Skip to content
Masa Depan Rusia dan Inggris Dalam Kasih Kristus – Relift Media

Masa Depan Rusia dan Inggris Dalam Kasih Kristus Bacaan non-fiksi politik

author _Harold Begbie_; date _1916_ genre _Politik_; category _Jurnal_; type _Nonfiksi_ Kita harus berusaha, sembari membuka hati kita untuk Kristus Rusia, untuk mengilhamkan pada Rusia kesungguhan moral kita. Kita harus menyiapkan diri kita untuk memberi maupun menerima, yang satu melengkapi yang satu lagi. Saat berada di Petrograd awal tahun ini, aku mendapat kehormatan bercakap-cakap panjang dengan M. Sergey Sazonov, menteri urusan luar negerinya Kaisar Rusia. Kami mendiskusikan aspek-aspek tertentu Perang selama bebe­rapa menit, dan kemudian melalui sastra (M. Sazonov adalah pengagum berat Dostoyevsky) menemukan jalan pembicara­an ke agama. Selama hampir satu jam kami tak mendiskusi­kan yang lain. Sesuatu yang M. Sazonov katakan padaku dalam perca­kapan ini telah menghantui pikiranku sejak saat itu, dan telah menjadi subjek diskusi antara aku dan teman-temanku pada banyak kesempatan. Dia bilang padaku, meski ada ba­nyak pendosa di Rusia, banyak sekali pendosa, semuanya adalah Kristiani; dan dia bertanya padaku sambil tersenyum apa aku paham yang dia maksud. Aku menjawab pertanyaan ini dengan kata-kata Carlyle bahwa dosa terbesar adalah tidak menyadari dosa, dan M. Sazonov mengangguk seolah puas bahwa aku memahaminya. Tapi saat aku mulai membahas percakapan ini di antara beberapa teman Rusia-ku di Petrograd yang terpengaruh oleh mendiang Lord Radstock pada 1874, ternyata antusias­meku untuk agama Rusia disambut dengan peringatan dan kritik aktif. Aku diberitahu bahwa bencana terbesar yang bisa menimpa bangsa Rusia adalah keyakinan bahwa agama kasih mereka, yang memberi sedikit sekali perhatian pada perilaku, layak disebut Kristen. Aku diminta menggunakan pengaruh yang kumiliki untuk membawa kesungguhan moral Inggris ke dalam kehidupan Rusia, dan untuk me­nekankan dengan seluruh tenagaku kelemahan Rusia dalam pengabaiannya terhadap perilaku. Di sisi lain, saat aku membicarakan percakapanku dengan M. Sazonov kepada orang-orang Inggris yang telah tinggal bertahun-tahun di Rusia, ternyata mereka sama antusiasnya denganku terhadap Kristus Rusia. Mereka membicarakan ke­indahan karakter Rusia, kebebasannya dari kepicikan dan intoleransi, kebaikan dan tenggang rasanya yang berlebihan, puisi dan imajinasinya, kepekaannya terhadap cinta dan ke­elokan, dan kepercayaan tak berbatasnya pada kebapakan lembut Tuhan. Mereka yang pernah berada di parit-parit menceritakan padaku kisah-kisah cinta dan kelemahlembut­an paling mengharukan di kalangan prajurit Rusia, dan mereka yang telah mempelajari kehidupan petani melukis­kan padaku kebaikan dan kemanisan luar biasa yang men­cirikan bangsa Rusia. Aku didorong oleh orang-orang Inggris ini untuk se­mampuku memasukkan pandangan agama Rusia ke Inggris. Aku ditunjuki bahwa penekanan kita pada perilaku telah memiskinkan agama Kristus, dan bahwa kita telah kehila­ngan—dalam hasrat kita untuk bertingkah baik—kesadaran bahwa satu-satunya kemestian kita adalah mengasihi de­ngan segenap hati kita, dan dengan segenap pikiran kita, dan dengan segenap jiwa kita. Di tangan kita ada meja-meja batu; dan di hati Rusia ada semangat Kristus. Nah, karena aliansi antara Rusia dan Britania Raya akan menjadi jaminan perdamaian dunia yang paling pasti, dan karena setiap aliansi adalah pengganti politis sementara yang tidak didasarkan pada simpati spiritual, penting sekali kita memberi perhatian pada perkara ide agama Rusia dan Anglikan ini, dan melihat sejauh mana kemungkinannya ke­dua bangsa beribadah di altar yang sama. Sebelum berlanjut ke penyelidikan ini aku ingin bilang bahwa M. Sazonov menegaskan persahabatan antara Rusia dan Britania Raya adalah soal afinitas alami. Tak satu kalipun dalam percakapan kami dia menyebut-nyebut kepentingan politik. Seumur hidupnya dia telah mengusahakan kesepa­haman dengan Inggris, dan tak pernah sekali pun dia bim­bang