Skip to content
Main Saham Bikin Suram: Dialog Filsuf, Pedagang, dan Pemegang Saham – Relift Media

Main Saham Bikin Suram: Dialog Filsuf, Pedagang, dan Pemegang Saham Bacaan non-fiksi ekonomi

author _Joseph de la Vega_; date _1688_ genre _Ekonomi_; category _Dialog_; type _Nonfiksi_ Nilai teramat tinggi tidak perlu meresahkanmu. Tak pernah terjadi kekurangan pangeran bursa dan raja manipulasi yang keranjingan saham. Sadarilah fakta bahwa spekulan sama banyaknya dengan masyarakat. [Di awal buku, si pedagang menyebutkan emblem-emblem Merkurius, dewa para pedagang, sebagai simbol-simbol bagus untuk aktivitas rekan-rekan sesama pebisnisnya. Si filsuf, dengan metafora-metafora jenaka berdasarkan kata-kata “tunai”, “bank”, dan istilah bisnis lainnya, justru me­nekankan tenteramnya kehidupan seorang cendekiawan. Si pemegang saham menyelang, menggiring diskusi ke bentuk bisnis tertentu, yakni saham, sesudah mana si filsuf meng­angkat sebuah pertanyaan;] Filsuf: Dan bisnis seperti apa ini yang aku sudah sering dengar dibicarakan oleh orang-orang tapi aku tidak mengerti atau belum pernah berusaha memahaminya? Dan aku belum menemukan satupun buku yang membahas subjek ini dan mempermudah pemahaman. Pemegang Saham: Aku benar-benar harus bilang kau orang jahil, sobat Janggut Abu, jika kau tak tahu apa-apa tentang bisnis enigmatik ini, yang paling adil dan sekaligus paling culas di Eropa, yang paling mulia dan sekaligus paling keji di dunia, yang paling sopan dan sekaligus paling vulgar di bumi. Ini adalah intisari pembelajaran akademis dan contoh sempurna kecurangan; ini adalah batu uji untuk si cerdas dan batu nisan untuk si nekat, khazanah berfaedah dan sumber malapetaka, dan terakhir sejawatnya Sisifos yang tak pernah beristirahat sebagaimana juga sejawatnya Iksion yang terantai pada sebuah roda yang terus berputar. Filsuf: Apakah rasa ingin tahuku tidak patut mendapatkan darimu gambaran singkat tentang penipuan ini dan uraian ringkas tentang teka-teki ini? Pedagang: Itu keinginanku juga, karena tuntutan instruk­si, pengapalan barang, dan peredaran wesel semuanya begi­tu memberatkan bagiku. Beban kerja ini menggiringku untuk mencari cara lain dalam memperoleh kekayaan dan, dengan resiko rugi sekalipun, untuk menanggalkan banyak aktivitas melelahkan ini. Pemegang Saham: Aspek terbaik dan paling menyenang­kan dari bisnis baru ini adalah bahwa orang bisa menjadi kaya tanpa resiko. Bahkan, tanpa membahayakan modalmu, dan tanpa berurusan dengan surat-menyurat, uang per­sekot, gudang, materai, kasir, penangguhan pembayaran, dan insiden-insiden tak terduga lain, kau punya prospek memperoleh kekayaan jika, sekiranya transaksi-transaksimu bernasib sial, kau tinggal mengubah namamu. Sebagaimana bangsa Ibrani mengubah nama mereka ketika sakit berat demi mendapat kesembuhan, begitu pula pengubahan nama cukup untuk si spekulan yang menjumpai kesulitan-kesulit­an, guna membebaskan dirinya dari semua bahaya yang akan datang dan kecemasan yang menyiksa. Filsuf: Dan nama mana yang dia sandang? Nama Philip, Leonardo, atau Diego? Pemegang Saham: Tidak, untuk menyelamatkan diri, tak ada keharusan untuknya mengambil langkah seribu atau, seperti kata peribahasa, “untuk memungut stoking-stoking Villa Diego”. Menyebutkan nama Frederick sudah cukup untuk melepaskan diri dari teror dan mendiamkan semua pengejaran... Aku akan penuhi keinginanmu untuk diberitahu tentang asal-muasal bisnis ini, dan kau akan lihat saham eksis tidak hanya untuk orang-orang bodoh tapi juga untuk orang-orang cerdas. Pada 1602 beberapa pedagang Belanda mendirikan se­buah perusahaan. Orang-orang paling kaya di negara itu tertarik pada perusahaan itu, dan total modal enam puluh empat dan sepertiga ton emas [atau lebih dari 6,4 juta florin] terkumpul. Beberapa kapal dibangun dan pada 1604 dikirim untuk mencoba petualangan ala Quixote di Hindia Timur. Kekayaan Perusahaan dipecah ke dalam beberapa bagian, dan masing-masing bagian (disebut actie [saham], yang me­miliki kemungkinan untuk mempengaruhi [atau mengaju­kan klaim atas] surplus atau laba) berjumlah 500 pound [Fle­mish] atau 3.000 florin. Namun, ada banyak yang tidak setuju untuk membeli seluruh saham, tapi hanya mengambil porsi lebih kecil sesuai kekayaan mereka, keinginan mereka, atau ekspektasi mereka akan masa depan. Kapal-kapal me­layari perjalanan tanpa menjumpai kitiran angin atau rak­sasa-raksasa bersihir. Pelayaran-pelayaran sukses mereka, penaklukan-penaklukan jaya mereka, dan muatan-muatan pulang yang kaya menandakan bahwa Veni, vidi, vici-nya Caesar terlampaui dan bahwa laba lumayan telah dihasilkan—yang menjadi stimulus untuk memajukan usaha. Pembagi­an laba pertama ditunda hingga 1612 dalam rangka menaik­kan modal perusahaan. Kemudian tatausaha membagikan 57,5 persen, sementara pada 1613 dividennya sebesar 42,5 persen—sehingga para pemegang saham, setelah modal mereka dibayarkan kembali kepada mereka, bisa menikmati imbal-balik selanjutnya dengan begitu mulus. Secara berangsur-angsur perusahaan berkembang sede­mikian rupa sehingga ia melampaui perusahaan-perusa­haan paling gemilang yang pernah masyhur dalam sejarah dunia. Setiap tahun pengapalan-pengapalan baru dan keka­yaan baru datang, yang [dari pendapatannya] dibagikan se­bagai laba atau dimanfaatkan dalam belanja sesuai dengan ketentuan tatausaha. (Dividen-dividen sesekali dibayarkan dalam bentuk cengkeh, sesekali dalam bentuk surat [pro­mes], kali lain dalam bentuk uang, sebagaimana cocoknya menurut para direktur.) Sejak pendirian Perusahaan sampai hari percakapan ini, dividennya sudah mencapai 1.482 per­sen, sementara nilai modal sudah meningkat lebih dari lima kali lipat. Harta ini disamakan dengan sebatang pohon, lantaran ia menghasilkan buah [hampir] setiap tahun, dan kendati selama beberapa tahun ia hanya menghasilkan kembang, ada tahun-tahun lain ketika ia menyerupai pohon-pohon Uraba yang menunjukkan keberbuahan dua atau tiga kali setahun, dan yang bersaing dengan Sibyline yang dahan-dahannya terbuat dari emas dan yang daun-daunnya terbuat dari zamrud. Yang lain menjuluki Perusahaan seba­gai pohon pengetahuan kebaikan dan keburukan, seperti yang ada di Surga, lantaran ia terus-menerus diberitahu tentang segala sesuatu yang terdapat sepanjang semua dahan [kepentingannya]. Namun, aku jadi paham bahwa ia menyerupai pohon kehidupan, lantaran tak terhitung orang mendapat penghidupan dalam teduhannya. Dan mereka yang puas dengan buah-buahnya, dan tidak meminta pen­cabutan akar-akarnya..., akan mengakui bahwa mereka cukup berhasil dalam bisnis tersebut. Filsuf: Kurasa aku sudah sepenuhnya memahami sampai perbedaan-perbedaan terakhir makna Perusahaan, saham-sahamnya, prinsip-prinsipnya, reputasinya, kemegahannya, pemrakarsaannya, kemajuannya, tatausahanya, pembagian laba, dan stabilitasnya. Tapi apa kaitan ini dengan bisnis mis­terius yang kau sebutkan, dengan trik-trik yang kau uraikan, dengan kesulitan-kesulitan yang kau tekankan, dengan peniadaan resiko sama sekali, dengan penggantian nama-nama, dengan pernyataan berlebihan dan ekspresi lain yang telah memenuhiku dengan kebingungan, keterpesonaan, dan kesimpangsiuran?... Pemegang Saham: Izinkan aku kembali ke pernyataan-pernyataanku bahwa bisnisku ini adalah urusan misterius, dan bahwa, kendati itu paling adil dan mulia di seluruh Eropa, itu juga bisnis paling palsu dan paling terkenal keji di