Skip to content
Mengambil Jalan Pancasila – Relift Media

Mengambil Jalan Pancasila Bacaan non-fiksi religi

author _Sīlācāra_; date _1922_ genre _Religi_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ “Mengambil pancasila” hanyalah menengok sekali lagi peta jalan itu untuk menyegarkan ingatan, untuk mengingatkan diri kita akan eksistensi jalan-jalan samping dan gang-gang yang dapat menyebabkan kita menyimpang darinya. Pada hari-hari Uposatha, ketika Buddhis awam pergi ke biara, mempersembahkan hadiah (dāna), dan meng­ikuti Biksu mengucapkan ikrar untuk berpantang dari mem­bunuh dan mencuri, dari kecabulan dan kebohongan, dari minum minuman memabukkan, itu berarti dia sekali lagi mencamkan pada ingatannya Aturan yang dengannya dia akan menjalankan kehidupan sehari-hari ketika hari Upo­satha berakhir dan dia sekali lagi kembali ke tengah-tengah kewajiban dan kesibukan duniawi. “Mengambil pancasila” di hari-hari Uposatha, atau di hari lain, berarti mengingatkan kembali diri sendiri akan apa yang manusia lupakan karena desakan urusan dan kesenangan dunia, yakni arah perilaku yang menuntun kepada kebahagiaan paling pasti di dunia ini dan semua dunia, dan membawanya sedikit lebih dekat de­ngan sesuatu yang jauh lebih baik daripada kebahagiaan manapun yang bisa diberikan oleh dunia ini atau dunia lain—kedamaian agung Nirvana. Pancasila, pendek kata, bukanlah formula sihir atau jampi-jampi yang dengan pengucapannya belaka hasil-hasil hebat dan ajaib akan tercapai. Mereka ada­lah semata-mata dan sederhananya sebuah pengingat bagi Buddhis awam tentang apa yang harus dia lakukan saat ber­baur dalam kehidupan dunia luas, agar dia tidak sampai menaruh hambatan atau rintangan di jalannya menuju Luar Kehidupan. Namun, jika setelah “mengambil pancasila” dia menyele­weng dan segera melupakannya sampai dia mengunjungi biara pada waktu berikutnya, terlepas dari semua kebaikan yang pancasila lakukan kepadanya, dia mungkin lebih baik tak pernah “mengambil” pancasila sama sekali. Sebab sangat sering ditegaskan bahwa bukan semata-mata “mengambil Pancasila” (mengikuti Biksu mengucapkan kata-kata ikrar) yang menuntun kepada kebahagiaan saat ini dan kepada Nirvana ketika semua kehidupan berakhir, melainkan me­nepati pancasila ini dalam praktek, memenuhi ikrar dalam kehidupan dan perilaku sehari-hari. Dalam hal ini, sebagaimana dengan Dāna (memberi/me­nyumbang), begitu pula dengan Sīla. Seseorang yang hanya berjanji akan menyediakan sarapan untuk para Biksu, atau sekadar berkata akan menyediakan beribu-ribu bata untuk membantu membangun Pagoda baru, tidak dianggap sudah melakukan Dāna. Hanya ketika seseorang betul-betul me­lakukan apa yang sudah dia janjikan dianggap Dāna; sebelum itu terjadi, itu bukan Dāna sama sekali, tapi hanya banyak kata-kata sia-sia. Persis demikian dengan Sīla, sila-sila Peri­laku Benar, tahap berikutnya setelah Dāna, yang dianjurkan kepada Buddhis awam untuk ditempuh di jalan raya menuju Nirvana yang ditunjukkan oleh Lord Buddha kita. Sebelum sila-sila kebaikan ini dipenuhi, ditindaklanjuti dalam kehi­dupan sehari-hari dalam kadar lebih kecil atau lebih besar, tidak ada Sīla sama sekali, hanya omong-kosong tentang Sīla. Sīla, pendeknya, berarti pengamalan Sīla, dan dalam pe­mahaman ini terhadap kata tersebut, itu mungkin dapat di­samakan dengan kereta api, yang menyampaikan penum­pang ke tujuan tertentu. Dalam memanfaatkan kereta, hal pertama untuk dilakukan adalah membeli tiket, dan sesudah itu memasuki kereta. Setelah melakukan itu, pada waktunya seseorang akan akan mencapai kota atau desa yang dia tuju.
Judul asli : Taking the Precepts<i=1GmKopXeGMR6oKW-LbEKq8NahICSOK_w8 436KB>Taking the Precepts
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Mei 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Mengambil Jalan Pancasila

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)