Kata Pengantar
Hari ini dunia lebih terombang-ambing daripada sebelumnya antara dua keyakinan. Secara individu dan secara kolektif, bangsa-bangsa bumi sedang bersekutu di bawah panji-panji demokrasi di satu sisi dan kediktatoran di sisi lain. Perbedaan antara dua keyakinan ini di berbagai negara tidak mengubah gambaran. Dalam pergulatan ini, simpati mendarah daging rakyat Amerika untungnya ada di pihak demokrasi. Kita juga sadar demokrasi bukanlah sebuah filsafat ekonomi, politik, dan sosial yang dapat dipelihara tanpa usaha. Demokrasi harus dijalankan selain diyakini. Ia harus memasuki pola pikir dan pola aksi setiap generasi baru. Biar bagaimanapun, sebagaimana dicontohkan dengan begitu tragis oleh Republik Jerman, peran yang dimainkan oleh semangat demokrasi—semangat main adil—dalam kehidupan sehari-hari dan pemikiran masyarakat adalah lebih penting lagi bagi pemeliharaan demokrasi dibanding kerangka demokratis pemerintahan. Dasar penting untuk demokrasi ini dirangkum oleh Alexander Hamilton dalam sebuah “Federalist Paper” pada 1788. Dalam mendiskusikan kebebasan pers, dia berpendapat bahwa jaminan kebebasan pers, “apapun deklarasi bagus yang mungkin disisipkan ke dalam konstitusi apapun mengenai itu, harus sepenuhnya bergantung pada pendapat khalayak, dan pada semangat umum rakyat dan pemerintah”. Efektivitas jaminan kebebasan-kebebasan lain dalam konstitusi juga bergantung—dalam jangka pendek atau panjang—pada toleransi yang dipertontonkan oleh rakyat yang hidup di bawahnya. Pendek kata, sebagai imbalan untuk perlindungan pintar hak-hak kita melalui penggunaan pintar surat suara dan toleransi dalam perilaku pribadi kita, demokrasi memberi kita kebebasan untuk mengembangkan nasib-nasib individual kita di bawah batasan hukum masuk akal dan tanpa membedakan kelas, ras, atau kredo. Prinsip aksi pertama di sebuah negara demokrasi adalah bahwa semua anggota dewasa sama-sama memiliki andil, melalui wakil-wakil mereka, dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi kebijakan publik. Mereka harus memahami keputusan yang dibuat pemimpin-pemimpin tersebut, dan mereka harus memiliki jalan alternatif untuk ditempuh melalui sarana damai. Alhasil, dalam masyarakat demokratis, penting sekali kawula muda dan orang dewasa belajar bagaimana berpikir, belajar bagaimana memutuskan. Mereka harus belajar bagaimana berpikir secara independen, dan mereka harus belajar bagaimana berpikir bersama. Mereka harus mencapai kesimpulan, tapi di saat yang sama mereka harus mengakui hak orang-orang lain untuk mencapai kesimpulan berseberangan. Sejauh menyangkut individu-individu, seni demokrasi adalah seni berpikir dan berdiskusi secara independen bersama-sama. Institute for Propaganda Analysis diadakan untuk membantu mengembangkan seni berpikir dan berdiskusi secara independen bersama-sama ini. Ia berusaha menerangkan muslihat-muslihat yang dipakai propagandis dalam upaya mereka mengayun kita ke cara berpikir dan bertindak mereka. Institute yakin, maksud ini hanya bisa dicapai melalui studi terus-terang dan tak berat sebelah terhadap muslihat-muslihat dan sasaran-sasaran nyata para spesialis dalam mendistorsi pendapat khalayak. Kita semua tahu sedikit tentang muslihat-muslihat yang dipakai para propagandis, seruan mereka kepada sentimen dan emosi kita. Sampai sejauh itu, sekarang kita berkecakapan untuk “menembus pandang” beberapa pernyataan propaganda yang kita baca dan dengar. Tapi muslihat-muslihat para propagandis sudah berubah. Muslihat-muslihatnya sudah berkembang luar biasa selama dua atau tiga dasawarsa terakhir, distimulasi oleh krisis-krisis sosial kita yang berulang di seluruh dunia dan oleh perluasan besar alat komunikasi massal. Trik-trik menjadi semakin kompleks dan busuk. Banyak dari mereka kini perlu dianalisa cermat secara ilmiah sebelum dapat dibeberkan apa adanya. Namun, sekali trik-trik demikian ditemukan, banyak orang bisa memahami bagaimana mereka “bekerja” dan karenanya mengenali mereka dan menangkap arti mereka “kali berikutnya”. Sebagian orang tidak sabar dengan jalan yang ditempuh oleh Institute. Sebagian suka menghalangi para pembicara tak demokratis dari radio-radio kita, majalah-majalah ktia, dan panggung-panggung publik kita, tapi ini sama dengan menyerahkan prinsip-prinsip diskusi bebas—esensial untuk demokrasi—yang paling kita junjung, dan mengadopsi metode-metode diktator. Jalan demikian akan tragis. Yang lain suka menghadapi propaganda berbahaya dengan serangan balasan langung—dengan apa yang dinamakan kontra-propaganda—tapi hasilnya, dalam kebanyakan kasus, akan menyenangkan orang-orang yang mencoba meruntuhkan peradaban Amerika. Itu akan memusatkan perhatian tak beralasan kepada ucapan-ucapan mereka. Itu akan menstimulasi alih-alih menetralkan pengaruh mereka. Ini tentu juga akan berakibat tragis. Demokrasi menyediakan jalan untuk mengatasi musuh-musuhnya dari dalam selain dari luar. Jalan ini adalah jalan pendidikan demokrasi, yang diperkuat untuk menghadapi permasalahan baru kita. Itu satu-satunya jalan yang tersedia yang memperkenankan kita melindungi pemikiran kita dari distorsi busuk oleh usaha-usaha berlapis gula untuk meruntuhkan peradaban kita dan di saat yang sama memperkenankan kita membantu memperkuat proses-proses demokrasi kita. Dalam serangan fundamental ini terhadap kekuatan-kekuatan anti-demokrasi, analisa propaganda bisa memainkan peran signifikan. Sekali kita memahami trik-trik para propagandis, kecil kemungkinannya kita akan terpedaya oleh mereka, kecil kemungkinannya kita akan berasumsi dengan begitu mudah bahwa resep-resep mereka dan bahkan “fakta-fakta” mereka seterpercaya kelihatannya. Berkecakapan demikian, kita bisa lebih mudah membedakan antara pemimpin-pemimpin terpercaya dan orang-orang “pengobatan besar” yang akan menuntun kita ke arah intoleransi, kebencian, dan akhirnya perang untuk tujuan egois. Analisa propaganda dan bahkan semua fase proses pendidikan demokrasi bisa ditempuh hanya di negara demokrasi. Hanya di negara demokrasi para ilmuwan dapat—tanpa peduli medan penyelidikan mereka—mencurahkan diri sepenuh hati pada pencarian pengetahuan baru yang begitu esensial untuk pelestarian semua peradaban manusia, begitu esensial untuk peperangan kita melawan penyakit, ketidakadaptasian sosial, dan intolerasi yang membutakan pikiran. Dan penyelidikan ilmiah, yang senantiasa mendesak maju ke medan-medan kurang dikenal, sangat penting untuk memasok bahan dan juga memelihara semangat pendidikan demokrasi. Dalam buku ini, Institute melaporkan apa yang diungkap oleh penyelidikan ilmiah menyangkut muslihat-muslihat terkini para propagandis tak demokratis dan uji-uji untuk dapat mendeteksi teknik-teknik ini. Penemuan mengenai metode-metode propaganda ini diilustrasikan di sini dengan ucapan-ucapan seseorang yang diakui memiliki kecenderungan pro-fasis: Pastor Charles E. Coughlin dari Detroit. Program bincang radio Romo Coughlin dipilih untuk dianalisa karena itu merepresentasikan peminjaman tipikal metode-metode propaganda asing anti-demokrasi oleh seorang propagandis Amerika. Dr. Alfred McClung Lee dari New York University, dengan bantuan isterinya, Dr. Elizabeth Briant Lee, telah mengadaptasikan, untuk kepentingan buku ini, teknik-teknik dan material-material lain dari Institute dan menggunakannya dalam menganalisa propaganda Romo Coughlin. Dia juga mendapat kerjasama dalam karya ini dari staf Institute dan banyak anggota dewan pengurusnya.| Judul asli | : | The Fine Art of Propaganda<i=1wqTzegXqrfyh8WWhsG32g39zH_Ex2aBP 795KB>The Fine Art of Propaganda |
| Tahun | : | 1939 |
| Pengarang | : | Alfred McClung Lee |
| Penerbit | : | Relift Media, Oktober 2024 |
| Genre | : | Politik |
| Kategori | : | Nonfiksi, Esai |
Unduh
Propaganda Adalah Seni.pdf
Koleksi Sastra Klasik (2024)