dunia. Kebenaran paradoks ini jadi dapat dipahami ketika seseorang mengerti bahwa bisnis ini telah mau tak mau di­ubah menjadi sebuah permainan, dan para pedagang yang terlibat di dalamnya telah menjadi spekulan. Andai perubah­an para pedagang ini menjadi spekulan adalah satu-satunya perubahan, bahayanya akan sudah dapat dipikul, tapi, yang lebih buruk, sebagian broker saham telah menjadi pemain kartu curang dan meski mereka familiar dengan kembang, mereka tetap kehilangan buahnya. Untuk lebih memahami fakta penting ini, mesti diamati bahwa tiga golongan orang perlu dibedakan di bursa saham. Pangeran bisnis termasuk golongan pertama, pedagang golongan kedua, dan spekulan golongan terakhir. Setiap tahun para raja finansial dan para kapitalis kakap menikmati dividen dari saham-saham yang mereka warisi atau beli dengan uang mereka sendiri. Mereka tak peduli soal pergerakan harga saham. Karena kepentingan mereka terle­tak bukan pada penjualan saham tapi pada penghasilan yang diperoleh melalui dividen, kenaikan nilai saham hanyalah kenikmatan khayali bagi mereka, timbul dari renung­an...bahwa mereka sebetulnya bisa saja mendapatkan harga tinggi seandainya mereka hendak menjual saham mereka. Golongan kedua terbentuk dari para pedagang yang membeli saham (500 pound) dan meminta itu dipindah­tangankan atas nama mereka (karena mereka menyangka akan ada kabar baik dari India atau kabar traktat perdamaian di Eropa). Mereka menjual saham-saham ini ketika sangkaan mereka menjadi nyata dan ketika harga naik. Atau mereka membeli saham-saham sebelum bayar (against cash), tapi mencoba menjualnya segera untuk penyerahan pada tanggal belakangan, ketika harga akan lebih tinggi (dengan kata lain, untuk tanggal itu harga lebih tinggi sudah dibanderol). Mereka berbuat ini karena takut akan perubahan situasi [politik atau ekonomi] atau takut akan kedatangan informasi [buruk], dan puas dengan [besaran] bunga dari uang inves­tasi [sementara] mereka. Mereka mempertimbangkan resiko mereka sebanyak laba mereka; mereka memilih untuk me­raup sedikit, tapi meraup sedikit itu dengan [relatif] aman; untuk tidak mendatangkan resiko selain solvabilitas pihak lain dalam kontrak serah (forward contract) ini; dan untuk tidak memiliki kecemasan selain yang terkait dengan peris­tiwa-peristiwa tak terduga. Para penjudi dan spekulan termasuk golongan ketiga. Mereka mencoba memutuskan sendiri besaran raupan mereka dan, dalam rangka itu,...mereka membangun roda-roda peruntungan. Oh, dasar ular-ular kepala dua! Oh, betapa buruknya tatanan kehidupan yang telah diciptakan oleh para pengomplot ini! Labirin Crete tidak lebih rumit daripada labirin rencana mereka... Mereka membeli satu atau dua puluh saham (komitmen dua puluh saham biasanya dinamakan “resimen”), dan ketika tanggal dua puluh mendekat (tanggal penyerahan), hanya ada tiga kemungkinan cara setelmen. Pertama ada penjualan saham, yang melalui ini laba atau rugi akan timbul menurut harga pembelian; lalu ada hipotekasi saham-saham ke em­pat perlima dari nilai mereka (yang dilakukan bahkan oleh para trader terkaya tanpa cedera bagi nama baik mereka); dan terakhir, pembeli dapat meminta saham-saham dipin­dahtangankan ke namanya dan menjadkan harga pembelian dibayarkan di Bank—yang bisa dilakukan hanya oleh orang-orang amat kaya, karena hari ini “resimen” berharga lebih dari seratus ribu dukat. Ketika tanggal setelmen mendekat, dan jika saham-saham tidak bisa diambil oleh pembeli ataupun dihipotekasi, itu harus dijual. Para spekulan kemerosotan harga [yakni para beruang] menyadari kebuntuan ini dan mencoba me­nyebabkan kejatuhan harga secara tiba-tiba agar saham-saham itu dijual di bawah harga pembelian. [Dengan