dalam pendiriannya bahwa aliansi kedua negara adalah takdir politik dunia. Dia mencintai karakter Inggris dan ke­hidupan Inggris. Sama sekali bukan Liberal berapi-api, dia tetap merasakan hormat sangat besar untuk Liberalisme Inggris. Kesungguhan moral kita adalah sumber kekaguman dan sekaligus kedengkiannya. Dia melihat dalam diri kita sebuah bangsa yang berhasil memadukan keanggunan dan kehalusan kehidupan beradab dengan aktivitas komersial besar. Kebenciannya pada Jerman adalah kejijikan spiritual. Antusiasmenya pada orang Inggris adalah kasih-sayang spi­ritual. M. Sazonov, biar kujelaskan, adalah orang religius paling utama. Hanya perasaan tugas yang kuatlah yang telah me­nahannya di Kementerian Luar Negeri. Persis sebelum pecahnya perang dia sedang merencanakan pensiun ke rumahnya di negara ini, sebuah rumah yang dia beli belaka­ngan ini, dan yang merupakan salah satu tempat pertama di Rusia yang terkena penodaan Vandalisme dari pasukan Jerman yang merangsek maju. Dia orang yang jarang terjun ke masyarakat, dan mencintai keheningan dan ketenangan. Dia agak seorang mistikus. Menikah dengan seorang wanita yang dipujanya, tapi belum memberinya anak, Sergey Sazo­nov paling bahagia ketika dia sejauh-jauhnya dari kota dan sedekat-dekatnya dengan sukacita sederhana dan damai-tenteramnya kehidupan rumahtangga. Dia mencintai ladang, hutan, dan sungai Rusia. Pushkin telah memenuhi langit untuknya dengan keindahan yang tak ada habisnya, dan Dostoyevsky telah memberikan untuknya daya tarik para malaikat di mata setiap anak kecil. Dia lelah dengan dip­lomasi, yang akal-bulusnya selalu dia benci; dan jika dia lihat tujuan hidupnya sudah selesai, dia akan segera memohon kepada Raja-nya untuk dibebaskan dari dinas publik. Dia berkata padaku: “Masa depan cerah. Sesudah Perang, dua negara kini akan secepatnya berdiri—kalian dengan ke­kuatan maritim; kami dengan seratus juta orang yang tinggal di darat. Ingat apa yang telah terjadi di Rusia. Seratus juta petani ini (banyak dari mereka memiliki tanah sendiri) men­dapati diri mereka kaya dan sehat. Uang yang dulu mereka belanjakan pada vodka, kini mereka tabung, dan surplus gandum yang dulu mereka kirim ke Jerman untuk men­dapatkan lebih banyak uang untuk membeli vodka, kini mereka makan sendiri. Hasilnya, kami memiliki masyarakat yang kuat, dan masyarakat yang telah mencicipi nikmatnya kemiskinan. Bangsa Rusia kini tidak mabuk, sehat, dan getol. Ini sebuah revolusi.” Jika ada orang-orang di Britania Raya yang merasakan antipati politik terhadap Rusia, dan yang tidak bisa melihat bagaimana kedua negara kita bisa dibawa ke dalam persau­daraan praktis, izinkan aku berkata kepada mereka bahwa tak ada bangsa di dunia (dan ini akan membawaku tentu saja kepada agama) yang sedemokratis Rusia pada hakikatnya. Kita di Inggris memiliki wujud-wujud demokrasi; di Rusia mereka memiliki roh. Kita di Inggris memiliki sebuah kons­titusi, sebuah habeas corpus, sebuah pengadilan demokratis, dan sebuah kebebasan individual yang begitu besar hingga terasa nyaris berbahaya. Hal-hal ini bagus, hal-hal yang mungkin sewajarnya kita banggakan dan yang semestinya kita syukuri dalam-dalam; tapi mereka bercampuraduk dengan pemisahan kelas-kelas secara keras, dengan derajat keangkuhan yang tak tertandingi di bangsa lain manapun, dan dengan pembagian antara modal dan buruh yang me­rupakan ancaman bagi keamanan nasional. Di Rusia, se­baliknya, petani terendah berdiri tanpa merasa malu di hadapan Kaisar-nya, yang Tuhan telah jadikan sebagai Ayah Kecil-nya; tuan dan pelayan bagaikan teman; perwira dan prajurit bagaikan saudara; dan seluruh masyarakat merasa sebagai kelompok persaudaraan yang diberkati, dijaga, dan dikasihi oleh Bapak di surga. Kita hanya memiliki wujud-wujud demokrasi karena kita disihir oleh materialisme. Rusia memiliki roh demokrasi karena keyakinan tertingginya ada­lah eksistensi Tuhan. Sekarang mari kita periksa persoalan agama, dan melihat sejauh mana kemungkinannya kedua bangsa mendirikan sebuah aliansi permanen karena spiritual. Seorang Rusia mengatakan bahwa Gereja Roma adalah Petrine, Gereja Protestan adalah Pauline, dan Gereja Orto­doks adalah Yohanine. Dengan kata lain, sementara Roma menuntut ketaatan pada otoritas, dan Protestan menuntut kesungguhan moral, Gereja Ortodoks mengkhawatirkan kasih saja. Bagi Rusia, kasih Tuhan adalah kebutuhan per­tama dan terakhir. Saking besarnya supremasi kasih ini, seseorang boleh hidup hampir sesukanya selama dia tak pernah berhenti memuja Kebapakan Tuhan dan mengandal­kan rahmat dan ampunan Kristus. Bagi mereka, bermoral bukan soal yang amat penting. Mereka bahkan melihat perangkap dan bahaya dalam moralitas. Di situlah terletak Farisisme. Seorang manusia jangan pernah berpikir bahwa dirinya sedang menyenangkan Tuhan dengan berpantang dari ini atau itu, dengan melawan godaan, atau dengan mengikuti instruksi pendeta. Dia hanya bisa menyenangkan Tuhan dengan mengasihi Tuhan, dan hanya dengan me­ngasihi Tuhan dia bisa berharap masuk surga. Dengan begini kau mungkin akan melihat di kamar seorang pelacur sebuah ikon bergantung di sudut, atau melihat seorang pemabuk terkenal berlutut dan membuat isyarat salib di depan altar atau di stasiun kereta, atau melihat orang-orang yang hidupnya dikenal tak bermoral dalam hal-hal lain memasuki sebuah gereja pada jam berapapun untuk bersujud di depan sebuah lukisan suci. Nah, orang bodoh bisa mudah protes bahwa agama seperti ini berbahaya; dan teman-teman Rusia-ku, yang sama sekali bukan orang bodoh, mampu melihat jelas betapa ia kekurangan—dalam kadar menyedihkan—kesungguhan moral kaku yang memperkuat; tapi tidakkah kita juga me­lihat betapa berbahayanya agama perilaku kita, dan dengan betapa menyedihkan ia kekurangan inspirasi kasih implisit yang memperindah? Pelacur di Rusia memanjatkan doa dan pergi ke gereja. Pemuda di Inggris yang sekali jatuh ke dalam dosa merasa pergi ke altar adalah kemunafikan. Yang satu tak pernah mempertanyakan eksistensi Tuhan, tak pernah berhenti me­rasakan kebutuhan urgennya akan rahmat dan ampunan-Nya; yang kedua mempercayai Tuhan hanya selama dia sendiri bermoral, dan berhenti memikirkan-Nya begitu per­lawanannya terhadap dosa patah. Kita di Inggris meng­khawatirkan kemunafikan. Mereka di Rusia hampir tidak tahu apa maknanya. Para satiris kita tak pernah seaktif dan sesengit saat mereka berurusan dengan seorang munafik. Di Rusia, satir sengit tidak dikenal. Di Inggris, kita hampir girang ketika ada seorang bajingan untuk dibeberkan. Di Rusia, mereka girang hanya dengan kasih. Eksistensi orang munafik di Inggris disebabkan oleh kode moral kita yang kaku. Kita benci orang yang lebih baik daripada kita. Di Rusia, orang-orang yang mencoba hidup seperti Kristus disebut orang kudus dan dipuja oleh orang tinggi dan rendah. Di Inggris kita menyebut mereka munafik atau sinting. Kita tidak mempercayai sepenuh hati kebaikan tanpa pamrih. Kita tergoda untuk berpikir bahwa tak ada orang yang betul-betul begitu yakin akan eksistensi Tuhan sampai-sampai kehidupan ini tak bernilai atau menarik baginya. Bagi kebanyakan kita, Tuhan masih merupakan hipotesis yang agak improbabel. Kita mengakui kans bahwa ada kehidupan sesudah mati, dan kita melihat nilai praktis dari “instruksi keagamaan”; tapi kita cuma mencurigai dan mengejek orang yang melebihi kode kehormatan. Aku mem­bayangkan orang-orang religius di negara ini bakal syok tak terkatakan, dan geli tak terungkapkan dan tak bertuhan, jika seseorang di tengah-tengah kita, yang terkenal akan perilaku buruk, tiba-tiba mulai menghadiri gereja. Sebab kita tidak tahan ketika seseorang bahkan berubah pendapat.
Judul asli : The Spiritual Alliance of Russia and England<i=1-LJrAet7cTynyPCQR-xdXp8_Mn5Pn6Yd 335KB>The Spiritual Alliance of Russia and England
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Agustus 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Masa Depan Rusia dan Inggris Dalam Kasih Kristus

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)