“Para detektif itu melakukan pekerjaan mereka ke arah yang salah. Dan bukan saja ke arah yang salah, tapi persis berseberangan dari arah yang benar. Itulah petunjukku.”
Aku sedang berjalan di Central Park bersama Avery Knight, sang maling, penyamun, dan pembunuh besar New York.
“Tapi, Knight,” kataku, “itu terdengar tak masuk akal. Kau memang sudah melakukan beberapa perbuatan paling mengagumkan yang dikenal oleh kejahatan modern dalam profesimu. Kau sudah melakukan beberapa tindakan menakjubkan di depan hidung polisi—kau sudah dengan berani memasuki rumah para jutawan dan menodong mereka dengan pistol kosong sambil mengambil perak dan permata mereka sesukamu; kau sudah membunuh dan merampok dengan terus-terang dan tanpa kena hukuman—tapi ketika kau sesumbar bahwa dalam 48 jam setelah melakukan pembunuhan kau bisa menemukan dan betul-betul membawaku berhadapan muka dengan detektif yang ditugaskan untuk menangkapmu, aku harus minta izin untuk mengungkapkan keraguanku—ingat, kau ada di New York.”
Avery Knight tersenyum ramah.
“Kau melukai kebanggaan profesiku, dokter,” katanya dalam nada terluka. “Aku akan yakinkan kau.”
Sekitar dua belas yard di depan kami, seorang warga bertampang makmur sedang mengitari serumpun semak di mana trotoar berbelok. Knight tiba-tiba mengeluarkan revolver dan menembak punggung orang itu. Korbannya ambruk dan terkapar tak bergerak.
Si pembunuh besar menghampirinya dengan santai dan mengambil uang, arloji, dan cincin berharga dan lencana dasi dari pakaiannya. Dia lalu bergabung kembali denganku sambil tersenyum kalem, dan kami meneruskan perjalanan.
Sepuluh langkah kemudian kami bertemu seorang petugas polisi yang berlari menuju tempat di mana tembakan tadi diletuskan. Avery Knight mencegatnya.
“Aku baru membunuh seseorang,” umumnya, dengan serius, “dan merampok barang-barangnya.”
“Minggir,” kata si polisi dengan marah, “atau kuperkarakan kau! Mau namamu masuk koran, bukan? Aku tak pernah dengar orang-orang sinting sembuh begitu cepat setelah penembakan. Enyah dari taman, sekarang, atau kutabok kau.”
“Apa yang kau lakukan tadi,” kataku mendebat, seraya kami terus berjalan, “itu mudah. Tapi bila soal memburu detektif yang mereka kirim untuk menelusuri jejakmu, kau akan tahu bahwa kau melakukan perbuatan yang sulit.”
“Barangkali begitu,” kata Knight enteng. “Aku akan akui bahwa keberhasilanku bergantung, dalam kadar tertentu, pada jenis orang yang mereka berangkatkan untuk mengejarku. Kalau itu orang biasa berpakaian preman, aku mungkin tidak akan melihatnya. Kalau mereka menghormatiku dengan menyerahkan kasus ini kepada salah satu detektif kenamaan mereka, aku tidak takut untuk mengadu kecerdikan dan kekuatan induksi dengannya.”