Apakah perbedaan-perbedaan yang kita lihat di kalangan ras-ras berbeda yang eksis saat ini dihasilkan dalam jalannya perbanyakan dan penyebaran manusia di muka bumi, atau apakah perbedaan-perbedaan ini primitif, independen dari sebab-sebab fisik?
Dalam komentar-komentar berikut, penulis tidak berniat memulai perdebatan dengan orang-orang yang berselisih darinya terkait persoalan ini. Tujuannya adalah semata-mata membuat pernyataan yang dia yakini akan memajukan pengetahuan kita tentang poin-poin yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penyelidikan asal-muasal semua ras-ras manusia yang kita tak punya tradisi atau informasi langsung apapun tentang penempatannya di negara-negara yang sekarang mereka diami. Namun, ada satu hal yang harus kita waspadai. Maksud kami adalah tuduhan yang begitu sering dilayangkan pada kami, dan keberatan terhadap usaha-usaha kami terkait subjek ini, bahwa kami berusaha merusak kitab-kitab suci kita, mengurangi nilai mereka, dan menyusutkan karakter suci mereka dalam opini manusia. Kami dengan sangat tegas menyatakan kami tidak akan menghiraukan, ataupun menjawab, baik secara langsung atau tak langsung, sindiran semacam itu terhadap kami. Sebab jika sindiran-sindiran dari pihak yang mengemukakannya itu sungguh-sungguh, berarti semua sindiran tersebut menampakkan kejahilan akan pandangan kami sehingga kami tak perlu repot-repot menjawab tuduhan-tuduhan yang tidak berkaitan dengan opini aktual kami, dan kami mungkin akan berkata, dan bangga memiliki hak untuk berkata, bahwa kami tidak menganggap dia sebagai lawan yang layak yang tidak tahu seperti apa pandangan kami mengenai subjek-subjek ilmiah, padahal pandangan-pandangan terhadap persoalan yang sedang dibahas ini sudah muncul dalam karya penulis tentang Fossil Fishes, yang diterbitkan hampir sepuluh tahun lalu, dan sudah dikembangkan lebih lengkap dalam beberapa karya dan makalah lain yang dia terbitkan sejak saat itu. Dan, di sisi lain, jika tuduhan-tuduhan ini tidak sungguh-sungguh, maka semua tuduhan itu akan ditinggalkan oleh para pembuatnya, begitu mereka merasa nyaman untuk mengambil jalan lain.
Para penyelidik alam punya hak untuk menganggap persoalan-persoalan yang timbul dari relasi fisik manusia sebagai persoalan ilmiah belaka, dan untuk menyelidikinya tanpa memandang politik atau agama.
Ada dua persoalan berbeda dalam subjek yang sedang kita bahas—Kesatuan Umat Manusia dan Kebhinnekaan Asal-Muasal Ras-ras Manusia. Mereka adalah dua persoalan berbeda, hampir tak berkaitan dengan satu sama lain, tapi terus-menerus bercampuraduk seolah mereka satu saja.
Kita mengakui fakta Kesatuan Umat Manusia. Itu membangkitkan perasaan yang mengangkat manusia ke kesadaran paling tinggi yakni pertalian mereka dengan satu sama lain. Itu tiada lain adalah cerminan fitrah Ilahi yang merembesi esensi mereka. Karena manusia merasa bertalian dengan satu sama lain inilah mereka mengakui kewajiban-kewajiban berupa kebaikan dan tanggungjawab moral yang terletak pada diri mereka dalam relasi satu sama lain. Dan karena punya perasaan bawaan inilah mereka mampu bergabung dalam perhimpunan-perhimpunan biasa dengan semua afinitas sosial dan domestiknya. Perasaan ini menyatukan orang-orang dari beranekaragam wilayah. Apa kita berhenti mengakui kesatuan umat manusia ini karena kita bukan dari keluarga yang sama?—karena kita berasal dari bemacam-macam negara, dan dilahirkan di Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, Swiss? Ketika pertalian darah berhenti, apakah kita berhenti mengakui ikatan umum yang menyatukan semua orang dari setiap bangsa? Sama sekali tidak. Ini adalah ikatan yang setiap orang semakin rasakan seiring dia semakin maju dalam kultur intelektual dan moralnya, dan yang dalam perkembangan ini terus-menerus ditempatkan pada landasan semakin tinggi—sampai-sampai pertalian fisik yang timbul dari silsilah yang sama akhirnya terluputkan sepenuhnya dalam kesadaran akan kewajiban moral yang lebih tinggi. Kesadaran inilah yang membentuk kesatuan sejati umat manusia.
Tapi kita kurang begitu tahu menyangkut asal-usul pasangan manusia pertama itu yang kepadanya ras kulit putih dirujuk, sehingga, jikapun mungkin untuk menunjukkan bahwa semua manusia berasal dari satu pasangan tersebut, ahli alam akan tetap diharuskan berjerih-payah untuk menerangkan lebih jelas proses penciptaan mereka, sebagaimana ahli geologi lakukan mengenai pembentukan dan perubahan kondisi fisik bumi kita. Kita kurang begitu tahu menyangkut kemunculan pertama makhluk-makhluk terorganisir secara umum, sehingga, jikapun tak ada keraguan perihal asal-usul manusia, kita bakal tetap menyelidiki metode asal-usul pasangan manusia pertama itu, yang telah dianggap sebagai sumber diakui yang darinya seluruh umat manusia lahir, meski mungkin mereka bukan satu-satunya sumber.
Penyelidikan ini, terhadap cara-cara alam, terhadap cara-cara Pencipta, dan terhadap keadaan penciptaan makhluk-makhluk terorganisir, adalah persoalan yang sama sekali tak berkaitan dengan agama, sepenuhnya tergolong pada departemen sejarah alam. Tapi, di saat yang sama, kami menyangkal bahwa, dalam pandangan yang kami ambil terhadap persoalan-persoalan ini, ada sesuatu yang berkontradiksi dengan rekaman dalam Kitab Kejadian. Apapun yang dikatakan di situ bisa dijelaskan paling baik dengan merujuknya pada ras-ras historis. Kita tak punya laporan mengenai asal-usul para penghuni yang sekarang ditemukan di wilayah-wilayah dunia yang tak dikenal oleh bangsa-bangsa kuno.
Apakah kita menemukan dalam bagian manapun dari Injil-injil perujukan kepada para penghuni zona arktik, Jepang, China, New Holland, atau Amerika? Nah, sebagai filsuf, kita bertanya, “Dari mana bangsa-bangsa ini berasal?” Dan jika kita sampai menemukan sebuah jawaban, bahwa mereka tidak berkerabat dengan Adam dan Hawa, dan bahwa mereka memiliki asal-usul independen, dan jika ini sampai diperkuat oleh bukti fisik, akankah ada sesuatu yang bertentangan dengan pernyataan-pernyataan dalam Kitab Kejadian? Kita tak punya naratif tentang bagaimana wilayah-wilayah ini didiami. Oleh karenanya, kita katakan bahwa, sejauh penyelidikan akan meliputi ranah tersebut, ini tak ada kaitan dengan Kitab Kejadian. Kita menjumpai semua keberatan sekaligus, kita berani menghadapinya; sebab tidak ada ketidakpantasan dalam mempertimbangkan semua makna potensial dari Injil-injil, dan tak seorangpun boleh keberatan terhadap arah semacam itu kecuali mereka yang agamanya adalah pemujaan buta kepada konstruksi Alkitab mereka sendiri.
Pandangan-pandangan yang dimajukan di sini sudah dituduh cenderung mendukung perbudakan; seolah persoalan ini dalam relevansinya yang paling luas tidak melibatkan asal-usul bangsa China, bangsa Melayu, dan bangsa India, di samping asal-usul ras negro. Jika persoalan perbudakan pernah terkait dengan ras-ras kulit berwarna di Asia dan Amerika, kita bakal mengakui pandangan-pandangan ini memiliki relevansi dengan subjek tersebut. Tapi benarkah begitu? Apakah itu sebuah keberatan yang adil terhadap sebuah penyelidikan filosofis? Di sini kita harus berurusan dengan persoalan asal-usul manusia; biar saja para politisi, biar saja orang-orang yang merasa terpanggil untuk mengatur masyarakat manusia, menyaksikan apa yang bisa mereka lakukan dengan hasil-hasilnya. Tugas kita adalah memeriksa karakter-karakter berbagai ras, memastikan kekhasan fisik mereka, perkembangan alami mereka. Dan kita tidak melakukan lebih dari yang sudah diupayakan sejak lama, ketika para penulis berencana mencirikan bangsa-bangsa. Karena orang Prancis berbeda dalam banyak hal dari orang Inggris, orang Yunani, orang Italia, dll, dan karena kita melihat pada bangsa-bangsa ini watak yang berbeda-beda, maka apakah derajat peradaban tertentu yang dicapai oleh satu bangsa adalah juga yang terbaik yang bisa dinikmati bangsa-bangsa lain, dan yang terbaik yang bisa dimasukkan ke dalam kondisi sosial mereka?
Bagaimanapun, kami menyangkal semua kaitan dengan persoalan apapun yang menyangkut urusan politik. Semata-mata berkenaan dengan kemungkinan untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ada di antara beraneka manusia, dan untuk akhirnya menetapkan apakah mereka bermula di seluruh penjuru dunia, dan dalam keadaan apa, semata-mata berkenaan dengan itulah kami di sini mencoba menelusuri beberapa fakta menyangkut ras-ras manusia, dan kerajaan hewan, dalam semua kelas mereka yang berbeda-beda.
Kita awali dengan menyatakan bahwa subjek kesatuan dan kemajemukan ras-ras melibatkan dua persoalan berbeda, yakni persoalan kesatuan esensial umat manusia dan persoalan asal-usul manusia di bumi kita. Ada satu pandangan lain yang dilibatkan dalam persoalan kedua ini, yang tidak akan kita kesampingkan tanpa sedikit komentar.
Apakah semua manusia, jikapun kebhinnekaan asal-usul mereka terbuktikan, harus dianggap sebagai tergolong pada satu spesies, atau haruskah kita menyimpulkan ada beberapa spesies berbeda di antara mereka? Anehnya, penulis disalahpahami dalam hal ini. Karena suatu kali mengatakan bahwa umat manusia merupakan satu spesies, dan kali lain bahwa manusia tidak berasal dari satu leluhur bersama, dia telah dipahami sebagai berkontradiksi dengan dirinya sendiri, sebagai menyatakan satu hal pada suatu kali, dan hal lain pada kali lain. Oleh karenanya dia akan menegaskan pembedaan ini, bahwa kesatuan spesies tidak mengimplikasikan kesatuan asal-usul, dan bahwa kebhinnekaan asal-usul tidak mengimplikasikan kemajemukan spesies. Terlebih, apa yang kini kita anggap sebagai ciri khas spesies adalah sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang dulu dianggap demikian. Segera setelah dipastikan hewan-hewan berlainan secara begitu lebar, ditemukan bahwa apa yang merupakan sebuah spesies dalam tipe-tipe tertentu adalah sesuatu yang sangat berbeda dari spesies dalam tipe-tipe lain, dan bahwa fakta-fakta yang membuktikan keidentikan spesies pada beberapa hewan tidak membuktikan keidentikan atau kemajemukan pada sebuah grup lain.