Skip to content
Film Sebagai Senjata Propaganda – Relift Media

Film Sebagai Senjata Propaganda Bacaan non-fiksi perang

author _Fritz Hippler_; date _1937_ genre _Perang_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Kita tahu dampak sebuah pesan lebih besar jika itu kurang abstrak dan lebih visual. Itu menjelaskan kenapa film, dengan rangkaian gambar-gambar bergerak sinambungnya, pasti memiliki kekuatan persuasif tertentu. Jika kita membandingkan kejituan dan intensitas pengaruh dari berbagai sarana propaganda terhadap masyarakat, tak diragukan lagi film adalah yang paling kuat. Kata tertulis dan terucap bergantung seratus persen pada konten atau pada daya tarik emosional si pembicara, sedangkan film menggunakan gambar-gambar, yang selama hampir satu dasawarsa telah diiringi suara. Kita tahu dampak sebuah pesan lebih besar jika itu kurang abstrak dan lebih visual. Itu menjelaskan kenapa film, dengan rangkaian gambar-gam­bar bergerak sinambungnya, pasti memiliki kekuatan per­suasif tertentu. Beberapa kalangan mengenali efektivitas ini sejak awal. Itu juga menjelaskan kenapa ongkos film yang relatif besar adalah “sepadan”: saham film, peralatan, studio, staf teknik dan artistik besar, dll, semua berongkos besar, tapi hasilnya, film yang rampung, dapat mendatangkan puluhan ribu orang yang biaya karcis masuknya tak hanya menutupi ongkos, tapi menghasilkan untung besar. Kantor-kantor pemerintah dan lingkaran-lingkaran pen­didikan memandang pertumbuhan film dengan cuek atau tak percaya. Hampir tak seorangpun mengenali kemung­kinan-kemungkinan dahsyat. Alhasil, dalam bidang film berita mingguan, pasar Jerman diambil alih oleh film-film Prancis (dimulai sekitar 1909 sampai 1910). Pada permulaan Perang Dunia, Jerman sama sekali tak berdaya di bidang ini, sedangkan musuh-musuhnya memiliki senjata berbahaya dalam sistem film berita mereka yang berjalan mulus. Metz­ter, pelopor film kenamaan Jerman, menerbitkan The Film as a Means of Political Advertising pada 1916. Dia menutup dengan peringatan bahwa sudah waktunya “kantor-kantor terkait kita segera mulai berpikir tentang bagaimana masya­rakat bisa dijangkau dengan gambar-gambar”. Namun, Perang Dunia berakhir dan opini dunia tentang Jerman adalah seperti yang diinginkan para pembuat opini. Keterangan ringkas ini cukup untuk menunjukkan betapa pentingnya film dalam mempengaruhi opini di luar negeri. Entah dalam film berita atau dalam film fitur Jerman, itu adalah cermin yang padanya masyarakat luas dunia melihat Jerman. Itu juga, seperti radio, merupakan cara agar kelas-kelas masyarakat miskin bisa diberi budaya secara tidak mahal. Sungguh bodoh dan rabun dekat jika para estetikus borjuis menggelengkan kepala dan mengatakan bahwa film tidak mungkin seni, bahwa itu berbahaya bagi teater. Opini kedua dari dua opini bertolak belakang ini disangkal oleh fakta-fakta. Yang kesatu salah secara mendasar. Seratus persen mungkin untuk membuat film-film yang berupa karya seni besar. Melakukan itu adalah soal ongkos dan imbal balik. Sebuah film dari karya-karya sastra Stephan George memang memungkinkan, tapi pasti akan rugi uang. Film harus diarahkan untuk mengumpulkan kepekaan-kepekaan. Itu tentu saja memiliki tanggungjawab edukasi, dan tidak boleh menghindari semua standar demi memenuhi selera khalayak. Orang mungkin pula mencatat bahwa sejak Era Klasik, telah ada hubungan pasti antara teater, sastra, dan khalayak, tanpa kerusakan pada standar budaya. Arnold Bennett pernah berujar, “Seorang seniman yang menuntut khalayak agar tunduk penuh dan total pada tuntutannya sendiri adalah seorang dewa atau seorang tolol.” Hal yang sama berlaku pada film, yang dipaksa, karena alasan ini dan juga alasan ekonomi, untuk menarik masyarakat bukan hanya melalui gambar-gambarnya, tapi juga melalui kontennya. Warga Jerman telah semakin tertarik pada film di tahun-tahun belakangan. Kita melampaui Inggris, pemimpin Eropa sebelumnya, dalam jumlah bioskop tahun lalu. Tidak diragu­kan lagi peningkatan sistematis jumlah bioskop tidak hanya penting secara ekonomi, itu juga diperlukan untuk mening­katkan dampak film. Prospek pertumbuhan terlihat jelas jika kita menengok pada negara-negara lain. Pada 1934, 413 dari 1.000 orang Inggris pergi ke bioskop setiap pekan, 343 dari 1.000 orang Amerika, dan 160 dari 1.000 orang Prancis. Di Jerman, hanya 86 dari 1.000 pergi ke bioskop! Mengesam­pingkan perbedaan kultur dan historis di antara Jerman dan negara-negara ini, sudah jelas bahwa penambahan penon­tonan film Jerman termasuk tugas terpenting dari kebijakan film Jerman, dan bahwa melakukan itu bakal meningkatkan efektivitas film dalam propaganda dan pencerahan rakyat. Penerjemahan atas seizin Randall L. Bytewerk.
Judul asli : Film as a Weapon
Der Film als Waffe<i=108yCMGIttLkw5ALHdgw41Lm5CHv2fmb9 151KB>Film as a Weapon<br/> Der Film als Waffe
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Januari 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Film Sebagai Senjata Propaganda

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)