Sudah diakui bahwa pengetahuan Aritmetika dan Aljabar diperoleh pertama kali dari orang-orang India/Hindu oleh orang-orang Arab dan kemudian diajarkan oleh mereka kepada bangsa-bangsa Barat. Fakta ini secara meyakinkan membuktikan bahwa peradaban Arya lebih tua daripada peradaban bangsa lain manapun di dunia.
Pendahuluan
Subjek yang akan kutulis adalah subjek sulit. Orang-orang terpelajar lama kita, yang belum menerima pendidikan Inggris, meyakini Veda-veda sebagai
anádi atau tanpa awal. Dalam rangka memastikan usia mereka, Veda-veda harus dipelajari secara kritis dalam semangat pemikiran Arya kuno. Aku tidak tahu apa-apa tentang mereka atau tentang para Brahmana, dan karenanya tidak dalam posisi untuk menetapkan kepurbakalaan mereka melalui bukti langsung.
Setelah mengolah kalender Kristen, kalender Muslim, dan kalender Yahudi dengan hasil memuaskan, yang mencakup sekitar satu abad, aku tentu saja berkeinginan mengolah kalender serupa untuk kaum Hindu. Tapi di sini
tithi atau hari
Kshaya dan
Vriddhi yang dihitung dua kali atau dikurangi dan ditambahkan menjadikan tugas ini sulit dan keberhasilanku tak lengkap. Ingat bahwa mode pengolahan kalender-kalender kita saat ini adalah mode artifisial, dan karenanya lebih rumit daripada yang dipakai di masa lalu. Aku mulai mempelajari
Jyotisha, salah satu dari Vedângga-vedângga atau karya pasca-Vedik, dan mendapati bahwa kalender yang digunakan di zaman kuno memuat hanya dua pertama dari “
Panchanga” atau lima bagian (yaitu “tithi”, “nakshatra”, hari kerja, “yoga”, dan “karana”) yang diberikan dalam kalender-kalender saat ini, dan bahwa Zodiak pada saat itu tidak dibagi ke dalam 12 bagian setara yang disebut tanda atau “râshi”. Dengan cara itulah studi
Jyotisha dan beberapa karya kuno lain memungkinkanku membentuk ide kepurbakalaan Veda-veda melalui bukti tak langsung. Bukti tersebutlah yang kini kusodorkan kepada pembaca dan para ilmuwan Barat.
Dugaan Kepurbakalaan Veda-veda
Berdasarkan Bukti Karya-karya Vedik kuno
1. Seberapa tua Veda-veda, ini adalah pertanyaan yang banyak disorot oleh para cendekiawan Eropa belakangan ini. Mereka memang sudah berbuat banyak ke arah ini. Mereka sudah mengobrak-abrik karya-karya kita, kuno dan modern, dari zaman Veda-veda hingga zaman Purana-purana. Mereka juga sudah menerjemahkan dan menerbitkan sebagiannya. Tapi berbeda dalam hal kebiasaan, pemikiran dan kredo dari orang-orang yang menyusun dan menafsirkan karya-karya ini, para cendekiawan itu tentu saja mengalami kesulitan besar dalam memahaminya secara menyeluruh. Selain itu, terdapat karya-karya Sanskerta tertentu yang versi orisinilnya ataupun salinan tepatnya belum ditemukan. Hal-hal tersebut adalah beberapa dari rintangan-rintangan bagi kesarjanaan asing dalam menetapkan umur Veda-veda, permata paling kuno dan berharga dalam lor kuno Arya. Ketekunan Barat dan riset lebih lanjut tak diragukan lagi, seiring berjalannya waktu, akan memberi solusi lebih memuaskan atas pertanyaan yang sudah lama dipertimbangkan tapi tak jua terjawab ini. Diharapkan, upaya ringkas berikut ke arah ini akan setidaknya berguna untuk para Orientalis yang melaksanakan riset di atas, khususnya untuk mereka yang bertekad menemukan sains dan sastra kuno Âryâvartta, sebuah negeri yang kepadanya, boleh dibilang, seluruh dunia lama Barat berutang secara langsung atau tak langsung atas peradaban, seni, dan sainsnya.
Sanskerta—Bahasa Tertua
2. Veda-veda betul-betul dan sepatutnya dianggap sebagai karya terkuno orang-orang Arya, yang kini dinamakan kaum Hindu dari sungai Sindhu atau Indus. Bahasa Sanskerta, bahasa penulisan Veda-veda, telah menuangkan hidup dan tenaga baru ke dalam Ilmu Bahasa atau Perbandingan Tatabahasa. Sebelum Sanskerta ditemukan dan dipelajari oleh orang-orang terpelajar Eropa, Filologi hanyalah sebuah nama dan bakal tetap dalam masa pertumbuhannya dan tahap percobaannya kalau bukan karena penemuan itu.
Pdt. Tn. Clark dalam
Comparative Grammar-nya, 1862, membicarakan Sanskerta dengan sikap berikut:
“Akan tetapi, selama berabad-abad, tak satupun linguis muncul untuk menjalankan ide ini (yakni membandingkan sifat-sifat banyak bahasa, baik terpelajar maupun jelata). Tak banyak yang dilakukan sampai penemuan dan studi sastra Sanskerta memberi dorongan dan menyediakan bahan untuk karya-karya tentang subjek ini yang terbit di Jerman selama 30 tahun terakhir.” (Lihat Pendahuluan, hal. 5)
“Dalam mempertimbangkan
ketujuh kelas, kita memulai dari yang paling timur dan yang juga memiliki sastra paling kuno, yakni Sanskerta. Itu adalah bahasa yang, meski memiliki karya-karya berjilid-jilid dan berharga dalam prosa dan sajak, baru-baru ini saja dikenal oleh Eropa. Ilmu Bahasa, yang ditempuh saat ini, bahkan dapat dipandang sebagai salah satu dari hasil-hasil pendirian domini Britania di India. Pasalnya, para residen Britania, Sir William Jones tergolong yang pertama, mengumpulkan dan membawa simpanan-simpanan sastra kuno ini, yang para filolog Jerman tundukkan untuk menjelaskan semua bahasa saudari, dengan riset mendalam dan ketekunan gigih.” (Lihat hal. 6)
Seorang botanis memastikan umur sebuah pohon dari jumlah cabangnya dan keliling batangnya. Demikian pula, seorang linguis bisa memastikan umur sebuah bahasa dari jumlah cabang dialeknya dan luas negara di mana itu dituturkan. Berhubung tidak ada bahasa lain yang begitu sempurna bentuk-bentuknya dan memiliki begitu banyak cabang dan sub-cabang seperti Sanskerta, itu telah dianggap sebagai bahasa sastra tertua.