Skip to content
Biarkan Dunia Apa Adanya – Relift Media

Biarkan Dunia Apa Adanya Cerita fiksi satir

author _Voltaire_; date _1746_ genre _Satir_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ “Dasar makhluk-makhluk yang sulit dimengerti! Bagaimana bisa kalian menyatukan begitu banyak kehinaan dan begitu banyak kemuliaan, begitu banyak kebajikan dan begitu banyak keasusilaan?” Di kalangan malaikat penjaga yang mengetuai kekai­saran-kekaisaran bumi, Ithuriel menduduki salah satu peringkat pertama, dan memegang departemen Asia Atas. Suatu pagi dia turun ke kediaman Babouc, si orang Skithia, yang tinggal di tepian Oxus, dan berkata kepadanya: “Babouc, kebodohan dan keasusilaan bangsa Persia telah mendatangkan kemarahan kami pada mereka. Kemarin ma­jelis malaikat penjaga Asia Atas diadakan, untuk memper­timbangkan apa akan menghukum Persepolis atau mem­binasakannya sama sekali. Pergilah ke kota itu; periksa segalanya, lalu kembali dan beri aku laporan yang tepat; dan, berdasarkan laporanmu, aku akan putuskan apa akan mem­perbaiki atau memberantas penduduknya.” “Tapi, tuanku,” kata Babouc dengan sangat merendah, “aku belum pernah ke Persia, dan aku juga tak kenal siapa­pun di negeri itu.” “Itu lebih bagus lagi,” kata sang malaikat. “Kau akan lebih tidak berat sebelah. Kau sudah terima dari langit roh keta­jaman; sekarang aku akan tambahkan kemampuan untuk mengilhami kepercayaan. Pergi, lihat, dengar, amati, dan jangan takut. Di setiap tempat kau akan menjumpai sam­butan yang baik.” Babouc menaiki untanya, dan berangkat dengan para pembantu. Setelah menempuh beberapa hari, dekat dataran Senaar dia bertemu tentara Persia yang hendak menyerang pasukan India. Dia pertama-tama menyapa seorang prajurit yang dia temukan jauh dari tentara utama, dan bertanya apa alasan dari perang itu? “Demi semua dewa,” kata si prajurit, “aku tak tahu menahu soal itu. Itu bukan urusanku. Pekerjaanku adalah membunuh dan dibunuh, mencari nafkah. Masa bodoh kepada siapa aku mengabdi. Besok bisa saja aku membelot ke kubu India, karena katanya mereka menggaji prajurit mereka hampir setengah dram tembaga lebih banyak per hari daripada kami di dinas terkutuk Persia ini. Jika kau ingin tahu kenapa kami berperang, bicaralah pada kaptenku.” Babouc, setelah memberi hadiah kecil kepada si prajurit, masuk ke perkemahan. Dia segera berkenalan dengan kap­ten, menanyainya penyebab perang. “Kenapa kau mengira aku tahu itu?” kata kapten, “atau apa pentingnya itu buatku? Aku tinggal kurang-lebih dua ratus liga dari Persepolis; aku mendengar perang dideklarasikan. Aku langsung meninggalkan keluargaku, dan karena tak ada kerjaan lain, sesuai adat-istiadat kami aku pergi untuk men­dapatkan banyak uang, atau untuk gugur dengan kematian yang agung.” “Tapi tidakkah rekan-rekanmu,” kata Babouc, “sedikit lebih tahu daripada kau?” “Tidak,” kata sang perwira, “tidak ada selain satrap-satrap utama kami yang tahu penyebab sesungguhnya kenapa kami saling menggorok.” Babouc, keheranan, memperkenalkan diri kepada para jenderal, dan segera akrab dengan mereka. Akhirnya salah seorang dari mereka berkata: “Penyebab perang ini, yang selama dua puluh tahun ter­akhir telah memporakporandakan Asia, mulanya timbul dari pertengkaran antara seorang kasim milik salah satu selir raja agung Persia dan pegawai sebuah pabrik milik raja agung India. Perselisihan itu terkait sebuah tagihan yang setara hampir sepertigapuluh daric. Menteri pertama kami, dan perwakilan India, mempertahankan hak masing-masing tuan mereka dengan harkat yang pantas. Perselisihan me­manas. Kedua pihak mengirim sejuta bala tentara ke medan. Bala tentara ini harus direkrut setiap tahun dengan lebih dari empat ratus ribu orang. Pembantaian, pembakaran rumah, kehancuran, dan kerusakan berlipatbanyak setiap harinya; jagat raya menderita; dan rasa permusuhan mereka masih berlanjut. Menteri pertama dari kedua bangsa sering me­nyatakan bahwa mereka tidak bermaksud apa-apa selain kebahagiaan umat manusia; dan setiap pernyataan diiringi dengan penghancuran sebuah kota, atau pemorakporandaan sebuah provinsi.” Esok harinya, begitu tersebar desas-desus bahwa perda­maian akan ditandatangani, jenderal-jenderal Persia dan India buru-buru berperang. Pertempurannya panjang dan berdarah-darah. Babouc melihat setiap kejahatan, dan setiap kekejian. Dia menjadi saksi atas seni dan tipudaya para satrap utama, yang melakukan segala yang mereka mampu untuk membuat jenderal mereka terkena aib kekalahan. Dia me­lihat para perwira dibunuh oleh pasukan mereka sendiri, dan para prajurit menusuk kawan-kawan mereka yang sudah sekarat demi melucuti beberapa pakaian berdarah yang sobek dan penuh lumpur. Dia memasuki rumah-rumah sakit ke mana mereka membawa orang-orang terluka, yang se­bagian besarnya mati akibat kelalaian tak manusiawi dari orang-orang yang digaji bagus oleh raja Persia untuk me­nolong orang-orang malang ini. “Apakah mereka manusia,” pekik Babouc, “ataukah mere­ka binatang buas? Ah! aku melihat dengan jelas Persepolis akan dibinasakan.” Dipenuhi pikiran ini, dia pergi ke perkemahan India di mana, sesuai prediksi para malaikat penjaga, dia disambut baik sebagaimana di perkemahan Persia; tapi di sana dia melihat kejahatan yang sama yang telah memenuhi dirinya dengan rasa ngeri. “Oh!” katanya pada diri sendiri, “jika malaikat Ithuriel sampai memusnahkan bangsa Persia, malaikat India tentu membinasakan bangsa India.” Tapi setelah diberitahu lebih rinci tentang semua hal yang berlalu pada kedua bala tentara, dia mendengar perbuatan-perbuatan murah hati, berperikemanusiaan, dan berjiwa besar yang mengherankan dan sekaligus mempesonanya. “Dasar makhluk-makhluk yang sulit dimengerti!” pekik­nya. “Bagaimana bisa kalian menyatukan begitu banyak kehi­naan dan begitu banyak kemuliaan, begitu banyak kebajikan dan begitu banyak keasusilaan?” Sementara itu perdamaian diumumkan; dan jenderal-jenderal dari kedua bala tentara—yang dua-duanya tidak meraih kemenangan sempurna, tapi yang, demi kepentingan pribadi mereka sendiri, telah menumpahkan darah begitu banyak sesama makhluk—pergi meminta penghargaan ke istana mereka. Perdamaian dirayakan dalam tulisan-tulisan publik yang mengumumkan kembalinya kebajikan dan keba­hagiaan ke bumi. “Terpujilah Tuhan,” kata Babouc, “Persepolis sekarang akan menjadi rumahnya kemurnian tak bernoda, dan tidak akan dibinasakan, seperti yang diniatkan para malaikat pen­jaga kejam itu. Ayo kita langsung bergegas ke ibukota Asia itu.”
Judul asli : The World As It Goes
Le Monde comme il va<i=1JZbG4_7D1bwv94wBnpUmev_ok49p-5wi 587KB>The World As It Goes<br/> Le Monde comme il va
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juni 2022
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Biarkan Dunia Apa Adanya

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2022)