
Aku adalah reporter utama di jajaran staf The Rolling Stone. Kira-kira sebulan lalu, redaktur pelaksana masuk ke ruangan di mana kami berdua sedang duduk mengobrol, dan berkata: “Oh, ngomong-ngomong, pergilah ke Washington dan wawancarai Presiden Cleveland.” “Baik,” kataku. “Jaga dirimu.” Lima menit kemudian aku duduk di sebuah gerbong penumpang mewah, melambung-lambung di atas kursi elastis bersarung mahal. Aku tidak akan berpanjang-lebar tentang insiden-insiden dalam perjalanan. Aku diberi kuasa penuh untuk membuat diriku nyaman, dan untuk tidak segan mengeluarkan biaya yang bisa kupenuhi. Untuk suguhan isi perutku, persediaannya berlimpah. Wina maupun Jerman sudah dipilih untuk menyediakan bahan makanan pilihan yang cocok dengan citarasaku. Aku bertukar gerbong dan kemeja hanya satu kali dalam perjalanan. Seorang asing ingin aku juga menukar selembar uang kertas dua dolar, tapi aku menolak dengan angkuh. Pemandangan sepanjang jalan ke Washington beranekaragam. Kau menemukan sebagiannya di satu sisi dengan menengok ke luar jendela, dan saat mengalihkan pandangan ke sisi lain, mata terkejut dan terhibur menemukan bagian lain. Ada banyak sekali anggota Knights of Pythias di atas kereta. Salah satu dari mereka mendesakku untuk menyerahkan kopor kecil yang kubawa, tapi dia tak berhasil. Setibanya di Washington, kota yang langsung kukenali karena aku sudah baca sejarah George, aku turun dari gerbong tergesa-gesa sampai lupa untuk mengongkosi utusan Tn. Pullman. Aku langsung pergi ke Kapitol. Dalam semangat kejenakaan, aku sudah membuat sebuah representasi bulat berupa “batu yang menggelinding”. Itu dari kayu, dicat warna gelap, dan kira-kira seukuran bola meriam kecil. Aku sudah sematkan padanya anting-anting berseluk sepanjang kira-kira tiga inchi untuk mengindikasikan lumut. Aku sudah memutuskan untuk menggunakan ini sebagai ganti kartu, berpikir orang-orang akan mudah mengenalinya sebagai lencana suratkabarku. Aku sudah mempelajari susunan Kapitol, dan berjalan langsung ke kantor pribadi Bpk. Cleveland. Aku bertemu seorang pelayan di ruang depan, dan mengangkat kartuku kepadanya sambil tersenyum. Kulihat rambut di kepalanya berdiri, dan dia lari seperti rusa ke pintu, dan lalu merunduk, menuruni tangga panjang menuju pekarangan. “Ah,” kataku pada diri sendiri, “dia salah satu pelanggan kami yang lalai membayar.” Sedikit lebih jauh aku bertemu sekretaris pribadi Presiden, yang habis menulis sebuah surat tarif dan membersihkan senapan bebek untuk Bpk. Cleveland. Ketika kutunjukkan padanya lencana suratkabarku, dia loncat ke luar jendela tinggi menuju rumah kaca berisi bunga-bunga langka.
Judul asli | : | A Snapshot at the President<i=1X_Om8CXFwnXgM8mXEK4GDyEcohjc28-z 166KB>A Snapshot at the President (1911) |
Pengarang | : | O. Henry |
Penerbit | : | Relift Media, September 2022 |
Genre | : | Jurnalisme |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |