![author _Robert Wicks_; date _1958_](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixnpakZZkRjfuVCom7jVKbp3k6Ku75SQl68jcOjl40PHl4J0xYGvqxS7NUhhUa4jvmB2s8GsF2XXtOMuxwhtYXqWV8IY_PSkyFE1rcIiHZ0mZaE6cnSgpyZ7fWcRrm8ik0IptTrocU_HmIJuMTJj_CvWItaluBGoio0O4LC7nAOAtdynfCbInqRILmag/s234/lompatan-quantum.jpg)
“Lompatan quantum—itulah cara mendahului bangsa Merah,” kata kolonel untuk keseribu kalinya. Istilah usang ini tak ada kaitan dengan mekanika quantum—perubahan aktual pada susunan atom akibat penerapan energi yang cukup. Justru, itu adalah istilah gaul yang mengacu pada kemajuan besar dalam perjalanan antarplanet berkat upaya maksimum di bidang sains dan teknologi. “Biarlah mereka ambil Mars dan Venus,” kata kolonel biasanya, “biarlah mereka ambil seluruh Tata Surya! Kita akan buat lompatan quantum—selompat kodok di depan mereka. Kita akan jadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di sebuah planet di tata surya lain.” Empat tahun sudah berlalu di dalam kapal; tiga belas tahun di Bumi. Empat tahun Kolonel Towers. Disiplin militer semakin ketat setiap harinya. Antariksa berbuat konyol terhadap sebagian orang. “Kita akan jadi orang-orang pertama” telah berubah menjadi “Aku akan jadi orang pertama”. Tapi Kapten Brandon-lah yang mendapat tugas penjelajahan Sirius Tiga untuk mencari tempat pendaratan cocok bagi Astro, tugas penyampelan atmosfer dan peninjauan kondisi meteorologis. Bahkan sewaktu Brandon memanjat ke dalam kapal jelajah, Towers sudah memperingatkannya. “Ingat, tugasmu adalah menemukan lokasi pendaratan kokoh, cukup terlindungi dari unsur-unsur. Kau tak boleh mendarat sendiri dalam keadaaan apapun. Jelas?” Brandon mengangguk, lantas diluncurkan, dan kini sedang menjelajah seratus ribu kaki di atas planet asing. Brandon memiringkan satu sayap kapal dan melirik hamparan gurun merah bata. Kabut merah kecil menandai badai debu. Sudah pasti ini bukan tempat yang tepat untuk menurunkan badan Astro, bukan pula untuk melindungi awak dan peralatan dari debu kasar. Dia menegakkan kapal. Jauh di cakrawala terdapat setumpuk awan atmosfer. Kiranya kondisi di situ lebih menjanjikan. Dia mendorong posisi tenaga ke 90%. Lampu indikator peringatan kebakaran berkedip-kedip. Sontak mata Brandon terpaku pada panel instrumen. Suhu pipa ekor baik-baik saja. Mungkin indikasinya salah. Dia turunkan kembali posisi tenaga, kalau-kalau lampu indikator akan padam. Ternyata tidak. Dia justru merasakan sentakan gemuruh jauh di dalam perut kapal. Jarum-jarum berkilauan, menari, lalu lampu merah kedua menyala. Dia menjentikkan saklar video dan ditekannya tombol mikrofon. “Astro Satu, ini Brandon. Ganti.” Bunyi dedas mengisi alat dengarnya. Kisi cahaya dan bayangan berkedip-kedip di layar. Sebuah pikiran terlintas dalam benaknya. Mungkin dia sudah memasang terlalu banyak kelengkungan planet di antara Astro dan dirinya.
Judul asli | : | The Quantum Jump<i=1wQqpK6qd3zB7cGGcMkdMJ58ebHjeeyw0 211KB>The Quantum Jump (1958) |
Pengarang | : | Robert Wicks |
Penerbit | : | Relift Media, Juni 2016 |
Genre | : | Sci-Fi |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |