Skip to content
Politisi Jalan Tengah – Relift Media

Politisi Jalan Tengah Cerita fiksi satir

author _Joseph C. Neal_; date _1909_ genre _Satir_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ Lihatlah dia saat memusingkan hasil pemungutan suara pemilu-pemilu Amerika, dengan sia-sia bersusah-payah memuaskan pikirannya mengenai hasil pilpres. Diherankan oleh angka-angka—dibingungkan oleh pernyataan-pernyataan kontradiktif. Ini hal yang mengherankan—hal yang tak mengenakkan—jenis hal yang sangat memalukan—tapi kebenaran harus disampaikan—jika tidak selalu, minimal sesekali; dan kebe­naran kini mendorong pernyataan bahwa Peleg W. Ponder (yang karakternya dilukiskan di sini), ke manapun perginya dia, tidak bisa sampai pada sebuah kesimpulan. Dia tak per­nah punya kesimpulan sendiri. Dia hampir tak mengenal ke­simpulan, meskipun dia kebetulan melihat kesimpulan milik orang lain; dan, terkait pencapaian hasil, dia takkan pernah bisa mencapai hasil, meski dia mengulur seperti jerapah. Hasil ada di luar kompasnya. Dan kemalangannya barangkali turun-temurun; nama ibunya adalah Ny. Perplexity Ponder, yang karir duniawinya berakhir ketika dia ragu-ragu dokter mana di antara beragam dokter yang mesti dipanggil. Andai ada satu dokter saja di kota, Perplexity Ponder mungkin akan sudah selamat. Tapi ada banyak dokter—apa yang bisa Per­plexity perbuat dalam keadaan demikian? Ayah Ponder terlindas wagon selagi dia berdebat dengan dirinya sendiri di tengah-tengah jalan: apakah kabur ke depan atau mundur ke belakang. Ada dua metode pembe­basan, dan di tengah-tengah keduanya pak Ponder menjadi korban. Terus bagaimana mungkin putera berharga mereka, Peleg, diharap sampai pada sebuah kesimpulan? Dia tak pernah sampai. Tapi, untuk kenyamanan umum dan kebahagiaan khusus kita, tampaknya tidak ada kecakapan yang lebih diidamkan daripada kemampuan “membulatkan tekad”. Benar atau salah, itu menghemat banyak keausan; dan itu mencegah be­ragam masalah tak terhingga. Serahkan diri kita pada indi­vidu yang memilih dalil-dalil seperti alat pemecah biji—yang ketangkasan itikadnya memiliki gaya godam, dan menghan­tam pentul paku terus-menerus. Jenius mungkin brilian—bakat mungkin dominan! tapi apalah jenius, apalah bakat, jika ia tak memiliki apa yang kita sebut kecakapan mem­bereskan—jika ia ragu-ragu, berbelok-belok, dan berjela-jela—membiarkan peluang-peluang lewat, dan ia kadang ter­sandung? Menalar dengan baik terasa berat, sudah pasti, tapi nalar kalah lomba jika ia duduk bermeditasi di atas pagar ketika kompetisi sibuk berlari. Di bawah kondisi terbaik, sesuatu harus diserahkan pada untung-untungan. Ada kans dalam semua hal. Tak ada manusia yang bisa mengkalkulasi peluang dalam urusan hidup untuk menjamin kepastian. Sekrup dan pasak as yang dibutuhkan untuk tujuan kita tidak memiliki kekakuan takdir; tapi mereka harus dipercayakan pada suatu kadar resiko. Lilin kita dapat dipadamkan oleh sehembus angin di tangga, lindungilah itu terus baik-baik. Betsy koki yang hebat, tapi steik sapi adalah hasil pencekikan. Lantas apakah berarti kita takkan pernah pergi tidur kecuali dalam gelap, dan menahan diri dari sarapan sampai makan malam diumum­kan. Orang mungkin berhenti sejenak dan merenung terlalu banyak. Harus ada aksi, kesimpulan, hasil, atau kita gagal, untuk semua maksud dan tujuan—kegagalan yang diakui sendiri—mati sejak awal. Dan demikianlah keadaan Peleg W. Ponder, yang tak pernah sampai pada sebuah kesimpulan, atau berusaha mencapai sebuah hasil. Peleg selalu “ter­sandung”—dia “tak tahu harus berpikir apa”—dia “tak tahu harus berkata apa”—seorang pria yang belum jadi, dengan pikiran seperti loteng berdebu, sarat dengan perabot reyot, tapi tak ada yang bisa dipakai—kursi bersandaran patah, meja berkaki tiga, buyung tanpa gagang, karaf pecah, dan cermin retak—museum mutilasi yang disenangi ibu-ibu rumahtangga, dengan harapan samar tapi tak pernah ter­wujud bahwa barang-barang ini mungkin kelak akan “ikut bermain”. Pendapat-pendapat Peleg tergeletak di sekitar bengkel otaknya, dalam setiap tahap progres kecuali tahap terakhir—serpih-serpih, batang-batang, dan cukup serbuk gergaji, tapi tak ada barang yang siap dikirim ke rumah. Seandainya kau menemui Peleg di jalan dengan “Selamat pagi, Peleg—bagaimana kabarmu hari ini?” “Well—aku tak tahu persis—aku baik—tidak, tidak terlalu—bagaimana kabarmu sendiri?” Nah, jika seseorang tidak tahu persis, atau hampir persis, bagaimana kabar dirinya setelah beberapa jam bangun, dan setelah punya banyak waktu menyelidiki keadaannya, sia-sia saja menanyakan pendapat kepada individu semacam itu. Tak ada gunanya mencoba itu dengan Peleg. “Bagaimana kabarmu?” membingungkannya—dia takut terlalu gegabah, dan takut memberi jawaban yang mungkin tidak sepenuhnya dibenarkan oleh renungan susulan. Kepalanya mungkin akan pusing, dan dia mendapat perasaan curiga lain. “Orang-orang selalu bertanya bagaimana kabarku, dan lebih dari setengah kali aku tak bisa menjawab. Ada banyak sekali ragam cara perasaan di antara ‘Sangat sakit, terim­akasih’ dan ‘Setengah mati, terimakasih’; dan orang-orang tak mau berhenti mendengarmu menjelaskan hal itu. Mere­ka ingin tahu dengan tepat, padahal kau sendiri tidak tahu dengan tepat. Kadang kau merasa hal-hal datang, dan persis kemudian kau merasa hal-hal pergi. Dan sementara itu tak ada orang yang persis terbaik. Aku tidak, biar bagaimanapun—aku agak begitu saat ini, dan aku agak begini sesaat kemu­dian. Terus, beberapa orang bilang kau tampak sehat sekali, padahal kau tidak merasa sehat sekali—lalu bagaimana?” Di meja, Peleg tidak persis yakin apa yang akan dia makan; dan duduk melihati meja ke sana kemari pelan-pelan, mem­pertimbangkan apa yang dia mau, sampai anggota rom­bongan lain sudah menyelesaikan jamuan mereka; seringkali tidak tersisa apapun yang sesuai dengan selera plin-plan Peleg.
Judul asli : Peleg W. Ponder; or, The Politician without a Side<i=1R_43tb6vyYDXR4wZxIWWiIAT_kN_lYQ5 278KB>Peleg W. Ponder; or, The Politician without a Side
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Maret 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Politisi Jalan Tengah

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)