Skip to content
Puji-pujian Muslim Darwish – Relift Media

Puji-pujian Muslim Darwish Bacaan non-fiksi religi

author _Anonim_; date _1871_ genre _Religi_; category _Memoir_; type _Nonfiksi_ “Tarian”-nya ditandai dengan keluwesan, tapi di saat yang sama dengan selingan feminim, kepura-puraan genit, dan kelembutan sentimental; wajah dan kepalanya menyamping, tipe religionisme artifisial sentimental. Keterangan tentang para darwish Timur yang menari dan melolong berikut ini diterjemahkan dari laporan terkini seorang pendeta Jerman terkemuka, yang baru-baru ini mengunjungi misi dan sekolah evangelis saudara-sau­dara sebangsanya di Suriah dan Turki: Kunjungan ke para darwish penari membawa kami ber­kontak erat dengan bentuk Islamisme yang lebih fanatik. Ketua para darwish duduk dalam kaftannya, dengan topi lakan yang dibeliti kain kuning-abu, bergaris-garis hijau; topi itu berbentuk bola yang cépér di bagian puncaknya. Sewaktu kami masuk, dia sedang berjongkok di atas karpet di sudut, yang di sampingnya ada lima darwish lain. Di seberang, di atas panggung, seorang darwish lain berdiri tegak, sama sekali tak bergerak, melantunkan doa monoton dari al-Qur’an. Dia ditemani, juga di atas panggung, seorang peniup seruling dan dua penabuh gendang, menghasilkan musik paling menggusarkan. Kelima darwish, dibalut dalam kaftan, bergerak melingkar, pelan-pelan dan megah diri, mengitari ketua mereka, membungkuk padanya sambil berlalu. Lalu melodi berubah, seruling-seruling menjadi lebih lengking, rebana-rebana terdengar lebih liar, sang ketua renta berdiri di ceruknya sekaku patung, sementara lima lainnya me­lempar kaftan mereka, dan tampil dalam baju wol putih, dengan mantel atau gaun putih panjang lebar di sebelah bawah. Mereka menyilangkan kedua tangan di dada, lalu me­rentangkannya, dengan telapak tangan kanan tertuju ke atas, dan telapak tangan kiri tertuju ke bawah, untuk menerima berkah dari Allah dengan tangan kanan, dan untuk melim­pahkannya ke bumi dengan tangan kiri. Tarian kini dimulai. Para darwish berputar seperti boneka, di atas paha mereka, tanpa menggerakkan satu tungkai pun, dan dengan cara ini mereka menyeret diri mereka mengeli­lingi ruangan. Gaun lebar putih mengembang ke bawah dalam lipatan lebar dan anggun; mata-mata terpejam; eks­presi wajah dipenuhi antusiasme sentimental. Salah seorang dari kelimanya mengenakan selubung kain cokelat. Dia ada­lah pria dengan wajah dan perawakan yang sangat indah, badan ramping tapi pembawaan mulia. “Tarian”-nya ditandai dengan keluwesan, tapi di saat yang sama dengan selingan feminim, kepura-puraan genit, dan kelembutan sentimental; wajah dan kepalanya menyamping, tipe religionisme artifi­sial sentimental. Dia sadar penuh akan keluwesannya, akan keindahan bentuk dan lipatan jubah melayangnya, akan melankoli kepala terkulainya yang diposekan; dan di tengah-tengah tarian, ketika tampak dalam transe tak bernyawa, dia mengambil momen diam-diam untuk menata ulang bebe­rapa lipatan yang memberontak, dan untuk mengintip seke­liling ruangan untuk melihat efek apa yang dia hasilkan. Tari­an itu memiliki aturan; itu berhenti sebentar pada nada-nada seruling tertentu, dan para penari menjadi kaku dan bisu; kemudian dengan melodi baru, tarian dimulai kembali, sampai akhirnya ketua sendiri berbaur di dalamnya, meski dengan gaya khususnya sendiri—pelan, terukur, dan dengan ayunan kedua lengan yang khas. Demikianlah ibadah luar biasa darwish. Tari tersebut sim­bolis; itu melambangkan lingkaran roh-roh dan lingkaran matahari roh. Sesudah tarian, kami diundang ke ruang tamu ketua, dan di sana dijamu oleh para darwish dengan kopi. Ketua, terselip di atas dipannya, dengan puteri bungsunya dalam pelukannya, berkata kepada guru-guru kami, “Kalian adalah guru, dan begitu pula aku; kalian harus minum se­cangkir kopi denganku, dan kemudian kalian boleh pergi.” Segera sesudah itu kami mengunjungi para darwish yang melolong; tapi untuk menyampaikan keterangan terpercaya tentang pementasan luar biasa ini diperlukan bakat deskripsi yang terampil. Para “pelolong” berpakaian berbeda dari para “penari”. Topi mereka kadang kuning, kadang cokelat; dan mereka membawa hampir setiap macam kostum tubuh. Mereka dikelompokkan dalam kulit-kulit berbeda sepanjang dinding ruangan. Lima orang paling terkemuka dari mereka mengenakan kulit macan tutul, dan tiga orang sebelahnya mengenakan kain bulu domba merah. Bagian belakang dari kulit-kulit itu ditujukan ke tengah-tengah ruangan. Sang ketua, seorang sentimentalis merana berjanggut tipis, yang sedang duduk di ceruk dinding, mengawali dengan beberapa kata dalam bahasa Arab, yang isinya adalah syahadat Muslim: “Laa ilaaha illallah, Muhammadar rasulullah,” dan “Bismil­lah,” atau, “Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah rasul-Nya,” dan “Allah Maha Besar.” Semua lainnya, yang meringkuk di atas kulit-kulit, ikut bergabung, pertama-tama mengucapkan kata-kata ini, lalu menjeritkannya, sambil me­lenggokkan tubuh kian kemari di atas paha mereka.
Judul asli : Dancing and Howling Dervishes<i=1A7DrqYnI-9cfbUeKGUm1mp4osB2wCKL3 198KB>Dancing and Howling Dervishes
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Februari 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Puji-pujian Muslim Darwish

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)