Skip to content
Apakah Penderitaan Memuliakan? – Relift Media

Apakah Penderitaan Memuliakan? Bacaan non-fiksi filsafat

author _Burnett Hillman Streeter_; date _1932_ genre _Filsafat_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Reaksi alami terhadap penderitaan adalah kebencian, depresi, dan kemerosotan; dan, di level binatang, konsekuensi-konsekuensi ini tidak terhindari. Tapi manusia bukan binatang belaka; dan terbuka baginya reaksi supra-binatang terhadap penderitaan. Permasalahan Semesta bakal mudah jika kita bisa secara terus-terang menerima pandangan bahwa konseku­ensi normal dari penderitaan adalah peninggian karakter. Tapi fakta-fakta pengalaman tidak menyokong ini. Manusia adalah binatang; dan di level binatang, reaksi normal—fisio­logis dan mental—terhadap penderitaan adalah kemarahan atau depresi, dan, jika itu berkepanjangan, kemerosotan. Oleh karena itu, penting sekali untuk dicatat, di dalam Per­janjian Baru tidak dinyatakan bahwa terdapat nilai dalam penderitaan seperti itu, selain cara bagaimana si penderita bereaksi terhadapnya. Reaksi alami terhadap penderitaan adalah kebencian, depresi, dan kemerosotan; dan, di level binatang, konsekuensi-konsekuensi ini tidak terhindari. Tapi manusia bukan binatang belaka; dan terbuka baginya reaksi supra-binatang terhadap penderitaan; dan sejauh manusia bereaksi demikian, penderitaan menjadi sarana kemajuan moral. Ada satu bidang di mana di semua zaman dan semua negara, apa yang kusebut reaksi supra-binatang terhadap penderitaan bersifat tradisional; yaitu dalam profesi tentara. Tentara selalu diajari untuk menerima begitu saja bahwa luka-luka, kelelahan, kesulitan, dan seringkali kematian, ada­lah kondisi normal, dan hampir tak terelakkan, dari peng­abdian loyal kepada negara atau pangeran. Dalam bidang itu, bahkan sebelum menyingsingnya peradaban, telah tumbuh besar sebuah tradisi spiritual, yang telah memungkinkan orang-orang biasa untuk menahan luka-luka dan kesulitan atau untuk menghadapi kematian, dengan hasil-hasil yang mencirikan kebalikan dari depresi, kemarahan, dan keme­rosotan yang, kecuali semangat ini, merupakan konsekuensi fisiologis dan psikologis alami. Analogi antara profesi tentara dan pelayanan Kristus Nasrani sudah tampak dalam Perjan­jian Baru; “Ikutlah menderita sebagai prajurit Yesus Kristus yang baik” (2 Timotius 2 ayat 3). Kristen memperlebar bidang ketahanan heroik; dan kemudian menyuruh manusia mene­mui penderitaan seperti apapun dalam semangat di mana tentara dilatih untuk menemui sesuatu yang mungkin terjadi pada profesinya sendiri. Mesin terbang lebih berat daripada udara dan, andai Alam tak dicampurtangani, akan jatuh ke tanah; tapi miringkanlah pesawat-pesawat dengan tepat dan jaga mesin tetap me­nyala—ia melayang tinggi melebihi awan-awan yang menye­lubungi matahari. Penderitaan juga seperti ini. Efek alaminya adalah memahitkan dan merendahkan, tapi jika digunakan dengan tepat, ia bisa menjadi sarana kenaikan spiritual. Tengoklah sekeliling, tengoklah pria-pria dan wanita-wanita kenalanmu dan tanya dirimu sendiri siapa di antara mereka yang kau rasa dan kau tahu paling bernilai. Kau akan temu­kan bahwa, pada satu atau lain waktu dalam hidup mereka, masing-masing dari mereka telah menghadapi kehilangan, kesukaran, sakit fisik, atau kekecewaan yang menghancur­kan—dan telah mengatasinya. Mereka sudah menang dan lolos dengan menghadapi hal-hal ini dengan berani dan gembira dalam semangat penerimaan. Dengan begitu mereka sudah mengubah apa yang tampak sebagai racun menjadi makanan. Kekuatan untuk berbuat ini adalah lebih dari separuh makna “rahmat Tuhan”.
Judul asli : Does Suffering Ennoble?<i=1_VSAS5lucT-NzHmk6ZeT3JL9pi7yyV71 336KB>Does Suffering Ennoble?
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juni 2022
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Apakah Penderitaan Memuliakan?

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2022)