Skip to content
Apa Itu Islam – Relift Media

Apa Itu Islam Bacaan non-fiksi religi

author _Stanley Lane-Poole_; date _1903_ genre _Religi_; category _Lektur_; type _Nonfiksi_ Muhammad mengkonsepsikan Tuhan sebagaimana akal Semitik selalu memilih memikirkan-Nya, dan sebagaimana sejarah menunjukkan banyak sekali kaum dari semua ras dan zaman selalu memikirkan-Nya. Tuhan-nya adalah Yang Maha Perkasa, Maha Tahu, Maha Adil. Aku diminta untuk memberitahu kalian, sebaik yang kubisa dalam waktu satu jam, apa sebenarnya Muhammadanisme, atau tepatnya Islam, dengan asumsi (aku berani katakan tanpa alasan) kalian belum mempelajarinya. Tapi aku akan minta izin untuk memberitahu kalian per­tama-tama apa itu bukan Islam. Ia bukan heathenism/paga­nisme. Tidak ada yang lebih absurd atau menyesatkan dari­pada cara populer dalam mencampuradukkan semua kredo non-Kristen di bawah nama yang menghinakan, “heathen”. Itu mengingatkanku akan seorang sersan-mayor Tentara Pendudukan Britania di Mesir yang biasa kudengar di Kairo pada setiap Minggu pagi di pawai gereja memberikan kata perintah dalam kira-kira ungkapan ini: “Gereja Inggris satu langkah di depan; Katolik Roma berdiri teguh; agama-agama lain-lain satu langkah di belakang.” Islam bukan “agama lain-lain”. Ia salah satu dari tiga agama misionari/dakwah besar dalam sejarah, dan kalian akan jauh lebih mendekati sasaran jika, alih-alih heathen, kalian menyebutnya bid’ah Kristen, yang orang-orang Kristiani lain mesti akui sebagai berada dalam perbatasannya. Kalian akan sering mendengar Allah disebutkan seolah Dia seorang dewa pagan. Tapi Allah adalah kata Arab untuk “the God”, satu Pencipta mahakuasa dan Penguasa abadi Semesta, dan tidak mungkin ada dua Tuhan semacam itu. Kalian boleh anggap Tuhannya kaum Muslim tiada lain adalah Tuhan kita. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa atribut-atribut Tuhan yang dikonsepsikan oleh kaum Muslim selalu sama dengan atribut-atribut yang dinisbatkan kepada-Nya oleh kaum Kristiani. Terdapat antropomorfisme dalam semua kredo, dan akal akan membentuk konsepsi terbatasnya tentang Tuhan dalam cara-cara berlainan. Tapi citra, meski terdistorsi pada cermin, sebenarnya sama. Nabi Muhammad sendiri mengakui kesatuan/keesaan esensial ini dalam dog­ma pokok agama-agama wahyu (Yahudi dan Kristen) ketika dia menyatakan, “Katakanlah kepada Ahli Kitab, Tuhan kalian dan Tuhan kami adalah Satu.” Bahwa kaum Kristiani pun merasakan ini, hal tersebut ditunjukkan oleh pengakuan mengagumkan dari Sebaeos, uskup Armenia kontemporer, yang menulis: “Pada waktu ini, seorang pria tertentu dari bani Ishmael, yang namanya adalah Muhammad, seorang pedagang, tampil kepada kaumnya, atas perintah Tuhan, mendakwahkan kebenaran... Lantaran titah itu berasal dari langit, melalui perintah tunggalnya semua orang bersatu dalam penyatuan hukum, dan meninggalkan berhala-ber­hala tak berguna, kembali kepada Tuhan yang hidup yang dulu hadir kepada bapak mereka, Abraham.” Seorang penulis sinis pernah berkata bahwa pada umum­nya terdapat tiga bentuk kredo: bentuk yang dipercayai oleh orang jelata, bentuk yang dianut oleh orang terpelajar, dan bentuk asli yang tidak diimani oleh siapapun. Aku tidak akan berhenti di sini untuk membahas pendapat ini, tapi benar bahwa ada banyak dan beragam bentuk Islam yang tidak mudah diakurkan dengan ajaran primitif Muhammad. Andai aku mencoba menjelaskan kepada kalian beragam ajaran orang-orang Berber Maroko penyembah wali, para pendak­wah Sanusi dari Sudan, para mistikus Sufi dari Persia dan Anatolia, ordo-ordo para darwish (atau darvish) yang meru­pakan Bala Keselamatan Islam, Ulama ‘tinggi dan kering’ dari Turki, kepercayaan-kepercayaan mentah fallah Mesir, yang merayakan kultus Bubastis kuno dan tidak terlalu di­hormati di bawah kedok festival seorang wali Muslim—andai aku mencoba membedakan pandangan-pandangan berten­tangan antara kaum Syiah dan Sunni, orang-orang dengan Hak Ilahi dan para puritan dengan nalar pribadi, para ahli dan para pemula, para penafsir metaforis dan para penegak pengertian harfiah, para filsuf, para panteis, dan para kori­bantes, kalian bakal tertahan di sini selama bukan satu jam tapi satu tahun—itu pun jika kalian bisa dibujuk untuk tinggal. Islam dalam berbagai fasenya penuh dengan elemen-elemen yang diambil dari sistem-sistem lain—bukan cuma Ibrani, yang tentu saja merupakan induk aslinya, sebab Muhammad menyatakan dia hanya menghidupkan kembali agama Ibrahim, tapi juga penambahan-penambahan di masa belakangan disebabkan oleh pengaruh Buddhisme, filsafat Yunani, neo-platonisme dan gnostisisme, belum lagi keperca­yaan-kepercayaan primitif itu yang mendasari begitu banyak kredo dan memodifikasi mereka dengan cara yang sama seperti populasi aborigin Finlandia dan Pictish di pulau ini memodifikasi ras-ras penyerbu yang berturut-turut dan menjadikan mereka (meminjam sebuah ungkapan familiar) Pictis ipsis pictiores: kepercayaan-kepercayaan primitif yang dulunya begitu berarti bagi manusia awal, tapi yang sekarang kita golongkan dengan agak congkak di bawah tajuk membo­sankan, “folklor”.
Judul asli : Islām: A Prelection<i=1jaH8aIfwWho3QQ6l8jfbTkCRwdBim9Xm 465KB>Islām: A Prelection
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, April 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh