Skip to content
Amerikanisasi André – Relift Media

Amerikanisasi André Cerita fiksi keluarga

author _Stella Wynne Herron_; date _1908_ genre _Keluarga_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ “Monsieur André François dijadikan hinaan kasar berkali-kali. Hinaan-hinaan itu, mereka menggerogoti hatinya. Dia terbenam. Dia terbenam terus-menerus sekarang. Dia terbenam karena banyak hinaan itu! Suatu hari dia akan balas dendam—lihat saja.” “Aku penasaran,” kata Andrew F. Biron, manajer White Star Mine, kepada saudarinya, sambil mengerutkan dahi dan memperhatikan André François, sangat rapi dalam setelan planel putih, bertelanjang lutut dan betopi pelaut, melangkah di jalan ditemani Angélique yang melayani, “apa masalah Tuhan denganku saat Dia memilihku menjadi ayahnya Andrew François?” “Dia memang anak paling aneh yang pernah kukenal,” jawab saudarinya ngawur, “dan aku berpengalaman dengan banyak sekali—seorang perawan tua selalu berpengalaman, kau tahu.” “Yang dia perlukan adalah berbaur dengan anak-anak lain—menjadi ter-Amerikanisasi. Ada terlalu banyak pernis Eropa padanya. Itu perlu digosok sampai hilang agar anak asli di baliknya muncul.” “Dia perlu sesuatu,” saudarinya membenarkan segera, sebab dia menyaksikan dengan mata yang tidak terlalu ramah kedatangan André François dan pembantunya, si Angélique yang angin-anginan. “Dia tidak memikirkan apa-apa selain bagaimana dirinya berpakaian—seorang pesolek mini! Umurnya sekarang sepuluh tahun dan dia sama sekali tak ada harapan. Dia seperti tak pernah belajar melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Tak ada kejantanan atau kemandirian padanya—tak ada selain kepala penuh gagasan konyol dunia lama tentang bagaimana sepatutnya seorang pria terhormat dengan kedudukan seperti dia. Adapun Angé­lique, sebentar dia melakukan perintahnya, dan sebentar ke­mudian dia mengganggunya. Siapa pernah dengar seorang bocah besar 10 tahun dengan seorang perawat, lagipula?” Nona Biron berhenti sejenak untuk mengambil nafas, lalu melanjutkan: “Terus-terang, Andrew, kupikir kau lumayan bersalah me­naruh begitu sedikit perhatian padanya hingga meninggal­kannya selama delapan tahun di sebuah lingkungan yang tidak kau kenal. Kau seharusnya membawa dia pulang segera setelah kematian isterimu, dan tidak menunggu sampai neneknya meninggal dan tanggungjawab puteramu benar-benar dibebankan padamu.” “Tanggungjawab puteranya.” Sepanjang pagi yang sibuk di kantor, kata-kata itu tinggal dalam pikiran bawah sadar Tn. Biron. Pada jam tengah hari, ketika pekerjaan mengendor, dia mengerahkan diri untuk menghadapi dan merontokkan­nya, sebab kebijakannyalah untuk menghadapi dan meron­tokkan sejak kesempatan pertama kesulitan apapun yang berhadapan dengannya. Selama setengah jam dia mondar-mandir di kantor, kedua tangannya dimasukkan keras ke dalam saku, mulutnya menampung sebatang cerutu hitam tak menyala jenis stogie, yang dia kunyah dengan semua kekerasan terpusat yang akan sudah ingin dia curahkan pada masalah yang ada. Puteranya—betapa jelas dia mengingat anak aneh dua tahun itu, dengan mata biru serius dan rambut wol kuningnya, yang dia peluk erat dan minta untuk tidak melupakan papahnya, sambil mengucap selamat tinggal di atas kapal uap kepada isteri Prancisnya yang cantik pucat yang hendak pulang berkunjung ke tanah kelahirannya. Sesudah kematiannya, si kecil André François langsung menemukan tempat tinggal nyaman di rumah nenek aris­tokrat Paris-nya, Madame Fouchette, seorang nyonya besar rezim lama. Dia menulis dan memohon untuk merawatnya. Dia bilang André akan dimasukkan ke sekolah yang bagus—bahkan yang terbaik di Prancis—di mana biasanya hanya anak-anak bangsawan yang diterima. Tahun demi tahun berlalu, dan sang manajer tambang sibuk di Colorado, sibuk dengan seribu satu urusan penting harian, mengirim cek bulanan dengan angka sangat besar, bersama seperempat halaman kata-kata sayang yang diketik tergesa-gesa, disertai saat Natal, dan saat hari kelahiran André François (menurut perkiraannya), dengan sebuah kotak besar rupa-rupa berisi mainan. Dia memilih barang-barang ini secara agamis sebagaimana dinasehatkan isterinya pada Natal pertama itu—sebab dia secara naluri tidak mempercayai penilaiannya sendiri dalam urusan semacam itu—dan memvariasikannya hanya dalam hal kuantitas, yang dia tambah setiap tahun sebagai pengakuan untuk pertumbuhan bocah itu. Mungkin itu karena dia selalu membayangkannya sebagai anak bau kencur dua tahun, goyah di atas kakinya, masih coba-coba bicaranya, sehingga dia begitu tak siap untuk André François sungguhan, dengan ciri-ciri di atas, plus delapan tahun tumbuh-kembang di ibukota Prancis, pem­berhalaan nenek aristokratis, dan pendidikan sebuah seko­lah di mana, “biasanya, hanya anak-anak bangsawan yang diterima”. Tn. Biron mengenang dengan senyum sesal perjumpaan pertama dengan putera dan pewarisnya itu. André François—menguasai diri, langsing, dan aristokratis, telah mengolah hawa dan keanggunan sosialita muda—menyambut sang manajer White Star dengan ekspresi hati-hati; sebab dia tidak terlalu yakin di mana letak aksen dalam bahasa ibunya... “Aku senang, ayahku,” lantas menciumnya dengan penuh seremoni, pertama pada satu pipi, kemudian pada pipi lain. Sesudah itu dia mencurahkan diri untuk mengarahkan Angélique—yang telah menjadi pembantunya sejak kematian ibunya dan yang dalam pemeliharaannya dia menyeberangi samudera—dalam pengaturan keempat kopornya. Madame Fouchette, semasa hidupnya, tidak segan melimpahkan waktu atau perhatian dalam menyediakan untuk André François setelan dan topi baru sebanyak jumlah teman-teman sepermainan berdarah birunya. Kota mentah kecil berpenduduk seribu lima ratus orang, masih berupa setengah kamp tambang, tidak siap untuk keturunan muda Dunia Lama ini, dan memandangnya sebagai lelucon besar. Adapun Angélique, dalam sepatu hak tinggi dan celemek sangat kecil, dengan hawa ganjen dan hujan seruannya, tak pernah terlihat yang seperti dia, kecuali di sebuah acara malam, di mana si pembantu tradisional Prancis, antara lagu dan dansa, menyapu debu khayali dari kursi-kursi ruang tamu. Di sekolah, André François mengalami dua kekurangan ganda. Di ruang kelas, dia tak hanya tahu lebih banyak dari­pada anak lain manapun, tapi sering dan dengan otoritatif meralat guru. Di pekarangan, setelan pelaut planel putihnya, dengan sulaman jangkar dan haluan sutera merah lembut besar di depan, topi pelaut bundar wah dan sepatu solek—sudah mode di Paris pada waktu itu untuk mengikuti gaya Inggris dalam pakaian anak-anak—dipandang dengan tatapan mengejek dan memusuhi oleh anak-anak begap kota berseragam overall biru-cokelat. Nyatanya, si Parisian kecil yang ditransplantasi itu, saat berdiri dalam barisan dengan kawan-kawannya, terlihat sangat seperti anggrek tunggal dalam setandan bunga-bunga ladang yang berdebu. Di pekarangan André François tidak berkilau. Sikapnya dicirikan dengan kebodohan congkak di mata para pemuda pribumi. Dia tidak tahu atau peduli bisbol, futbol, atau olahraga rendah apapun yang merangsang pemuda Amerika di waktu bermain. Memang, awalnya dia memberikan unda­ngan sementara kepada segelintir teman kelas terpilihnya untuk bertanding anggar, tapi, mendapati seni itu sama sekali tak dikenal, dia berpuas diri saat rehat dengan duduk di atas bangku dan membaca sebuah buku Prancis, yang dari atasnya dia kadang menatap teman-teman sekolahnya yang panas dan gempar dengan superioritas kurang ajar. Mereka membalas pandangan rendahnya dengan takaran penuh. Semua memandang André François sebagai merek khusus “Dago”—yang dengannya mereka menggolongkan semua hal berbau Latin—yang dilindungi dari cibiran dan patriotisme mereka oleh sebuah kekuasaan tinggi sewe­nang-wenang dalam bentuk seorang ayah yang manajer tambang.
Judul asli : The Americanizing of André François<i=1_L9QVPh6Hpr34m53k0a0OBAGWp2HN2Yw 315KB>The Americanizing of André François
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, September 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Amerikanisasi André

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)