Ini adalah konsepsi-konsepsi dasar yang mendarah-daging dalam akal semua orang Arya, dan bermacam-macam filosofi dan agama Hindu hanyalah cabang dari akar bersama ini.
Beberapa waktu lalu aku menyerahkan sebuah artikel mengenai saudara Arya kita. Di dalamnya aku berusaha memberikan garisbesar historis pergolakan-pergolakan utama dalam evolusi filosofis dan keagamaan ras tersebut. Keterbatasan ruang tidak memungkinkan upaya untuk memasuki detil-detil atau analisa terhadap filsafat keagamaan yang mendasari dan mempengaruhi agama dan kehidupan saudara Arya kita. Mengisi celah-celah tersebut merupakan tujuan artikel ini.
Tanpa harus menjadi penganut atau pengikut filsafat keagamaan Arya, sebelum seseorang bisa menulis atau bahkan membaca subjek ini dengan cerdas, penting sekali bersimpati pada akal Arya dan dengan demikian menangkap semangat pemikirannya. Mungkin kesulitan terbesar dalam memperoleh simpati ini adalah pertentangan fundamental antara konsepsi filosofis kita dan mereka. Bagi kita, penciptaan dunia merupakan dalil dasar, bagi Arya itu tak terpikirkan lantaran menyiratkan doktrin bahwa sesuatu diciptakan dari nihil. Dari sudutpandang ini, seorang makhluk fana tak pernah bisa menjadi kekal; untuk kekal, seorang makhluk harus senantiasa kekal, oleh karenanya segala sesuatu yang dilahirkan pasti mati dan segala sesuatu yang mati pasti pernah dilahirkan suatu waktu. Ini menjelaskan mengapa Arya tidak bisa menerima pandangan kekekalan jiwa kecuali jika kekekalan terdahulu diserahterimakan kepada jiwa itu. Baginya, adalah lucu membayangkan suatu Kekuatan menciptakan sebuah jiwa dari nihil dan kemudian menganugerahkan kekekalan kepadanya. Ini adalah konsepsi-konsepsi dasar yang mendarah-daging dalam akal semua orang Arya, dan bermacam-macam filosofi dan agama Hindu hanyalah cabang dari akar bersama ini.
Orang-orang yang repot-repot membaca artikel pertamaku mungkin mendapat kesan bahwa persoalan agama-agama Arya sangat kompleks dan membingungkan, seolah berlandaskan fondasi yang bergeser-geser dan tak memiliki koherensi. Kami di India mendapat kesan yang sama, apalagi karena kami melihat orang-orang menempuh hidup ketat dan asketik, dan kami mengetahui ajaran spiritual tinggi berlandaskan sebuah filosofi murni dan halus yang datang dari para pemikir maju; sementara di sisi lain di kalangan massa, aku melihat dan mendengar takhayul paling kasar dan kelekaspercayaan yang diiringi dengan bentuk-bentuk omong-kosong ritual paling absurd, dan tak jarang bukti bentuk-bentuk penyembahan Kelamin kuno paling buruk beserta keasusilaan dan kecabulannya. Ini adalah ketidakcocokan-ketidakcocokan yang sulit diakurkan, tapi, dalam sejarah semua ras, terdapat ekstrim-ekstrim dan kontradiksi-kontradiksi ini. Biasanya antitesis-antitesis ini dipisahkan oleh periode-periode masa atau era pemikiran; di India, kesulitannya adalah mereka eksis sezaman dan berdampingan. Sebagai penstudi persoalan ini aku hanya bisa menjelaskan bentuk-bentuk takhayul dan perendahan keagamaan paling rendah di India di samping bentuk-bentuk tipe-tipe tertinggi pengetahuan dan ajaran keagamaan dan filosofis melalui mentalitas Arya dan sejarahnya. Selama berabad-abad, ras Arya telah dipisahkan oleh selubung tipis saja dari “sisi lain kehidupan”. Selama berabad-abad akal Arya telah dilatih untuk memandang dunia materil sebagai sebuah ilusi, dan bahwa kepada dunia spiritual-lah akal manusia dapat ditujukan seefektif-efektifnya. Di tanah mental yang begitu kaya dengan material untuk pertumbuhan spiritual, kita menemukan sebuah ladang siap untuk palawija beracun berupa takhayul, penyembahan iblis, dan kemerosotan pikiran dan praktek lainnya. Meski demikian, kita melihat akal-akal lebih berbudaya naik ke bidak lebih tinggi dan menemukan kepuasan dalam filosofi esoterik, sementara akal-akal jahil dan kurang berkembang mentalnya lari kepada dan dipuaskan oleh cita-cita psikis dan spiritual lebih rendah, sebagaimana direpresentasikan oleh politeisme lebih kotor di zaman kita. Maka setelah membuka jalan barusan, kita dapat berlalu ke pemeriksaan teori yang mendasari seluruh pemikiran Arya, dan kemudian melihat bagaimana dari teori ini sebuah filosofi dikembangkan, dan bagaimana pengajaran filosofi ini ditafsirkan dalam sekte-sekte utama yang beredar di kalangan saudara-saudara Arya kita.
Tiga aksioma berikut merupakan dasar yang di atasnya seluruh filosofi Arya dibangun: (1) Dari tiada, tiada yang bisa muncul; sesuatu tidak bisa ditimbulkan oleh atau berasal dari tiada; tiada yang riil bisa diciptakan, sebab jika itu tiada sekarang, itu tak pernah bisa ada; jika itu tak pernah ada, itu tiada sekarang; dan jika itu ada sekarang, itu telah senantiasa ada. (2) Sesuatu yang riil tidak bisa lebur menjadi tiada; jika itu ada sekarang, itu akan senantiasa ada; tiada yang pernah bisa dihancurkan; keleburan hanyalah perubahan wujud, atau pemecahan sebuah akibat menjadi sebab pendahulunya, riil atau relatif. (3) Apa yang berevolusi pasti bersangkutpaut; sebab riil atau relatif pasti mengandung akibat; akibat pasti merupakan reproduksi dari sebab riil atau relatif. Berangkat dari aksioma-aksioma ini, ajaran yang mendasari semua sistem filosofi Arya berkembang dari ide dasar bahwa ada satu Entitas Absolut yang darinya semua hal/makhluk lain memancar, dan darinya semua jiwa individual berasal. Maka, jiwa adalah kekal, tapi bisa lahir kembali di bawah hukum universal sebab dan akibat. Bahkan dalam perkembangan-perkembangan terawal dari ide ini, dirumuskan bahwa tidak ada yang konstan, tetap, atau abadi dalam aspek-aspek zahir semesta; konsekuensinya, tak satupun hal/makhluk di dunia ini adalah riil. Berikutnya, di balik semua manifestasi semesta yang berubah, pasti ada sesuatu yang Riil. Realitas ini pasti Satu dalam eksistensi esensialnya, kalau tidak, tidak akan ada kontinuitas atau metode di semesta zahir. Jelas, Realitas tertinggi ini pasti di atas semua atribut atau kualitas zahir, termasuk manusia; karenanya, hakikat internalnya tidak bisa diketahui, dan tidak bisa didefinisikan atau disebutkan. Istilah Sanskerta untuk Realitas tak terketahui ini adalah Tat, tapi dalam literatur Arya mutakhir itu biasanya disebut sebagai Brahman atau Absolut. Sebagai sesuatu yang tidak mungkin berasal dari tiada, atau sesuatu yang tidak mungkin lebur menjadi tiada, dinalarkan bahwa Brahman adalah kekal. Langkah penalaran berikutnya berargumen bahwa karena tiada yang eksis di luar Brahman, maka semesta zahir merupakan akibat dari Brahman dan Brahman adalah Sebab. Di sini kita harus mencatat, orang-orang Arya tidak pernah mengatakan “Kausa/Sebab pertama”; bagi mereka Sebab adalah satu-satunya sebab riil, dan dengan demikian Sebab tanpa sebab. Kepelikan hal ini jelas. Langkah selanjutnya adalah penegasan bahwa karena semua yang ada pasti riil, dan karena Brahman adalah satu-satunya yang riil, maka Brahman adalah satu-satunya yang ada, dan konsekuensinya apapun yang bukan Brahman tidaklah ada. Maka, semua yang terlihat atau kelihatan ada pasti tidak riil dan tidak eksis, dan pasti nihil atau, kalau tidak, merupakan pancaran atau manifestasi Brahman atau Absolut. Oleh karenanya, bagi filsuf Arya, Brahman atau Absolut adalah sesuatu yang darinya semua kehidupan, fungsi, dan atribut dimanifestasikan melalui pancaran, pantulan, atau bentuk lain; dan Absolut dapat terpikirkan hanya ketika semua konsepsi sekunder Brahman ini dibuang dari pikiran.
Tiga aksioma berikut merupakan dasar yang di atasnya seluruh filosofi Arya dibangun: (1) Dari tiada, tiada yang bisa muncul; sesuatu tidak bisa ditimbulkan oleh atau berasal dari tiada; tiada yang riil bisa diciptakan, sebab jika itu tiada sekarang, itu tak pernah bisa ada; jika itu tak pernah ada, itu tiada sekarang; dan jika itu ada sekarang, itu telah senantiasa ada. (2) Sesuatu yang riil tidak bisa lebur menjadi tiada; jika itu ada sekarang, itu akan senantiasa ada; tiada yang pernah bisa dihancurkan; keleburan hanyalah perubahan wujud, atau pemecahan sebuah akibat menjadi sebab pendahulunya, riil atau relatif. (3) Apa yang berevolusi pasti bersangkutpaut; sebab riil atau relatif pasti mengandung akibat; akibat pasti merupakan reproduksi dari sebab riil atau relatif. Berangkat dari aksioma-aksioma ini, ajaran yang mendasari semua sistem filosofi Arya berkembang dari ide dasar bahwa ada satu Entitas Absolut yang darinya semua hal/makhluk lain memancar, dan darinya semua jiwa individual berasal. Maka, jiwa adalah kekal, tapi bisa lahir kembali di bawah hukum universal sebab dan akibat. Bahkan dalam perkembangan-perkembangan terawal dari ide ini, dirumuskan bahwa tidak ada yang konstan, tetap, atau abadi dalam aspek-aspek zahir semesta; konsekuensinya, tak satupun hal/makhluk di dunia ini adalah riil. Berikutnya, di balik semua manifestasi semesta yang berubah, pasti ada sesuatu yang Riil. Realitas ini pasti Satu dalam eksistensi esensialnya, kalau tidak, tidak akan ada kontinuitas atau metode di semesta zahir. Jelas, Realitas tertinggi ini pasti di atas semua atribut atau kualitas zahir, termasuk manusia; karenanya, hakikat internalnya tidak bisa diketahui, dan tidak bisa didefinisikan atau disebutkan. Istilah Sanskerta untuk Realitas tak terketahui ini adalah Tat, tapi dalam literatur Arya mutakhir itu biasanya disebut sebagai Brahman atau Absolut. Sebagai sesuatu yang tidak mungkin berasal dari tiada, atau sesuatu yang tidak mungkin lebur menjadi tiada, dinalarkan bahwa Brahman adalah kekal. Langkah penalaran berikutnya berargumen bahwa karena tiada yang eksis di luar Brahman, maka semesta zahir merupakan akibat dari Brahman dan Brahman adalah Sebab. Di sini kita harus mencatat, orang-orang Arya tidak pernah mengatakan “Kausa/Sebab pertama”; bagi mereka Sebab adalah satu-satunya sebab riil, dan dengan demikian Sebab tanpa sebab. Kepelikan hal ini jelas. Langkah selanjutnya adalah penegasan bahwa karena semua yang ada pasti riil, dan karena Brahman adalah satu-satunya yang riil, maka Brahman adalah satu-satunya yang ada, dan konsekuensinya apapun yang bukan Brahman tidaklah ada. Maka, semua yang terlihat atau kelihatan ada pasti tidak riil dan tidak eksis, dan pasti nihil atau, kalau tidak, merupakan pancaran atau manifestasi Brahman atau Absolut. Oleh karenanya, bagi filsuf Arya, Brahman atau Absolut adalah sesuatu yang darinya semua kehidupan, fungsi, dan atribut dimanifestasikan melalui pancaran, pantulan, atau bentuk lain; dan Absolut dapat terpikirkan hanya ketika semua konsepsi sekunder Brahman ini dibuang dari pikiran.
Judul asli | : | The Philosophy of Our Aryan Brother<i=1lGg9StfN2C3Qcq_y3p7P9hwXlwpjbT0v 314KB>The Philosophy of Our Aryan Brother (1912) |
Pengarang | : | R. H. Firth |
Penerbit | : | Relift Media, April 2023 |
Genre | : | Filsafat |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |