki standar nilainya yang lama, dia harus pergi. Peringatan ini diulang segera sesudah itu dalam bahasa lebih tegas dan kemudian terjadi perbaikan nyata, senyata penurunan sebelumnya dan, seperti dalam kasus penurunan, sama-sama tanpa alasan jelas. Laporan-laporan Fraulein memuat semua citarasa lama dan dalamnya. Setiap diutus untuk mendapatkan se­suatu, dia selalu mendapatkannya. Bahkan dia tidak pernah gagal sama sekali. Tak punya alasan untuk curiga, setelah pekerjaan aslinya begitu akurat, ketuanya dengan gembira meneruskan ikhtisar laporan-laporan Fraulein setiap ming­gu ke Whitehall. Sementara itu Whitehall tidak bahagia sama sekali. Begitu “diperiksa”, ternyata laporan-laporan belakangan, yang begitu penuh dengan detil dan warna, tidak mengan­dung apa-apa selain arus informasi tak akurat yang tiada henti. Agen residen ditarik kembali dan Fraulein langsung di­pecat. Penjelasan atas tingkahnya? Sederhananya, setelah beberapa minggu melakukan pro­stitusi spionase, dia jatuh cinta pada ketuanya, tak sanggup terus menjadi wanita simpanan pria-pria asing atas perin­tahnya. Ketika dihadapkan dengan pemecatan akibat keme­rosotan kerja seiring penemuan kekuatan barunya, dia me­nyusun ide untuk berpura-pura menemui pria-pria seperti biasa dan membuat laporan palsu—sedikit bermimpi bahwa dalam berbuat demikian dia akan membawa kehancuran pada pria yang dia cintai... Mungkin sudah cukup banyak yang dikatakan untuk me­lukiskan kekurangan utama yang melekat pada pemekerjaan wanita sebagai agen. Bukan berarti mereka tidak menyodor­kan keunggulan tertentu atas kaum pria. Seorang wanita sering memiliki intuisi lebih hebat, sering lebih memper­daya, bisa mengerahkan pengaruh seksual kuat, dan bisa mencetak angka dengan bebas dari kejantanan yang ditun­jukkan kepadanya. Bahkan adakalanya, seorang wanita dapat menjadi jenius dalam spionase, tapi secara umum dapat dinyatakan kaum wanita hanya bisa digunakan sebagai mata-mata untuk “aksi stunt”—tak ada istilah lain—dan bukan untuk tulang punggung bisnis ini, yakni mengumpul­kan informasi, secara pelan, secara tetap, dan secara kotor, hari demi hari. Apalagi kebanyakan mata-mata wanita pada dasarnya tidak bisa diandalkan dan sedikit sekali dari mereka bisa diamanahi rahasia sungguhan. Lebih jauh, para agen wanita secara sistematis membesar-besarkan laporan mereka, sebuah tendensi umum pada mata-mata—di mana kaum wanita seringkali karena kemulukan, sementara kaum pria demi mendapatkan lebih banyak uang. Seorang wanita­lah yang membocorkan sebagian besar sistem spionase Prancis di Belgia pada 1915; akibatnya 66 agen ditangkap oleh Jerman dan sekutu-sekutu kita jadi bergantung banyak pada Intelijen Inggris di sebuah periode yang sangat genting. Sekarang tidak ada gunanya menelusuri penyebab kerun­tuhan ini selain dari asalnya—dari persidangan Nona Cavell, dengan pengungkapan-pengungkapan derajat tiganya yang diperas oleh Jerman. Dengan penggunaan sedikit diskresi oleh orang-orang yang terlibat, persidangan ini tak harus berujung pada konsekuensi mengerikan seperti itu. Noda fundamental dalam organisasi Dinas Rahasia Prancis pada waktu itu adalah bahwa banyak agen Prancis saling menge­nal satu sama lain sebagai agen, sehingga, begitu satu wanita berubah jadi pengkhianat dan buka mulut, lusinan langsung tersangkut. Tapi mereka tidak ditangkap langsung. Jerman menunggu sampai persis sebelum bermaksud menyerang di Verdun pada Februari 1916, sebelum menukik, dan menang­kap 66 agen Prancis yang bekerja di Belgia dan di teritori dudukan Prancis utara. Seberapa telak musuh mencetak angka dan sukses dalam merahasiakan persiapan ofensif dan aktivitas kereta apinya, itu akan sangat kentara dalam bagaimana Staf Umum Pran­cis, yang biasanya begitu sok tinggi dan kurang antusias terhadap laporan Intelijen Britania, kini siap menyerap setiap item yang kita berikan kepada mereka, yang diperoleh dari para agen kita yang tinggal di dan sekitar pusat kereta api Hirson yang kala itu penting—dan siap meminta lebih banyak dengan rakus. Metode-metode perolehan informasi lain perihal musuh belum dikembangkan pada tahap perang ini, dan keam­brukan dinas Intelijen Sekutu cukup total. Bahkan, saking “senewen”-nya Prancis, mereka meminta kita melakukan serangan lokal terhadap Somme, di mana usulan dari Earl of Bersyde langsung disetujui, kendati tentu saja tak ada kesiapan dalam hal artileri, dll. Pada awal Februari, tiga korps, yakni ke-6, ke-10, dan ke-13, berbaris siap menghadapi pem­bantaian—menghadapi sebuah tragedi seram yang bakal di­timbulkan serangan tersebut. Tapi untuk sekali ini Tuhan tersenyum pada kita; Prancis memutuskan mengeluarkan Angkatan Darat ke-10 miliknya sendiri dari garis di Arras dan mendesak ke selatan dengan itu, dan ribuan nyawa orang Britania terselamatkan...tersimpan untuk Satu Juli.
Barangkali sudah sewajarnya mata-mata perang paling spektakuler, meski jauh dari kata paling efektif, muncul dari barisan agen wanita. Marguerite Zelle, atau “Mata Hari”, sang penari Timur, disebut sebagai “wanita cantik” dan “mata-mata paling ber­bahaya di dunia”. Dia tidak dua-duanya. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi ketertarikan psikologis yang melekat pada kisahnya—malah itu menambahnya. Berbakat, banyak be­pergian, berpengalaman dengan kebiasaan pria-pria Timur dan juga Barat, menikah dengan seorang perwira Britania di usia 14 dan karenanya mengenal tatakrama dan adat Ang­katan Darat Britania, memiliki campuran darah seorang ayah Belanda dan seorang wanita pribumi Jepang dalam nadinya, perempuan aneh ini sudah pasti memiliki, secara lahiriah, banyak atribut yang menopang kesuksesan dalam spionase. Dari ayahnya, sikap dingin pendiam dan kemampuan bisnis Belanda, dari ibunya, mistikisme, kelicikan, dan kemanutan diplomatis otak Timur. Menjadi yatim di usia dini, Mata Hari dibawa oleh ibunya ke Myanmar, sehingga lolos dari nasib penghidupan tak tentu dan membosankan sebagai pekerja di ladang-ladang tebu Jawa. Di Myanmar, dia ditempatkan oleh ibunya di sebuah kuil Buddhis sebagai gadis penari dan seolah-olah diabdikan untuk melayani Buddha padahal sebetulnya untuk melayani pria. Di sana dia menerima apa yang mau tak mau diperolehnya, sebuah pelatihan yang bukan main memadai dalam seni memikat dan memperdayai kaum pria, terlebih pria Timur. Perubahan selanjutnya dalam hidupnya adalah buah dari perjumpaannya dengan perwira Britania yang menikahinya. Bukan urusan sederhana untuk seorang gadis penari melarikan diri dari penjara kuilnya, tapi watak Mata Hari adalah selalu watak petualangan dan dia melarikan diri. Tapi bahkan kelahiran dua anak tidak bisa mendamaikannya dengan kehidupan kaku monoton yang dituntut dari isteri- isteri para pejabat di India, dan suatu hari dia pergi diam-diam bersama anak perempuannya dan tanpa sepengeta­huan suaminya dan pergi ke Belanda. Lalu daya tarik Paris memakannya dan dia mulai menjalani kehidupan yang sudah ditakdirkan untuknya. Uang tentu saja vital, dan uang berlimpah. Dia kenal banyak pria, salah satu dari mereka adalah abdi Pemerintah yang dalam melayaninya dia akhir­nya mati. Bersama si Jerman ini dia tinggal di sebuah rumah dekat Paris yang diperaboti sesuai selera royal dan ide-ide Timur-nya, eksis hanya untuk dan dalam kehidupan malam ibukota Prancis. Ketika perang pecah, dia langsung memulai karirnya sebagai mata-mata. Dari awal dia bepergian ke seantero Eropa. Dia adalah warga Belanda dan, secara resmi, netral. Bagi Blok Sekutu, dia adalah isteri ceraian dari se­orang perwira AD Britania dengan nama Skotlandia yang menenangkan. Bagi Blok Sentral, dia adalah agen terakre­ditasi mereka, dan bagi bangsa-bangsa semua negara Eropa, dia adalah penari memukau dan pintar. Selama berbulan-bulan pada 1915 dia tampil di sebuah balai musik di Madrid, dan di sinilah dia pertama kali dicurigai oleh Dinas Rahasia Prancis dan Britania. Kecurigaan tidak berkurang ketika tahun berikutnya Mata Hari bersiap melakukan perjalanan ke Belanda. Cabang Intelijen Britania diperingatkan, dan ketika kapal uap, yang di atasnya sang penari sudah me­mesan karcis, masuk Southampton, Mata Hari dibawa turun dan dikirim ke London untuk diperiksa. Tak ada bukti mem­beratkan ditemukan padanya—ini barangkali dijelaskan oleh fakta bahwa dia selalu menghafal segala sesuatu—setidaknya itulah sesumbarnya setiap kali dia mengaku, sebagaimana kadang dia lakukan, bahwa dirinya mata-mata. Tapi bukan mata-mata Jerman! Oh, sayang bukan! Mata-mata yang di­upah Prancis! Sekali lagi, ini adalah sesumbarnya ketika di­kurung di London dengan penyelidik terbarunya, “peng­umpan mata-mata” ahli dari departemen Intelijen. Aku sudah katakan Matahari tidak cantik, tapi dia punya banyak pesona. Berumur 39, berlekuk-lekuk, berkulit gelap, dan periang, dia bakal memaksa perhatian saat bersama siapa­pun. Dan dia punya kecekatan akal yang hebat. Dia meme­nangkan konfrontasi dengan penyelidik terampilnya itu. Tapi kecurigaan seputar dirinya masih begitu kuat sehingga di­putuskan untuk tidak memberinya kuasa untuk meneruskan perjalanan dan dia dikirim balik ke Spanyol dengan per­ingatan perpisahan agar “lebih berhati-hati di masa men­datang”, karena mereka “tahu semua tentang dirinya”. Mata Hari lalai mengambil peringatan itu. Dalam waktu sangat singkat dia menyeberang dari Spanyol ke Prancis dengan niat mencapai Swiss, dan ditangkap dan dibawa ke Paris. Kali ini dokumen memberatkan ditemukan padanya; dia diadili, dijatuhi hukuman, dan ditembak—dalam gaun tercantiknya dan melambaikan sarung tangan putih panjang sebagai ucapan perpisahan kepada selusin algojo infantri­nya. Masalah dari wanita semi-Timur ini adalah: Dia mata-mata buruk bukan main, dalam artian dia memaksa per­hatian di manapun. Dia sudah meraih kesuksesan dalam hidup. Dia berkecukupan. Mengapa dia pertaruhkan nyawa­nya demi perkara asing? Satu-satunya penjelasan adalah bahwa si Jerman, yang dia sudah beberapa tahun menjadi wanita simpanannya sebelum perang, menjalankan penga­ruh terhadapnya.
Judul asli : The Secret Corps: Chapter 2. In the Big Cities & Chapter 3. Behind the Lines<i=1qR6MEo8_tAMZanItrO5Zx9CTIuEZmwA0 352KB>The Secret Corps: Chapter 2. In the Big Cities & Chapter 3. Behind the Lines
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Januari 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Ketika Wanita Menjadi Mata-mata

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)