begitu kesulitan serius bakal timbul untuk sebagian spekulan]. Beberapa di antara mereka yang kesulitan itu (orang-orang tak bermoral tentunya) tahu cara membebaskan diri melalui argumen berikut: Pembeli tidak diwajibkan mem­bayar apa yang dibeli; aku rugi dalam pembelian; maka aku tidak diwajibkan membayar. Filsuf: Ketololan mengerikan, kegilaan yang belum per­nah terdengar, kebodohan menakutkan!... Kau menyatakan spekulan tidak diwajibkan membayar pembeliannya, tapi aku tak mengerti alasan untuk ketidakwajiban itu. Aku ragu apa­kah dia bisa memohon bantuan kepada otoritas yuridis se­misal Bartolus atau Baldus. Pemegang Saham: Ini adalah poin dan hakikat utama dari keseluruhan bisnis ini. Tentang komplikasi-komplikasi ter­sebut, bahkan Thales-mu tidak akan tahu apa-apa, dan dari Sokrates-mu orang hanya bisa belajar kebijaksanaan bahwa kita tidak tahu apa-apa. Oleh karenanya, aku memberitahu­mu, Solon tidak sendirian sebagai pemberi hukum yang baik. Frederick Henry juga, bintang bersinar di dinasti Orange-Nassau, mengumumkan (dengan motif-motif bijak) sebuah peraturan untuk bidang-bidang ini, dan berdasarkan per­aturan ini barangsiapa menjual saham-saham untuk penye­rahan ijon (future delivery) tanpa meletakkan mereka pada rekening berjangka (time account) dapat terpapar bahaya (karena dia menjual sesuatu yang dia tidak miliki) bahwa si pembeli tidak akan membayar saham-saham itu pada waktu yang ditetapkan. Ketika para spekulan mencari perlindungan melalui jalan lain ini (yang disebut “mohon bantuan kepada Frederick”, sesuai dengan nama gubernur kondang itu), badai-badai berakhir, serangan-serangan berhenti, dan huru-hara mereda. Operasi-operasi demikian terjadi di perairan bursa saham yang dalam dan berbahaya, di mana para perenang ber­hitung bahwa jika airnya mencapai leher mereka, mereka paling banter hanya bisa menyelamatkan nyawa. Oleh karena itu mereka berbuat senekat-nekatnya tanpa malu dan me­nyatakan seni berenang terkandung dalam menghindari bahaya. Dan hal paling menggelikan adalah bahwa, kadang belum sampai enam bulan berlalu, orang-orang itu, yang uangnya dibawa pergi, membuat kesepakatan lagi dengan orang-orang yang terlibat dalam transaksi bisnis mereka sebelumnya. Fakta bahwa uang mereka diambil turut me­negakkan sebuah nama baik untuk membiayai transaksi-transaksi bisnis yang baru, dan sebagai sarana untuk kerugi­an uang lagi. Ketika kerugian terjadi, para perugi disangka akan membayarkan setidaknya apa yang mereka punya pada saat itu, dan disangka bahwa, karena lukanya segar, tidak akan ada luka baru. Tapi walau pepatah “Barangsiapa mabuk satu kali...” mengutuk kejadian aneh semacam itu, emosi lebih kuat daripada peringatan pepatah; sifat mudah tertipu dan godaan tidak bisa dicegah dengan cara apapun. Aku tidak bilang sikap enteng ini lazim [yakni, “mohon bantuan kepada Frederick” ini dan kemudian berspekulasi lagi]. Ada banyak orang yang merujuk pada dekrit tersebut [yang menyatakan jual kosong (short sale) tidak dapat di­selenggarakan] hanya ketika terpaksa berbuat demikian, maksudku hanya jika kerugian-kerugian tak terduga me­nimpa operasi mereka. Orang-orang lain berangsur-angsur memenuhi kewajiban mereka setelah menjual semua barang berharga dan karenanya menjumpai nasib-nasib malang tepat pada waktunya. Tapi aku juga kenal seorang teman, orang aneh, yang pulih dari dukacita kerugiannya dengan mondar-mandir di rumahnya, bukan untuk membangunkan orang mati seperti Elias, tapi untuk mengubur orang hidup. Dan setelah setengah jam bersolilokui seperti itu dia me­ngeluarkan lima atau enam nafas panjang dengan nada yang mengungkap kelegaan ketimbang keputusasaan. Saat dita­nyakan alasan sukacitanya, yang menunjukkan suatu jenis kompromi yang telah dia capai dengan para kreditornya, dia menjawab, “Justru sebaliknya, detik ini aku sudah membulat­kan tekad untuk tidak membayar sama sekali, karena keda­maian pikiranku dan posisi unggulku lebih berarti bagiku daripada nama baik dan kehormatanku.” Percayalah, begitu mendengar cerita ini dan pernyataan ngawur dan tak ter­duga itu, aku langsung terbahak-bahak hebat sampai nyaris mencucurkan air mata untuk itu. Tapi faktanya adalah ada banyak orang yang, seperti Yonas, mendengkur di tengah bahaya, dan bahwa, sementara Adam malu dengan kebugil­annya, ada orang-orang di bursa yang tidak malu sudah menahan uang mereka (hingga merugikan kreditor mereka). Filsuf: Aku tidak mengingkari bahwa, terlepas dari kecen­derungan alamiku, aku bakal mencoba peruntunganku di bursa jika tiga rintangan besar tidak menghalangiku. Rintangan pertama: Aku sangsi apakah aku harus naik kapal terancam bahaya seperti itu, yang untuknya setiap angin berarti badai dan setiap ombak berarti karam. Rintangan kedua: Dengan modalku yang terbatas, aku bisa menang hanya jika aku sudi melepas reputasiku dengan enteng. Tapi, untuk merasakan kehinaan tanpa dikompen­sasi dengan kekayaan, pemikiran semacam itu sia-sia dan tak waras. Rintangan ketiga: Keasyikan dengan bisnis ini menurutku tak layak untuk seorang filsuf, dan lagipula karena setiap orang tahu karakter lingkunganku yang sederhana, tak bakal ada orang yang memberiku kredit dan mempercayai jang­gutku (sebab mereka tahu aku tidak bisa membayar saham atas tanggunganku sendiri). Tak bakal ada orang yang meminjamiku uang atas tanggungan janggutku, sebagai­mana kepada Don Juan de Castro, kecuali kalau ini janggut emas seperti janggutnya Aesculapius dalam cerita Diony­sius... Pemegang Saham: Tanpa masuk ke dasar-dasar teknis pun, aku bisa mengatasi keraguanmu... Bahaya pertama ter­singkir, karena aku bisa katakan padamu ada tali-tali yang mengamankan kapal terhadap kekaraman dan jangkar yang menahan badai. Berikan “opsie-opsie” atau premi-premi, dan akan ada resiko terbatas saja untukmu, sementara raup­annya mungkin melampaui semua bayangan dan harapan­mu. Mengingat langkah-langkah pencegahan ini, keberatan kedua menjadi kosong. Sekalipun kau tidak meraup untung melalui “opsie-opsie” pada kali pertama, kau tidak mere­sikokan nama baikmu, dan tidak menempatkan reputasimu dalam bahaya. Oleh karenanya, teruslah memberikan premi-premi untuk tanggal belakangan, maka akan jarang terjadi kau kehilangan semua uangmu sebelum datang insiden mujur yang menjaga harganya selama beberapa tahun. Ber­hubung kontrak-kontrak ditandatangani karena premi dan berhubung pembayar premi bertambah reputasi atas keder­mawanannya selain atas prediksinya, tetaplah menunda tanggal akhir kontrak-kontrakmu, dan tetaplah mengadakan kontrak-kontrak baru, sehingga satu kontrak lambat-laun menjadi sepuluh, dan bisnis mencapai akhir yang bagus dan sederhana. Jika kau terus-terusan tak beruntung dalam semua operasimu dan orang-orang mulai berpikir kau goyah, cobalah menutup cacat ini dengan berjudi terang-terangan dalam bisnis premi ini [yakni dengan meminjam jumlah premi-premi]. Karena prosedur ini sudah menjadi praktek umum, kau akan bisa menemukan seseorang yang akan memberimu kredit (dan mendukungmu dalam situasi sulit, sehingga kau dapat menang tanpa aib). Kekurangan ketiga, yaitu bahwa tidak patut seorang filsuf berspekulasi, tidak harus menggelisahkanmu, sebab bursa menyerupai kuil-kuil Mesir di mana setiap spesies binatang disembah. Di kuil Hercules tidak ada lalat, itu memang benar, tapi di bursa saham tak terhitung banyak manusia mencoba—dengan tenaga Hercules—untuk menangkap Lalat Uang, dan untuk maksud ini banyak spekulan menyebarkan racun dan benang-benang tak kasat mata... Jika aku boleh jelaskan “opsie-opsie” lebih jauh, aku akan katakan bahwa melalui pembayaran premi-premi, seseorang memindahtangankan nilai-nilai untuk melindungi saham-saham miliknya atau untuk memperoleh laba. Dia meng­gunakan premi sebagai layar untuk pelayaran gembira pada saat rentetan kejadian baik dan sebagai jangkar pengaman dalam badai. Harga saham-saham kini 580, dan mari asumsikan bahwa menurutku mereka akan naik ke harga jauh lebih tinggi oleh karena muatan-muatan besar yang dinantikan dari India, oleh karena bisnis Perusahaan yang bagus, oleh karena repu­tasi barang-barangnya, oleh karena dividen-dividen pros­pektif, dan oleh karena perdamaian di Eropa. Meski demi­kian, aku putuskan untuk tidak membeli saham lantaran khawatir aku bakal menemui kerugian dan bakal mengalami rasa malu jika kalkulasiku ternyata keliru. Maka dari itu, aku berpaling pada orang-orang itu, yang bersedia membayar opsi-opsi dan bertanya kepada mereka berapa banyak premi yang mereka minta untuk kewajiban menyerahkan saham-saham di harga 600 masing-masingnya pada tanggal bela­kangan tertentu. Aku mencapai kesepakatan soal premi, me­mindahtangankannya kepada pembayar opsi-opsi seketika itu juga di Bank, dan kemudian aku yakin mustahil akan rugi lebih dari harga premi. Dan aku akan meraup seluruh besaran [selisih] harga saham ketika harganya melebihi angka 600. Namun, bilamana terjadi kemerosotan, aku tak perlu khawatir dan gelisah soal kehormatanku, dan tak perlu juga menderita ketakutan yang bisa mengganggu ketenangan hatiku. Jika harga saham-saham bergantung sekitar 600, aku mungkin akan berubah pikiran dan menyadari bahwa pros­pek-prospek tidak sebagus yang kukira. Sekarang aku bisa melakukan salah satu dari dua hal. Aku bisa menjual saham-saham [sebelum tempo] tanpa bahaya, dan kemudian setiap [selisih] besaran kejatuhannya berarti laba. Atau aku bisa mengadakan kontrak opsi lain lagi. Dalam kasus sebelumnya, si penerima premi diwajibkan menyerahkan saham di harga yang disepakati, dan dengan kenaikan harga aku rugi uang jasa saja, jadi sekarang aku bisa melakukan bisnis yang sama (dalam kebalikannya), jika aku mengandalkan kemerosotan harga saham. Aku kini membayar premi-premi untuk hak menyerahkan saham di harga tertentu; atau aku dapat mengkover diriku sendiri selama periode ini, dan sering aku membuat sejumlah peralihan sukses, alih-alih menunggu kemujuranku muncul. Tapi penerima premi-premi mem­peroleh pembayaran itu sepenuhnya pada tanggal ijon (future date) yang ditetapkan, meskipun dia juga menghadapi resiko dan mengantongi uang dengan ketakutan dalam hati­nya. Orang Belanda menyebut bisnis opsi sebagai “opsie”, istilah yang diambil dari kata Latin optio, yang berarti pilihan, karena pembayar premi punya pilihan menyerahkan saham kepada penerima premi atau menagih saham darinya, [secara masing-masing]. Karena si masyhur Calepino mengambil kata optio atau pilihan dari optare, yang berarti “menginginkan”, di sini ditunjukkan etimologi yang tepat, sebab pembayar premi ingin memilih apa yang paling me­narik baginya dan, kalau-kalau salah pertimbangan, dia bisa selalu menghindari apa yang semula dia ingin pilih...
Judul asli : Confusion of Confusions
Confusión de Confusiones<i=1zm5FRuXo6lsiOC9JV6iPUMvSasUoPAtO 721KB>Confusion of Confusions<br/> Confusión de Confusiones
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Maret 2023
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Main Saham Bikin Suram: Dialog Filsuf, Pedagang, dan Pemegang Saham

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2023)