Skip to content
Kaum Bawah Tanah – Relift Media

Kaum Bawah Tanah Bacaan non-fiksi folklor

author _J. E. Hanauer_; date _1907_ genre _Folklor_; category _Naratif_; type _Nonfiksi_ Kaum Jân dengki pada kita pria dan wanita, selalu waspada akan kesempatan untuk melukai kita; dan kalau kita tidak mengucap “bismillah” kapanpun memulai pekerjaan, atau mengambil sesuatu dari persediaan, mereka akan berhasil merampok kita. Rakyat Palestina, Kristiani maupun Muslim, percaya akan eksistensi sebuah ras makhluk hidup pra-Adam, dipanggil dengan nama umum “Jân”. Sementara para malaikat menghuni langit dan memiliki berbagai kedudukan dan wujud yang berbeda-beda menurut tempat kediaman mereka masing-masing (malaikat-malaikat di langit paling bawah, contohnya, berbentuk seperti sapi; malaikat-malaikat di langit kedua, seperti falkon; di langit ketiga, seperti elang; di langit keempat, seperti kuda, dan seterusnya), Jân, kata kaum terpelajar, diciptakan dari api “simûm” yang mereka lukiskan sebagai api tanpa panas dan asap. Mereka dikatakan berdiam utamanya di atau di antara Jabal Qâf, rangkaian pegunungan yang mengelilingi bumi. Sebagian dari kaum Jân adalah Muslim yang baik, dan tidak melukai saudara seagama mereka dari kalangan manusia, tapi sejumlah besar dari mereka adalah orang kafir najis yang mengambil tempat tinggal di sungai-sungai, air-air mancur, waduk-waduk, bangunan-bangunan runtuh, kamar-kamar mandi, gudang-gudang bawah tanah, tanur-tanur, gua-gua, saluran-saluran air, dan kakus-kakus. Sebagian dari mereka memilih retak-retak di tembok atau di bawah ambang pintu rumah-rumah tak berpenghuni sebagai tempat tinggal, sehingga berbahaya sekali jika manusia, khususnya kaum perempuan, duduk di ambang pintu pada petang hari ketika roh-roh jahat pencari mangsa malam ini bisa saja melukai mereka secara fisik. Kaum Jân dipercaya mampu mengambil bentuk apapun yang mereka suka dan mengubahnya sesuka mereka. Di kalangan kaum tani, ada satu cerita lain perihal asal-usul mereka. Yaitu bahwa ibu kita Hawa, salam atasnya, dulu melahirkan empat puluh anak, tapi karena tak mampu merawat lebih dari separuh jumlah itu, dia memilih dua puluh yang terbaik dan membuang sisanya. Dia berkata kepada Adam di setiap kesempatan bahwa dirinya melahirkan dua puluh saja; tapi Adam tidak mempercayainya. Maka dia memohon pada Allah agar membiarkan anak-anak yang dibuang isterinya untuk hidup di bawah tanah dan keluar pada malam hari ketika semua manusia tidur. Demikianlah kaum Jân menjadi ada. Kaum Jân dengki pada kita pria dan wanita, selalu waspada akan kesempatan untuk melukai kita; dan kalau kita tidak mengucap “bismillah” kapanpun memulai pekerjaan, atau mengambil sesuatu dari persediaan, mereka akan ber­hasil merampok kita. Di masa ini ada seseorang di Aïn Kârim yang telah meng­alaminya hingga rugi. Dia punya seorang anak perempuan pandir dan bandel yang, meski sering diperingatkan kedua orangtuanya dan para tetangga, tidak mau menyebut Nama-Nya. Dia orang berada, dan meraup perbekalan dalam jumlah banyak, tapi berkah Allah tidak menaungi kekayaannya. Lama-lama, bingung dan berkecil hati, dia minta bantuan pada seorang syeikh besar, yang bertanya, “Ada siapa saja di rumahmu?” “Isteri dan anak perempuanku.” “Apakah isterimu menyebut Nama Allah?” “Aku tidak akan menikahinya kalau dia tidak begitu.” “Apakah anak perempuanmu juga ‘mengucap bismi’?” “Dengan sesal aku bilang tidak.” “Kalau begitu,” kata syeikh, “jangan biarkan dia menyen­tuh apapun di rumah, dan singkirkan dia secepatnya!” Sang ayah menuruti nasehat syeikh, dan begitu dia membuang anak perempuannya melalui pernikahan, kaum Jân tak lagi menyusahkannya; tapi si pengantin pria, tadinya sedang maju pesat, kini tak punya cukup uang untuk mem­beli minyak agar lampu tetap menyala sepanjang malam. Kaum Jân bukan saja laki-laki dan perempuan seperti kita, mereka juga bisa, dan terkadang, saling kawin dengan putera-putera dan puteri-puteri Adam lainnya, seringkali di luar kemauan pihak kedua ini, ketika mereka lalai meminta perlindungan Allah. Sebagai buktinya, akan kuceritakan sebuah kejadian yang terjadi beberapa tahun lalu. Ada seorang pria dari desa Al-Isawìyah, di lembah di utara Gunung Zaitun, yang tidak terdengar kabarnya selama sem­bilan tahun seusai pergi memetik panen di daerah Ushwah, dekat Artûf. Konon dia dimangsa hyena. Tapi pada akhirnya dia muncul kembali dan menceritakan kisahnya.
Judul asli : The Underground Folk<i=1WopABNO0jH2hlXYgGtvoNxatcft31xCQ 383KB>The Underground Folk
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Mei 2021
Genre :
Kategori : ,

Unduh