Haruskah kita menyangka bahwa bangsa India meminjam ide Nakshatra-nakshatra qamariyah dari bangsa China, tapi bahwa bangsa China meminjam nama-nama mereka dari bangsa India? Dalam rangka mempertahankan sangkaan semacam itu, seseorang perlu menegakkan kepurbakalaan dan ketulenan sastra dan peradaban China awal.
Satu kontroversi lain, yang paling serius mempengaruhi bukan hanya zaman puisi Vedik tapi seluruh sejarah pertumbuhan akal India di masa-masa lampau itu, telah dihidupkan kembali belakangan ini dengan begitu bertenaga dan sengit sampai-sampai, meski hampir tidak membuahkan satupun hasil baru, tidak bisa dilewatkan di sini tanpa berkata apa-apa. Persoalan itu adalah apakah salah satu dari gagasan-gagasan astronomi India paling sederhana dan fundamental, yaitu pembagian langit ke dalam 27 bagian setara yang umumnya dinamakan 27 Nakshatra atau Ṛiksha, adalah asli India atau dipinjam dari luar. Karena satu singgungan kepada Nakshatra-nakshatra ini terdapat dalam kidung-kidung Rigveda, dan karena ke-27 divisi beserta asterisme dan dewa-dewa ketua mereka dikenal dalam Bráhmaṇa-bráhmaṇa, maka pesona utama kepurbakalaan Vedik, yaitu orisinalitas independennya, bakal hancur jika bisa dibuktikan bahwa bahkan di masa awal itu sinar-sinar peradaban asing sudah mempengaruhi pertumbuhan akal India. Jika subjek sepenting pembagian langit ke dalam 27 seksi, sebuah pembagian yang menjadi akar kalender sakral mereka dan yang tanpanya tak satupun pengurbanan yang diperintahkan dalam Bráhmaṇa-bráhmaṇa bakal terpikirkan, dipinjam dari luar, apa jaminannya bahwa dewa-dewa yang disembah di pengurbanan-pengurbanan dan kidung-kidung yang dinyanyikan di festival-festival tahunan tidak dipinjam dari luar pula? Jika semula pergerakan matahari, bulan, dan bintang-bintang menyiratkan fasti atau festival dunia kuno, pengaturan festival-festival ini segera melahirkan studi lebih akurat terhadap kekembalian berkala benda-benda langit bercahaya; dan apa yang kita sebut kalender-kalender kuno tiada lain hanya hasil dari aksi dan reaksi timbal-balik ini antara astronomi dan agama. Dan jika tempat dari mana astronomi kuno India diduga dipinjam adalah China, tidakkah semua ide yang kita terima tentang sejarah terawal umat manusia akan tumbang? Tidakkah individualitas kebangsaan ras Arya akan tercemar di intinya, dan manusia Turani naik lebih unggul daripada saudara Arya dan saudara Semitik-nya? Ketika begitu banyak yang dipertaruhkan, keliru jika kita mengandalkan keyakinan, sekokoh apapun akarnya; dan ketika argumen-argumen datang dari salah satu orang paling terkemuka di masa kita, dan diulangi olehnya setelah selang waktu 27 tahun dengan gairah dan tenaga yang bertambah, kita perlu menghadapi argumen dengan argumen, sekuat apapun firasat kita bahwa konflik timbul dari kesalahpahaman belaka dan semestinya tak pernah terjadi.
Biot, salah seorang dari astronom-astronom paling terkemuka yang hidup (kini aku tambahkan, salah seorang dari astronom-astronom paling terkemuka yang sudah tiada), menerbitkan sejumlah artikel dalam Journal des Savants pada tahun 1839, 1840, 1845, dan lagi pada 1859, 1860, dan 1861, di mana dia berusaha membuktikan kemuasalan Nakshatra-nakshatra India dari China. Dia berpendapat bahwa jumlah Nakshatra mulanya 28, dan kemudian berkurang jadi 27; bahwa mulanya mereka tidak melambangkan 27 divisi setara ekliptika India; bahwa mereka tidak berkaitan dengan perjalanan bulan, tapi merupakan bintang-bintang tunggal, dekat khatulistiwa, yang interval waktunya sudah ditetapkan secara seksama, guna merujuk kepada mereka posisi bintang-bintang dan planet-planet lain yang mendatangi meridian di antara mereka.
Sedemikian hebat kredibilitas yang sepantasnya disandang oleh opini-opini astronom sebesar Biot, dan sedemikian hebat pengetahuan dan kepintarannya dalam mempertahankan dalil-dalilnya, sampai-sampai Profesor Lassen sendiri terpengaruh oleh argumen-argumen Biot, dan, dalam “Indian Antiquities” karangannya, mengakui masuknya Sieu China ke India Utara sebelum abad 14 SM. Aku mengutip dari jilid pertama karya ulungnya, halaman 747: “Berhubung interaksi primitif antara bangsa India dan bangsa China, yang tak pernah disangka sebelumnya, kini terbuktikan dengan tegas, dan berhubung bangsa China mempergunakan Sieu mereka di periode jauh lebih awal, maka mustahil memakai kemuasalan Nakshatra dari China sebagai sebuah argumen untuk menyangkal penggunaan Nakshatra oleh bangsa India di masa observasi-observasi astronomis mereka sendiri yang paling kuno dan masih lestari. Observasi-observasi ini termasuk ke abad 14 SM; maka bangsa India pada waktu itu menetap di utara India.”
Akan tetapi, observasi-observasi awal ini, yang diduga menunjuk pada abad 14 [SM], mengisyaratkan, seperti kami katakan, penggunaan 27 Nakshatra (kalau tidak, poin-poin titikbalik matahari yang disebutkan di sana akan berada pada jarak tidak setara dari satu sama lain), sedangkan, menurut pernyataan Biot sendiri, jumlah Sieu China hanyalah 24, dan baru ditambah ke angka 28 pada tahun 1100 SM. Kesukaran ini tidak luput dari cendekiawan secermat Profesor Lassen. Dia mengakui (hal. 745) bahwa bangsa India tidak mungkin menerima pembagian langit ke dalam 28 seksi sebelum 1100 SM; tapi, guna menyelamatkan observasi-observasi perdana abad 14, dia menambahkan (hal. 746) bahwa meski jumlah lengkap 28 Nakshatra tidak diketahui di India sebelum tahun tersebut, penggunaannya mungkin disebarkan di sana di periode lebih awal.
Aku ragu apakah kredibilitas seorang Lassen pun cukup kuat untuk membuat teori Biot diterima di kalangan cendekiawan Sanskerta; tapi segera menjadi jelas bahwa para sejarawan dan filsuf tertarik oleh kebaruannya, dan memakainya sebagai bantuan penting untuk menetapkan hubungan timbal-balik ras-ras utama Timur di permulaan sejarah. Mendiang Tn. Hardwick, dalam karya terpelajar dan mendalamnya, “An Historical Inquiry into Some of the Chief Parallelisms and Contrasts bewteen Christianity and the Religious Systems of the Ancient World”, 1855-1858, membuat komentar berikut mengenai dugaan interaksi intelektual antara China dan India:
Judul asli | : | Are the Indian Nakshatras of Native or Foreign Origin?<i=1rmFfrGeKI7iYnwI6aq1OvFEbfAUdr-Kk 458KB>Are the Indian Nakshatras of Native or Foreign Origin? (1862) |
Pengarang | : | Friedrich Max Müller |
Penerbit | : | Relift Media, Juli 2024 |
Genre | : | Sains |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |