Aku dapat katakan bahwa perang dideklarasikan lebih terhadap komunikasi mata-mata ketimbang terhadap mata-mata itu sendiri, sebab tak ada gunanya informasi apa yang berhasil dikumpulkan oleh seorang agen jika dia tak mampu meneruskannya.
Pengalaman perang menunjukkan, sementara terbilang mudah untuk seorang agen intelijen mengumpulkan informasi di mana setiap orang sekitarnya berkaitan erat dengan dan membicarakan suatu aspek pergulatan, sebaliknya menyampaikan informasi tersebut—secara tepat waktu agar berguna—kepada negara yang mempekerjakannya, atau bahkan menyampaikannya sama sekali, adalah urusan lain dan teramat kompleks. Aku dapat katakan bahwa perang dideklarasikan lebih terhadap komunikasi mata-mata ketimbang terhadap mata-mata itu sendiri, sebab tak ada gunanya informasi apa yang berhasil dikumpulkan oleh seorang agen jika dia tak mampu meneruskannya.
Sifat komunikasi mata-mata bergantung terutama pada apakah dia dipekerjakan di kota-kota besar atau di belakang garis.
Pada hari-hari pertama di Prancis dan Flanders, beberapa sarana aneh konon diambil oleh para agen yang ingin berkomunikasi lintas garis. Sarana-sarana itu terdengar cukup aneh, tapi kita perlu camkan dan bandingkan kondisi berubah kala itu dan menjelang akhir. Pada hari-hari itu, bukan saja bahwa organisasi anti-mata-mata Entente di lapangan sangat tidak mencukupi secara bilangan untuk berurusan dengan zona perang yang diramaikan oleh sipil tak dikenal dan pembantu sukarelawan berseragam, tapi juga para anggotanya sendiri menggelepar dalam kejahilan, mendengar situasi dari jam ke jam. Tak diragukan lagi, terjadi hal-hal yang—well, tak pernah bisa terjadi lagi. Mata-mata memanfaatkan kesempatan. Jika seorang agen memiliki sebuah alat nirkabel, masih memungkinkan baginya pada 1914 untuk menggunakannya secara mahir dan lolos dari deteksi. Ditempatkan di belakang garis Sekutu, seorang mata-mata tentu bisa menerima instruksi yang dipancarkan kepadanya dalam bentuk kode oleh stasiun-stasiun nirkabel Jerman yang terletak di Belgia dan Prancis Utara. Apakah dia, pada gilirannya, bisa memancarkan informasi ke stasiun-stasiun penerima musuh, itu adalah perkara lain.
Kendati pada awal perang Sekutu tidak punya sistem efektif untuk menertibkan nirkabel tak sah, dan pesan-pesan teramat penting dapat betul-betul dikirim ke luar oleh mata-mata, mesti dicamkan bahwa cara kerja alat pemancar nirkabel itu sendiri bukan perkara enteng. Bensin dan motor hanyalah dua dari banyak syarat yang diperlukan, dan kesukaran dalam memperoleh motor adalah rintangan yang sama seriusnya dengan kemungkinan terdengarnya mesin, sebuah bahaya. Intinya, jika nirkabel yang tak terdeteksi pernah berkembang di front barat, yang mana diragukan, kekuasaannya amat singkat.
Di zona Britania, para petani Flemish dalam bayaran Jerman dan para perwira Jerman yang menyamar sebagai petani Flemish diduga luas mengembangkan beragam metode pengganti untuk berkomunikasi lintas garis.
Ada kasus biarawati Vlamertinghe yang dikabarkan memberi sinyal dengan mengeluarkan gumpal-gumpal asap dari cerobongnya setiap kali pasukan Britania melintasi desa, agar para prajurit meriam Jerman dapat menemukan sasaran yang bagus.
Terus ada kepanikan balon.
Balon-balon kecil (kadang pada ketinggian tinggi) terlihat dibawa angin ke garis Jerman—untuk ditembak jatuh di sana, kata orang-orang sok tahu kita, oleh orang-orang Jerman penunggu yang akan menghimpun pesan-pesan tersemat di “keranjang”-nya. Maka keluarlah instruksi agar semua balon bayi semacam itu dijatuhkan dengan tembakan Britania sebelum mereka menyeberangi garis.
Dan ada banyak kepanikan lain. Kepanikan ladang bajak misalnya.
Ini lahir dari akal imajinatif seorang perwira Royal Flying Corps (RFC) yang menyatakan bahwa bisa saja mensinyalkan informasi ke seorang pilot atau pengamat di atas dengan membajak sebuah ladang dalam gaya tertentu dan sesuai kode tertentu yang sudah diatur. Jadi, jika suatu ladang dibajak dalam “belang-belang harimau”, itu dapat menunjukkan kepada pilot-pilot Jerman yang terbang di atasnya bahwa Britania sedang bersiap menyerang di tempat itu. Dan ada banyak gaya lain dalam membajak ladang—bahkan, tidak membajaknya sama sekali dapat berarti “segalanya tenang di sektor ini”. Pada prakteknya, pikir sang perwira imajinatif, para penerbang Jerman akan dikirim setiap hari untuk memantau dan melaporkan kondisi “ladang-ladang mata-mata” tertentu, atau lebih bagus lagi, mereka akan diinstruksikan untuk memotret ladang-ladang tersebut untuk diperiksa secara detil oleh para ahli terra firma. Ide ini terasa cukup mungkin dikerjakan pada 1915 silam, sehingga pecahlah kepanikan ladang bajak. Para peninjau RFC diperbantukan untuk melakukan survei fotografis lengkap terhadap bagian belakang garis kita, dan foto-foto yang dihimpun dengan cara itu diteruskan ke markas besar untuk direkatkan menjadi kesatuan berturutan. Panorama ladang-ladang, hutan-hutan, dan jalan-jalan lantas dipelajari secara cermat melalui kaca pembesar seperti alat lentera ajaib, kalau-kalau ada kejanggalan yang berkembang dalam pembajakan lokal.
Terkadang, ketika timbul kecurigaan sehubungan dengan ladang tertentu, seorang perwira intelijen akan dikerahkan untuk menanyai si petani pemilik perihal artistri bajaknya, yang mana mungkin turut berkontribusi sampai taraf tertentu pada gagasan populer Flemish bahwa orang Inggris itu berani tapi gila...
Terus ada tangan-tangan manusia yang durjana dan khianat, yang digerakkan oleh emas Jerman, dan konon memanipulasi jam di balai kota Ypres dengan maksud menyampaikan informasi kepada musuh.
Jam tersebut selalu keliru, kata para penjaja kepanikan, dan tak diragukan lagi burgomaster suatu tempat sekitarnya adalah seorang penjahat dan pengkhianat. Apapun dasar untuk kepanikan itu, itu berakhir tiba-tiba ketika Jerman memeriam menara jamnya. Mungkin mereka tidak puas dengan informasi yang didapat dari sumber satu ini.
Tanda bahaya lebih serius menyangkut kincir angin, yang memenuhi atau dulunya memenuhi pedesaan Flanders.
Disadari bahwa, sementara dengan asap cerobong dan ladang bajak seseorang bisa mensinyalkan informasi paling umum saja, misalnya “pasukan baru sudah tiba” atau “tak ada pasukan baru yang tiba”, maka dengan sirip-sirip kincir angin, yang kadang dimanipulasi lambat, kadang lebih cepat, sebuah sistem pensinyalan berdasarkan prinsip titik dan garis jadi mungkin dikerjakan. Ini sebetulnya dilakukan seperti sebuah ujicoba, dan sesudah itu kebanyakan penduduk sipil yang tinggal dekat kincir angin yang kelihatan oleh musuh dievakuasi, atau diadakan jaga siang di setiap kincir angin yang tak terlindungi.
Bentuk-bentuk lain pensinyalan sipil perlu diselidiki dari waktu ke waktu. Pada musim gugur 1915, timbul kecurigaan terkait keberadaan para wanita di dusun-dusun seperti Brielen yang dimeriam dan dihancurkan tanpa ampun di salien Ypres. Mengapa para wanita ini tetap tinggal, dikepung oleh kematian dan kesengsaraan? Mata-mata, jelas-jelas sebagian dari mereka pasti mata-mata! Penulis ingat pernah diutus untuk melaporkan praktek-praktek keji para wanita Flanders ini. Dugaan praktek keji pertama adalah bahwa para wanita ini, yang kebanyakan mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan mencuci pakaian untuk pasukan, secara berkala memberi sinyal ke para peninjau di atas dengan menjemur “cucian” mereka dalam bentuk-bentuk tertentu. Alhasil, satu hari suatu ladang ditutupi dengan lingkaran kemeja-kemeja yang luas, esok hari oleh persilangan pantalon-pantalon yang sama luasnya. Kepanikan ditambah oleh kedatangan meriam 28 cm di tengah-tengah satu kompi Monmouths yang berdefile di jalan Brielen, di mana seluruh kompi menjadi korban—satu peluru meriam terburuk yang pernah kudengar sepanjang perang.
Aksi jaga para wanita Brielen itu dilanjutkan pada malam hari karena pensinyalan cahaya kepada musuh juga dilaporkan terjadi. Berbaring basah-kuyup dan kaku sepanjang malam di Flanders, aku mengamat-amati kalau-kalau sebuah kerai jendela akan naik atau sebuah lampu akan menyorot. Tapi para wanita Brielen jelas tidur nyenyak di ranjang mereka pada malam itu dan setiap malam lain. Pun kepanikan cucian dan pensinyalan cahaya tak pernah berujung pada apapun.
Terus ada kepanikan merpati. Jerman pasti menggunakan merpati pos untuk interkomunikasi dengan mata-mata! Maka diumumkanlah perintah agar setiap merpati atau apapun yang mirip merpati dihabisi tanpa ampun. Bahwa ada hal besar dalam kepanikan yang satu ini, itu kemudian dikuatkan oleh pembunuhan seekor merpati yang dicelup hijau dan merah seperti nuri—sudah pasti agar itu lolos dari pembantaian. Pemeriksaan ahli dan seksama terhadap burung tak biasa ini di markas besar Korps ke-14 terus menjadi kenangan gamblang. Di bawah lampu listrik menyilaukan, Komandan Korps, Lord Cavan, dan para stafnya duduk melingkar dan mengulurkan leher sementara seorang perwira Intelijen, yang isterinya memelihara banyak merpati di Surrey, menyampaikan lektur dadakan mengenai “metode-metode yang diambil dalam menyembunyikan pesan pada merpati”.
Keesokan hari aku dihadapkan dengan tanda bahaya jenis lain. Dua tentara Jerman berseragam penyelam ditangkap oleh Belgia di utara Merckem. Jiwa-jiwa pemberani ini betul-betul mengarungi area tergenang yang memisahkan garis-garis dan sudah dua hari bertempat di belakang posisi Belgia, mencatat setiap detil pengorganisasian garis front sekutu kami, sebelum mereka ditemukan di sebuah kawah meriam. Meski mereka membawa peta-peta sektor Belgia hasil gambar tangan dan juga banyak sekali catatan, keduanya diperlakukan sebagai tahanan perang biasa. Aku penasaran apakah Jerman, begitu menemukan dua tentara Sekutu berdandanan penyelam dan memata-matai di garis belakang mereka, bakal melunak dengan semurah hati itu.
Jika dua tentara Jerman bisa menembus garis dengan cara itu, jelas yang lain-lain juga bisa; alhasil diadakanlah “patroli” di ladang-ladang dan desa-desa Flanders kalau-kalau ada orang-orang Hun yang menyamar.
Ada banyak tanda bahaya lain. Yang terutama penting berkaitan dengan kemungkinan eksistensi saluran telepon rahasia yang membentang, katakanlah, dari sebuah kota berpenghuni seperti Armentières melewati Tanah Tak Bertuan, kurang dari satu mil jauhnya, dan terus menuju garis Jerman. Pemeriksaan terhadap lusinan saluran tak terpakai hingga ke garis Jerman bukanlah urusan ringan.
Terus lagi, sementara hari “Z” mendekat di Arras pada 1917, jadi tertanam sebuah pemikiran dalam tengkorak para staf lokal bahwa penduduk sipil, yang beberapa puluhnya masih bersikeras tinggal di kota digempur dan digas itu, sedang berkomunikasi lintas garis dengan musuh dengan menggunakan anjing dan ikan sebagai kurir.
Salju lebat sedang turun di masa kepanikan anjing, dan setiap pagi seorang perwira Intelijen akan terlihat sedang mempelajari jejak kaki anjing di salju sekitar Arras, dari mana mereka datang, ke mana mereka menuju, dll, bahkan menyelidiki kehidupan pribadi hewan. Perang salib anti-ikan adalah urusan yang lebih rumit. Di Arras, Scarpe mengalir pelan ke timur, yakni ke arah garis Jerman. Adakah yang lebih mudah daripada seorang mata-mata nelayan menangkap ikan, membelahnya, menyisipkan laporannya, dan kemudian melempar kembali bangkainya ke sungai? Dalam kira-kira satu jam, bangkai ikan—atau bangkai anjing atau boks kayu atau bahkan apapun—akan sudah mencapai garis Jerman. Maka, tiga jaring, masing-masing dengan ketebalan bervariasi, ditebar di Scarpe di Arras, dan setiap hari penelitian cermat dilakukan terhadap semua sampah kotor yang mereka kumpulkan.
Dalam kehidupan hewan, perang dideklarasikan terhadap yang hidup dan yang mati. Diberikan perintah-perintah agar semua anjing yang terlihat berkeliaran ke dekat garis ditembak. Pada satu periode, timbul sebuah kisah yang agak legendaris seputar “anjing kelabu Armentières”—seekor anjing pemburu dari Baskervilles. Binatang berkaki empat ini dikabarkan merupakan anjing polisi Jerman yang dilatih untuk menembus parit-parit lawan dan melapor ke seorang mata-mata sipil (yang menyiapkan daging segar enak) di Armentières, dan kemudian berderap balik ke “Negeri Hun” sambil membawa informasi militer teranyar yang diselipkan di ban lehernya.
Semua kepanikan ini, dan tentu ada kepanikan-kepanikan lain, mungkin terkesan sedikit mengada-ada hari ini, tapi kita perlu menjaga perspektif. Kala itu perang adalah perang bayi; itu belum tumbuh menjadi monster mahir dan seram terkalkulasi yang ditakdirkan untuknya kemudian hari...kami semua di zaman itu adalah bejibun Frankenstein yang dengan mantap, dengan rahasia, dengan jahat merangkai si monster...
Seiring operasi-operasi berkembang, musim semi demi musim semi, musim gugur demi musim gugur, kepanikan-kepanikan lama memudar dan kepanikan-kepanikan baru timbul sebagai gantinya.
Judul asli | : | The Secret Corps: Chapter IV. Communications<i=1qtOVlhHhFicvwVqzJVBKmFmCQfTC-oOY 412KB>The Secret Corps: Chapter IV. Communications (1920) |
Pengarang | : | Ferdinand Tuohy |
Penerbit | : | Relift Media, Februari 2023 |
Genre | : | Spionase |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |