Skip to content
Rusia dan China – Relift Media

Rusia dan China Bacaan non-fiksi sejarah

author _Alexander Michie_; date _1864_ genre _Sejarah_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Sebagian orang akan bilang Rusia ada dalam tahap kehidupan kebangsaannya yang muda, bersemangat, dan tumbuh...; sementara China, sebaliknya, sudah sejak lama mencapai kematangan, sudah hidup lebih lama dari masa alami eksistensi kebangsaan. Kita tidak bisa bepergian selama empat bulan melintasi dua kekaisaran terbesar di dunia tanpa merenungkan kesepadanan dan perbedaan yang mereka hadirkan satu sama lain, dan mencaritahu sebab-sebab yang telah menga­kibatkan hasil-hasil berbeda tersebut pada masing-masing­nya, sejak mereka pertama kali saling mengenal. Kesepada­nan adat-istiadat, kebiasaan, dan cara berpikir antara kedua ras terus-menerus mencuat, dan keserupaan Rusia dengan China telah menjadi peribahasa di kalangan orang Rusia sendiri. Kedua kekaisaran ditundukkan pada abad 13 oleh gerom­bolan Mongol-Tartar di bawah anak-cucu Jenghis Khan; dan keduanya berhasil mengusir para penyerbu dari teritori masing-masing. Sejak saat itu, sejarah Rusia dan sejarah China berjalin erat; perbatasan mereka sedikit demi sedikit saling mende­kati, Rusia memperluas penaklukannya ke arah timur, dan China ke arah barat; dan selama dua ratus tahun, gerak maju gelombang agresi Rusia bertubrukan dengan seluruh garis utara gurun dan belantara pinggir yang mengakui kekuasaan China. Menangnya gerak maju Rusia atas suku-suku asli Siberia tertahan ketika bersinggungan dengan peradaban superior dan organisasi militer China yang lebih tinggi; dan, pasca perang lima tahun, China ada dalam posisi memberlakukan syarat-syarat pada Rusia, yang dilakukan melalui traktat Nerchinsk 1689. Tapi skema-skema Rusia tak pernah diting­galkan. Dengan ketelatenan Asiatik, dipadu tekad Eropa, Rusia telah memperebutkan perbatasan-perbatasan China dengan kesuksesan pelan dan turun-naik tapi akhirnya pasti. Kadang dengan kekuatan senjata, kadang dengan keahlian diplomasi, dengan setiap muslihat cerdik, Rusia telah men­capai kemajuannya di teritori China dari titik ke titik, sampai kudeta akbar Jenderal Ignatiev pada 1860 memahkotai semua usaha Rusia dengan kesuksesan. Dengan secara terampil memanfaatkan kemenangan pasukan Inggris-Prancis di Beijing, dia, dengan guratan pena, memindahkan ke Rusia seluruh pesisir Manchu-Tartary, dari muara sungai Amur hingga perbatasan Korea. Ketika China pertama kali menghadapi Rusia dalam debat-debat perbatasan, setiap keunggulan ada di pihak China. China ada dalam posisi bangsa kuat, kaya, padat penduduk, dan beradab, yang berurusan dengan para barbar. Jika butuh prajurit, orang-orang Manchu gemar perang siap dipanggil. Jika butuh uang, sumberdaya China, dengan penduduk produktifnya yang besar, sangat lebih unggul dari penduduk Rusia, dan barangkali dari negara manapun di dunia pada waktu itu. Bangsa China bertindak defensif, dan dekat kampung halaman. Pemerintahnya giat dan pandai, dan sudah sewajarnya percaya diri akan superioritasnya sendiri. Bangsa Rusia, di sisi lain, jahil, membudak, dan tak bermartabat. Pemerintah mereka tidak jauh lebih baik; dan sumberdaya militer mereka hanya bisa diambil dari stepa-stepa luas, jarang penduduk, dan tak produktif. Pyotr Agung menanamkan nyawa baru ke dalam Rusia dengan energi karakternya sendiri dan dorongan bijaksana orang-orang asing, dengan mana dia mencoba mentrans­plantasi peradaban pada keturunannya yang tak menjanji­kan. Di tengah beragam perhatiannya dia tidak melupakan kepentingan-kepentingannya di timur jauh; tapi dia maupun para penerusnya mendapati China sebagai masalah yang sulit dipecahkan. Kaisar-kaisar Manchu telah mengkonsoli­dasi kekuasaan mereka di China, dan sejak masa Kanghi, yang mengusir Rusia dari distrik-distrik yang didudukinya di Amoor pada 1688, sampai paruh awal abad sekarang, China kuat dan makmur. Para Tsar hanya bisa mengirim kedubes, utamanya ditugasi dengan persoalan dagang, kepada “Khan para Khan” di Beijing. Para dubes Rusia diperlakukan sebagai pemohon di Beijing; mereka disambut seperti misi dari negara-negara tundukan—dalam ungkapan China, “para pembawa upeti”. Tapi Rusia sementara itu membuat langkah-langkah pesat dalam kemajuan internalnya sendiri; penemuan-pene­muan luar negeri dan pengusahaan luar negeri disubsidi besar-besaran, dan Rusia menjadi kekuatan militer besar. Hasrat pembesaran berkembang kuat pada Pyotr, Yeka­terina II, dan Nikolai; tapi tetap saja Rusia hanya bisa mengetuk gerbang-gerbang China melalui misi-misi damai, dan China masih bisa congkak. Tapi selagi Rusia maju, China paling banter tak bergerak; dan, sejak perang Inggris per­tama pada 1839-1841, benih-benih pelapukan—tertanam ke dalam dinasti Manchu (yang dilahirkan dalam iklim keras) akibat kehidupan mewah dan banci di istana China—telah menyebar pesat ke seluruh mesin kompleks pemerintahan China. Kaisar-kaisar bobrok Manchu, yang melupakan kearifan bapak-bapak mereka, terlena oleh para penjilat, menghenti­kan olahraga jantan yang sangat dipentingkan oleh penda­hulu mereka, melalaikan urusan pemerintahan, dan berku­bang dalam sensualitas. Kaisar terakhir, Hienfung, meninggal di puncak kehidu­pan pesta-pora paling kotor. Korupsi luas adalah akibat alami dari demoralisasi istana, dan ketidakadilan dan penindasan menghimpit rakyat dengan berat. Brigandage pada skala raksasa muncul dan segera melemahkan provinsi-provinsi China paling lumayan, membuat kerusuhan selama sepuluh tahun nyaris tanpa dicegah oleh orang-orang pandir yang memerintah di ibukota dan provinsi-provinsi. Seluruh struk­tur siap untuk jatuh berkeping-keping dan hanya menanti suatu kemauan teguh untuk mengambil tali kekang dari tangan-tangan yang tak mampu lagi memegangnya. Namun, hingga akhir, para penguasa China yang buta diri tidak mau mempercayai kerentanan mereka, sampai delusi fatal itu dibuyarkan secara kasar dengan perebutan Beijing sendiri oleh pasukan Inggris-Prancis pada 1860. Kekaisaran tersebut bersujud di bawah kaki para penak­luknya, yang sikap moderatnya dalam momen kemenangan menjadi sumber kekaguman orang-orang yang ditaklukkan. Tapi pinggiran China adalah peluang Rusia; dan seluk-beluk diplomasi Rusia tak pernah diperagakan secara lebih meng­untungkan ketimbang pada kesempatan ini. Duta Rusia tadinya pura-pura berteman hangat dengan pemerintah China dalam kesusahannya, dan bersukarela memberi asistensi tak langsung kepadanya dalam pergu­mulan yang akan terjadi dengan bangsa asing. Tapi begitu melihat pemerintah China kehabisan akal, dia menukik padanya dengan tuntutan-tuntutan tak bermoral, yang men­cakup penyerahan kepada Rusia seluruh pantai laut Man­churia dan bidang tanah besar dari sungai Usuri dan sungai Amoor hingga Laut Jepang. China tidak dalam kondisi untuk berkeberatan, dan untuk membantu mereka sampai pada sebuah keputusan, mereka diberitahu lemah-lembut bahwa bilamana gagal memenuhi tuntutan, pembalasan dari Tsar bakal lebih mengerikan daripada hukuman yang kala itu mereka derita. Traktat dibuat, dan Rusia menang. Bagi China, kehilangan substansial hutan-hutan Manchu­ria tidaklah berarti; tapi bagi Rusia, pentingnya perolehan itu dinilai sangat tinggi. Hingga waktu itu, Rusia tak punya pe­labuhan di Pasifik yang tidak ditutupi es selama setengah tahun. Tambahan baru wilayah maritim ini memberi Rusia banyak pelabuhan unggul, terutama ke arah ujung selatan­nya, yang bebas dari salju beberapa bulan lebih lama dari­pada pelabuhan Niklaefsk di muara Amoor. Terlebih, pela­buhan-pelabuhan baru di Manchuria lebih mudah diakses, tidak hanya memperpendek pelayaran dari Eropa atau China sebanyak 600 atau 700 mil, tapi juga menimbulkan keung­gulan besar atas Nikolaefsk dalam kesederhanaan navigasi. Kondisi China yang saat ini tak berdaya sebagian besar disebabkan oleh kejijikan terhadap urusan militer akibat perdamaian panjang. Bangsa China sangat tidak suka pertempuran, dan alhasil tidak suka semua perkara militer. Mereka memiliki peribahasa yang melukiskan ini:
Haou tih pu ta ting; Haou jin pu tso-ping. Dari besi bagus kau tidak membuat paku; Dari orang baik kau tidak membuat serdadu.
Mereka terlalu tekun dengan pengejaran industri sehingga tidak menghamburkan manusia, waktu, atau uang untuk mengasupi balatentara. Karenanya, mereka dikuasai bukan saja oleh kekuatan-kekuatan bersenjata asing, tapi juga gerombolan bajingan pribumi manapun yang dapat mengorganisir ekspedisi penjarahan. Sebuah pemerintahan tercerahkan dan energik, yang peka akan kemajuan bangsa-bangsa lain, akan sudah melihat bahwa tentara tetap dan efisien bukan saja cocok dengan kemakmuran negara, tapi sepenuhnya esensial bagi eksistensinya, dan akan sudah menciptakan bangsa militer dari orang-orang China terlepas dari kecenderungan damai mereka. Tapi pemerintah China selama setengah abad adalah kebalikan dari ini. Buta dan terpedaya, ia membungkus dirinya dalam keamanan palsu, mengandalkan prestise kuno dan kecakapan bernegosiasi untuk menghalau serigala dari pintu, dan membiarkan elemen militer lepas dari gengga­mannya. Kertas dinding ambruk begitu disentuh oleh musuh asing. Pemerintah kehilangan rasa hormat rakyatnya sendiri, dan menjadi pameo di kalangan bangsa-bangsa, lebih dari­pada sebelumnya. Kenaikan Rusia, di sisi lain, disebabkan langsung oleh pengorganisasian militernya. Pergulatan rutinnya di Eropa memaksanya untuk mengurus baik-baik balatentaranya; dan ambisi kekuasaan semesta, yang berurat-akar dari para oto­krat Rusia sejak Pyotr dan seterusnya, dan mungkin bahkan jauh sebelum era Pyotr, merupakan stimulan kuat untuk pengusahaan militer. Perang-perang agresi terus-menerus di Asia memberi pekerjaan kepada balatentara besar, meng­hamburkan mereka, dan menuntut wamil pasukan baru yang berketerusan. Segalanya berpadu untuk menjadikan Rusia sebuah bangsa militer besar. Despotisme absolut para Tsar, disatukan dengan proyek-proyek ambisi besar, sangat mendukung hasil demikian. Despotisme dan nafsu pe­naklukan ini barangkali tumbuh di bawah pengaruh luas Mongol. Jenghis mewariskan kedaulatan dunia kepada para penerusnya, persis sebagaimana Pyotr Agung lakukan lima abad kemudian. Para khan Mongol mengajari pangeran-pangeran Rusia bagaimana menindas rakyat. Pemerasan yang dipraktekkan oleh vasal-vasal ini di bawah persetujuan nama angker Mongol membiasakan para penguasa pada tirani, dan membiasakan rakyat pada ketundukan. Oleh karenanya, ketika kaum penyerbu itu diusir, wajar saja kebiasaan sewenang-wenang para pangeran Rusia diper­tahankan. Adalah reaksi pemikiran yang wajar pula jika bangsa Rusia, ketika waktu mereka tiba, membalik keadaan terhadap bekas para penakluk mereka. Mereka sebelumnya menyaksikan gerombolan Tartar, yang digerakkan oleh satu kemauan kuat, menyerbu Asia dan menguasai porsi besar Eropa. Mengapa Rusia yang terbebas tidak boleh muncul dari Eropa dan menundukkan Asia? Tapi dari manapun ide pe­naklukan Asia berasal, sejarah Rusia selama dua abad ter­akhir menunjukkan betapa dengan gigih ide itu telah ditin­daklanjuti melalui setiap pemerintahan yang silih berganti, dan betapa luar biasa itu telah mengatur kebijakan para Tsar sejak Pyotr hingga Nikolai. Tinggal di perbatasan peradaban Eropa bukanlah keun­tungan kecil bagi Rusia, yang dianggap sebagai bangsa Asia­tik dan bukan yang paling kurang barbar di antara mereka. Para Tsar cukup bijak memanfaatkan pengetahuan maju, dan energi untuk menerapkannya, yang dimiliki oleh te­tangga Eropa mereka. Mereka tidak bisa dikatakan sudah memberadabkan Rusia melalui peleburan material asing ini, tapi mereka memang sudah berhasil menjadikannya bangsa kuat. Tidaklah probabel bahwa pemerintahan Rusia akan pernah bisa mengangkat kepalanya begitu tinggi dalam pe­rundingan-perundingan Eropa tanpa bantuan luar ini, dan kendati mereka bisa saja—dari sumberdaya asli mereka—mengatasi suku-suku nomaden stepa-stepa Asiatik, mereka hampir tidak dalam posisi untuk mendiktekan persyaratan kepada China. Pemerintah China memiliki peluang serupa untuk meng­gunakan sains asing, dan penemuan mekanis dan penemuan lainnya, meski dalam kadar lebih sedikit. Tapi ia, sampai belakangan, telah memandang rendah dan menolaknya, dan telah membayar mahal atas kekeliruannya. Dalam satu hal, kedua kekaisaran sangat mirip dengan satu sama lain, yaitu kekorupan merata para pejabat mereka, tinggi maupun rendah. Fakta ini diakui, sampai taraf ter­tentu, oleh kedua pemerintahan; dan, karena mungkin di­anggap tak terobati, mereka sepertinya memanfaatkan itu dengan menempatkan orang-orang di posisi-posisi ber­tanggungjawab, dengan gaji yang bukan main tak cukup untuk menafkahi keperluan hidup biasa. Ini terbukti telah menjadi satu penyebab kuat kemerosotan China. Di Rusia, tenaga pemerintah telah naik mengatasi kebu­rukan itu. Ketidakjujuran pejabat akan sudah menimbulkan kerugian tak terhitung bagi kemakmuran negara, tapi ke­mauan para Tsar terdengar sampai ke sudut terjauh ke­kaisaran mereka yang berat. Aparat-aparat provinsi punya ruang gerak luas untuk menggagalkan cita-cita pemerin­tahan adil dan baik karena motif-motif kotor, dan, secara umum, pemerintah tidak akan memeriksa perilaku mereka terlalu teliti. Tapi tak satu hal pun diizinkan merintangi eksekusi sebuah ukase dari Petersburg, dan pemerintah secara keseluruhan dilayani dengan baik. Segala sesuatu di Rusia telah dibuat tunduk pada keagungan para Tsar dan status militer negara, dan setiap pertimbangan dikorbankan untuk pemajuan satu maksud itu.
Judul asli : Russia and China<i=1zvbKIqlMf5AyhSdGiBLebOptlpTaQJK9 286KB>Russia and China
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Agustus 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh